Chapter 20 - sudut pandang Momo

13 5 0
                                    

Ini adalah cerita dari sudut pandang Momo dari awal kenal hingga sekarang

           Namaku Momo, anak yang sering dibilang orang periang dan selalu memberi aura positif kepada orang lain. Aku adalah teman Ebi sejak SMP.  Ebi adalah sahabat terbaik bagiku, walaupun aku menginginkan lebih dari sekedar sahabat. Aku adalah satu-satunya sahabat Ebi saat SMP. Awalnya aku terpaksa menjadi teman Ebi ketika itu, sebab dikelas hanya aku yang bisa berbicara Bahasa Indonesia padanya. Saat itu, wali kelasku menyuruhku untuk berteman dengan Ebi, agar Ebi dapat beradaptasi dengan cepat disekolahku.

           Selain itu, saat dirumah aku juga mengajari dia les Bahasa jepang denganku. Agar Ebi dapat berkomunikasi dan mempunyai banyak teman, namun Ebi memang bukanlah orang yang mencolok. Dia lebih senang jika berada ditempat sepi, saat istirahat dia juga selalu makan sendirian dikelas. Padahal semua teman sekelasku ingin berkenalan dengannya.

           Hari-hariku bersama Ebi saat itu sangat menyenangkan dan tak mungkin aku lupakan. Setiap hari kami berdua pulang bersama, belajar bersama setiap malam, makan malam bersama, kadang dirumahku, kadang juga dirumah Ebi. Kami juga sering chattingan dan menelpon ketika sebelum tidur. Itu adalah momen-momen hal yang paling membahagiakan untukku.

           Namun kesedihanku memuncak ketika hari-hari sebelum kami berdua meninggalkan masa SMP itu. Saat itu aku ingat, kami berada dilapangan sekolah, bunga sakura mekar dengan indah seperti mengiringi perpisahan sekolah kami. Semua orang berfoto bersama sebagai momen kenang-kenangan. Aku melihat Ebi berdiri dibawah pohon sakura yang ada disamping gedung sekolah. Aku melihat ekspresi murung diwajahnya.

"Padahal ini adalah momen bahagia, tapi kau masih saja terlihat murung"

"Bukan begitu Momo, aku senang kok"

"Senang darimana? Kau berdiri sendirian disini. Sedangkan teman-teman lain sedang berfoto-foto"

"Ah... itu, aku kurang dekat dengan mereka. Jadi wajar jika aku tidak ikut berfoto"

"Kau ini, masih saja malu dengan teman sekelasmu, kalau begitu aku saja yang berfoto denganmu" kemudian aku menariknya dan mengambil handphoneku di saku baju seragamku. Ebi langsung tersenyum ketika kami berfoto berdua.

          Lalu, kemudian teman-temanku menemukanku dengan Ebi dan langsung menarikku pergi. Saat itu aku merasa Ebi ingin berbicara padaku. Tetapi dia langsung ingin pulang kerumah. Aku sangat menyesal telah meninggalkannya saat itu. Andai saja aku bisa lebih bisa membuat momen disaat-saat terakhir masa SMP kami berdua.

          Kemudian malam pun tiba, aku yang saat itu sedang makan bersama teman-teman cewek dikelasku untuk merayakan kelulusan. Tiba-tiba Ebi menelponku, aku mengangkatnya tetapi karena suara berisik saat itu, aku tidak mendengar jelas apa yang Ebi ucapkan padaku. Yang aku tahu, Ebi seperti mengucapkan salam perpisahan denganku. Selesai dari acara makan bersama, aku kembali menelpon Ebi, namun dia tidak mengangkat telponku, bekali-kali aku mencoba menelpon dan mengirim pesan padanya, dia tetap tidak bisa. Akhirnya, aku mengirim pesan balasan untuk mengucapkan selamat tinggal dengannya.

          Malam itu, entah mengapa aku menangis dikamar ketika melihat fotoku dengan Ebi dihandphoneku, itu adalah satu-satunya foto yang aku miliki.

"Mengapa kau pergi Ebi? Padahal setelah lulus ini, aku ingin mengungkapkan perasaan jujurku padamu. Tapi mengapa jadi begini? Mengapa kau harus pergi? Kau benar-benar jahat telah meninggalkanku" ucapku menggumam dan air mata yang mengalir deras saat aku berpikir tentangnya.

           Ketika pagi itu, sebenarnya aku ingin pergi menemuinya. Namun aku takut tidak bisa melepaskan kepergian Ebi dan membuat dia bimbang untuk pergi. Aku memutuskan untuk menunggu Ebi di depan taman yang biasanya menjadi tempat bermain kami. Setelah 1 jam menunggu akhirnya aku melihat Ebi sedang berada didalam mobil. Aku berpikir, jika ini adalah momen terakhir melihat wajahnya, aku sangat bersyukur.

           Lalu aku memutuskan untuk pergi kesekolah yang sama dengan Ebi, namun saat itu aku harus masuk disekolah yang ada dikotaku. Aku mencoba berkali-kali memohon pada orang tuaku untuk bisa pergi dan bersekolah dengan Ebi. Akhirnya Ayahku memberi izin padaku, agar bisa masuk disekolah yang sama. Aku merasa sangat senang.

           akhirnya saat musim libur tiba aku pergi bersama teman-teman mainku untuk mengucapkan salam perpisahan. Kami pergi kesebuah café dan mengobrol banyak cerita. Mulai dari cerita manis sampai cerita pahit. Sampai aku tak sadar kami menceritakan hal tentang Ebi.

           Hingga sampai keesokan harinya, aku kaget melihat Ebi kembali dihapadanku, aku langsung berlari dan ingin memeluknya. Namun, ketika itu aku merasa Ebi bersikap seolah-olah membenciku. Saat aku ingin memeluknya, tangannya langsung menangkis tanganku, dan langsung pergi begitu saja. Saat itu aku merasa terpukul dengan sikapnya.

          Aku juga menjadi berpikir dua kali untuk masuk kesekolah yang sama dengannya. Aku takut hal ini membuatku menjadi sedih. "Jika Ebi bersikap seperti ini terus, apa gunanya aku masuk sekolah yang sama dengannya?"

          Setelah perpikir panjang dan menceritakan ini pada ibuku, akhirnya ibuku menyuruhku untuk menemuinya ketika masuk sekolah dan menjelaskan apa sebabnya dia menghindariku saat itu.

          Setelah masuk sekolah, aku akhirnya mengeti semua yang telah dia lakukan saat itu. Semua ini terjadi karena kesalahpahaman dan kebodohanku yang membuat Ebi sakit hati.

          Semua berjalan dengan lancar. Sampai pada akhirnya dia mangalami amnesia karena kecelakaan, dia lupa denganku, dia lupa semua hal yang telah kami lalui sejak SMP. Aku sedih, aku seolah-olah orang asing baginya. Aku takut berbicara padanya. Namun aku tidak ingin meninggalkannya. Akhirnya perlahan-lahan aku dan Ebi menjadi dekat kembali walau dengan memori barunya.

          Masa-masa bahagiakukembali terjadi, sampai semua hancur ketika aku cemburu dengan Mizu temanku yang juga menyukai Ebi. Hubunganku dan Ebi menjadi jauh, sampai akhirnya Ebi berpacaran dengan Mizu. Ketika mendengar kabar Mizu dan Ebi telah berpacaran, aku merasa ini tidak adil. Padahal aku yang pertama mengenal Ebi, aku yang lebih lama mengenal Ebi, aku yang lebih menyukai Ebi. Aku mencoba membully Mizu dikelas, aku ingin dia putus dengan Ebi.

          Namun hal yang paling menyakitkan dalam hidupku terjadi. Emosi Ebi yang sangat marah terlihat, dia mengucapkan hal yang membuatku sakit hati. Ini adalah satu-satunya hal yang pertama kali membuatku membenci dirinya. Dia berkata jika dia tidak pernah menyukaiku. Ketika mendengarnya langsung dari bibirnya, waktu seakan berhenti berputar, aku langsung menangis dan menampar wajahnya. Aku langsung berpikir mengapa bertahun-tahun memikirkan hal bodoh karena telah telah menyukainya. Aku langsung pergi, dan sampai sekarang tidak memaafkannya. Hubunganku dan Ebi menjadi sangat Jauh. Bahkan aku selalu menghindarinya ketika bertemu dia.

           Sekarang aku menjadi anak yang pendiam, selalu menyendiri dikelas. Melihat wajah Ebi hanya membuatku semakin membenci dirinya.

BERSAMBUNG >>>

Identitas Musim PanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang