Chapter 24 - Akhir

17 4 2
                                    

          Sejak aku terbangun dari pingsanku di Rumah Sakit. Aku langsung lari dari Rumah sakit tanpa tahu kabar dan keadaan Kak Yuki dan Hana. Aku pergi kerumah dan hanya bisa menangis. Aku takut mendengar kabar buruk tentang mereka. Aku takut sampai-sampai tidak ingin keluar dari rumah dan mematikan handphoneku.

           Keesokan paginya aku masuk sekolah seperti biasa, dengan wajah pucat karena tidak bisa tidur. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku mengabaikan setiap orang aku lewati. Berjalan dengan tatapan kosong dengan rasa takut ang menghantui kepalaku. Sesampainya disekolah, ketika aku membuka loker sepatuku, ada sepucuk surat yang tertinggal disana. Aku tidak tahu siapa pengirim surat itu sampai aku selesai membacanya. Dan benar saja, surat itu dari Hana.

"Maaf Kak Ebi, maafkan aku. Semua ini salahku.

Aku tahu kak Ebi menyayangi Kak Yuki walau dia bukan kakak kandung kakak.

Aku yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi, kalo bukan karena aku, semua tidak mungkin seperti ini.

Aku yang mengajak Kak Ebi, semua ini salahku.

Karena aku lah kak Yuki mengalami kecelakaan. Dia mengalami luka serius dan perlu pertolongan yang cepat. Jika tidak Kak Yuki akan mati.

Maka dari itu aku bersedia mendonorkan jantungku pada Kak Yuki, walau sebagai gantinya aku harus meninggal.

Awalnya dokter tidak menyetujui hal itu karena dokter tidak ingin ada yang meninggal dan harus menggunakan cara alternatif lain, namun keadaan memaksakan untuk segera dilakukan operasi.

Aku mengatakan semua kepada dokter bahwa sebenarnya hidupku juga tidak akan lama lagi dan aku tidak punya biaya untuk melakukan operasi dan tidak punya siapa-siapa lagi dan akhirnya dia menyetujuinya.

Maaf juga kak selama ini aku berbohong pada Kak Ebi soal keluargaku, aku sebenarnya hanya tinggal sebatang kara tanpa siapapun, aku tinggal dirumah bekas nenekku. Sejak awal kak Ebi menyelamatkanku waktu itu, hari itu aku memang sengaja untuk bunuh diri. Tapi aku diselamatkan olehmu. Aku benar-benar berterima kasih padamu.

Aku suka padamu kak! Maaf aku tidak bisa mengatakan langsung padamu. Karena aku tahu kau masih sayang dengan seseorang.

Ini adalah surat terakhirku padamu. Jaga Kak Yuki baik-baik."

Hana.



          Saat itu, air mataku langsung mengalir dan tak bisa tertahan lagi. Aku menangis kencang sampai semua murid yang ada disana melihatku menangis. Aku tak sanggup berdiri dan duduk sambil bersandar pada loker sepatu.

Ryo, Mizu, Momo dan Hori yang melihatku tiba-tiba mendekatiku dan menanyakan apa yang telah terjadi padaku sampai aku menangis seperti itu.

"Ebi, ada apa? Mengapa kau menangis?" Tanya Momo

*aku memberikan surat itu pada Momo

           Ketika Momo selesai membaca surat itu, dia langsung menangis dan memelukku. Ryo dan Mizu yang tidak pernah memperdulikan aku, tiba-tiba saja mendekatiku dan bertanya apa yang terjadi. Momo menjelaskan isi surat itu dan seakan-akan tidak percaya bahwa Hana sudah meninggal.

           Hori yang mempunyai sikap tidak peduli dengan sekitar dia, saat mendengar perkataan Momo tadi langsung menarikku dan pergi ke Rumah Sakit untuk memastikan benar atau tidak apa yang tulis dalam surat tersebut.

           Akhirnya Aku, Hori, Momo, bahkan Ryo dan Mizu juga ikut pergi ke Rumah Sakit untuk mengetahui kabar Hana. Dan benar saja, saat sesampainya kami disana dan bertanya pada dokter, dia memberitahu jika Kemarin Hana telah meninggal dunia karena merelakan jantungnya untuk Kak Yuki.

           Kami semua yang ada disana menangis sambil berpelukan. Dan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Aku menyesal, mengapa hari itu aku harus pergi. Aku menyalahkan diriku sendiri. Aku tidak ingin Hana meninggal seperti ini. Mengapa dia tidak berterus-terang soal keluarganya. Aku tahu pasti dia sangat kesepian karena tinggal sendirian.

           Aku mengerti ucapan dia bahwa dia tidak ingin aku pergi kerumahnya, kakaknya yang dia tidak tahu dimana, ucapannya soal hobinya yang kesepian. Aku bisa merasakan rasa sakit itu. Aku tahu itu sangat berat baginya. Jika saat itu aku tidak menolongnya, dia pasti mati dengan cara sengaja untuk bunuh diri.

Mengapa!!! Aku tidak mau ini semua terjadi, aku tidak mau ada yang meninggal.

     Teman-temanku mencoba untuk menenangkanku. Mereka juga merasa bersalah karena disaat-saat terakhir Hana, mereka malah saling menjauh.

           Sedangkan Kak Yuki sampai saat ini belum sadarkan diri. Butuh waktu yang lama untuk dia membuka matanya. Aku takut harus berkata apa jika kak Yuki bangun nanti. Aku yakin dia sangat terpukul jika mendengar kabar bahwa Hana telah pergi untuk selamanya.

           Hari itu juga Aku dan teman-temanku pergi untuk pemakaman Hana. Aku tahu disekolah dia juga tidak punya teman selain kami. Dia anak yang ceria dan selalu tersenyum. Walau dibalik senyum itu, dia merasakan sakit karena harus selalu berpura-pura bahagia. Di pemakaman Hana, aku ingin lebih lama disana dan menyuruh teman-temanku yang lain untuk pulang saja tanpa harus menungguku.

           Aku masih belum bisa berhenti menangis. Aku berkata di depan makam Hana untuk berjanji bahwa aku akan selalu menjaga Kak Yuki dan teman-temanku. Aku berjanji untuk menyelesaikan tulisanku. Aku berjanji setiap tahun akan datang ke makam Hana.



*beberapa tahun kemudian

           Kini aku menjadi mahasiswa sastra bersama dengan Momo yang sekarang selalu menemaniku. Ryo dan Mizu juga sampai sekarang berpacaran, mereka tidak satu kampus denganku. Hori juga kuliah ditempat yang sama dengan Ryo dan juga Mizu, Hori juga bekerja sebagai pelayanan café yang saat ini aku kunjungi. Aku sering ke café ini untuk menulis ceritaku. Aku dan Momo selalu bertemu dicafe Hori bekerja. Kadang-kadang kami menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama.

"Selamat datang!" ucap Hori pada setiap pelanggan yang masuk.

"Hai Hori! Semangat untuk kerjamu hari ini" ucap Momo yang baru saja masuk kedalam café

"Ebi, ayo kita pergi! Hori maaf kali ini aku harus pergi dulu" ucap Momo yang mengajakku pergi

"Tidak apa-apa. Lain kali datang lagi ya!" ucap Hori sambil tersenyum, padahal dulu hamper tidak pernah tersenyum.

"Hori buku ini aku tinggal disini, jika ada yang menanyakan. Suruh aja orang itu untuk mengambilnya dan katakan buku itu jadi miliknya" ucapku sambil memakai jaket dan pergi keluar.

           Saat ini, selain menjadi mahasiswa aku juga menjadi seorang penulis. Dan buku yang aku tinggalkan di café itu adalah buku pertamaku yang menceritakan hidupku yang selalu aku tulis saat SMA dulu, buku itu berjudul IDENTITAS MUSIM PANAS.

TAMAT.

Identitas Musim PanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang