❄ 5. Ruang osis bersama King ❄

161 59 133
                                    

Bila bagi kebanyakan orang, rumah adalah surganya, namun tidak berlaku bagi gadis cantik ini. Alea selalu merasa kesendiriannya bertambah berkali kali lipat jika sudah berada di rumah. Walau rumahnya yang sangat mewah, tetapi itu tak membuat Alea bahagia. Malah ia lebih baik memiliki rumah sederhana namun didalamnya terdapat keluarga yang hangat dan utuh.

Gadis itu kini sedang menikmati hembusan angin malam di balkonnya. Ia sesekali memejamkan mata berharap bisa menemukan wajah ibunya. Namun, ia tak kunjung mendapatkannya juga. Lamunannya kembali membawa dia ke masa kecilnya. Dari sejak kecil ia sudah tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Jika tahu begini, ia lebih baik tidak perlu dilahirkan saja. Walau ayahnya ada, namun Alea tak merasakan kehadiran sosok ayah di hidupnya. Genta, ayahnya itu hanya selalu memikirkan karirnya sendiri.

Alea dibesarkan oleh pembantunya, Bi Ratih. Sebab dari sejak kecil ia sangat ingin memiliki ibu, gadis itu pun memaksa memanggil Bi Ratih dengan sebutan Ambu.

"Non.. ayo makan malam dulu."

Lamunannya seketika buyar saat ia mendengar ucapan seseorang di dalam kamarnya. Alea menoleh dan mendapati Bi Ratih tepat di belakangnya.

"Ngapain toh malem malem berdiri disini? Nanti masuk angin, Non," ujar Bi Ratih sambil mengelus rambut anak majikannya itu.

Alea menatap Bi Ratih dengan senyuman hangat. "Aku mau liat Mami dari sini, Mbu."

Bi Ratih hanya tersenyum.

"Muka mami kayak gimana ya?" tanya gadis itu sambil memandang langit malam.

"Jelas cantik. Seperti Non Lea."

Alea menunduk lesu. Dadanya terasa sesak. "Papi gak pernah bolehin aku buat liat muka mami. Apa karena aku itu penyebab mami meninggal ya, Mbu?"

Bi Ratih kaget dengan ucapan gadis itu. Ia segera membawa Alea ke dalam pelukannya.

"Non gak boleh ngomong begitu. Nanti mami non sedih, lho. Mungkin, Tuan gak mau ngasih tahu Non karena Tuan gak mau Non sedih dan terus teringat sama Maminya."

Lea mepelaskan pelukan itu dan menatap Bi Ratih. "Tapi Mbu, Lea pernah denger papi nelfon sama seseorang. Katanya, kalo Mami gak maksa buat lahirin Lea, Mami gak bakal pergi."

-------------------------------------------

Gadis cantik berlari menuju gerbang sekolah yang sedikit lagi hendak ditutup. Bukan Alea namanya jika pergi ke sekolah tidak kesiangan. Ia bahkan selalu santai di hari hari sekolahnya karena ia memiliki prinsip.

'sekolah sekolah papi gue, anaknya mau dateng kapan pun bebas dong.'

Bahkan ayahnya saja sudah menyerah dengan tingkah laku anak sematawayangnya itu.

"Pakkk!!! Jangan ditutup dulu, dong!" teriaknya saat sudah sampai di depan gerbang. Alea berusaha menahan gerbang yang akan ditutup oleh satpam sekolahnya.

"Sudah waktunya masuk, Neng. Tuh lihat di belakang Neng saja sudah banyak yang kesiangan, jadi silahkan Neng dan anak anak yang lain masuk lewat gerbang samping dan menghadap Ibu Rani," tegasnya. Setelah itu Pak satpam menutup gerbang utama dengan rapat dan menguncinya.

Alea menengok ke belakang. Ia melihat segerombolan anak anak yang terlambat sedang berjalan menuju gerbang samping.

Mau aja disuruh ketemu monster gerbang. -batinnya

Gadis itu melirik sedikit ke arah gerbang samping dan berjinjit untuk melihat siapa yang menjaga gerbang. Sial, ternyata bukan Bu Rani yang menjaganya. Tetapi...

Giffard dan anggota osis lainnya !

Semangatnya untuk lari sudah tak terbendung lagi. Ia langsung menuju gerbang samping dengan langkah kilatnya. Namun, beberapa saat lagi akan sampai, Alea memberhentikan dirinya. Ia menepuk jidat mulusnya seakan melupakan sesuatu.

My Cold King ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang