❄ 24. Martabak Bang Coki ❄

129 32 81
                                    

Giffard merebahkan tubuhnya dengan kasar. Ia mengusap wajahnya perlahan, memejamkan matanya sesekali, pikirannya kini bercampur aduk. Bayang bayang Alea selalu menghantuinya. Walau dengan keras Giffard menolak memikirkan gadis itu lagi, namun tetap saja ia selalu teringat.

Ia kini merasa seperti seorang pengecut yang meninggalkan wanita begitu saja tanpa penjelasan. Hati kecilnya ingin sekali menemui gadis itu dan meluruskan semuanya, namun keadaannya tak memungkinkan. Aretta, Bundanya itu akhir akhir ini lebih protektif dibandingkan biasanya. Giffard takut jika ia menemui Alea, gadis itu pun akan terbawa imbasnya.

Mungkin malam ini lelaki itu membutuhkan ketenangan bersama angin malam. Ia beranjak dari tidurnya, kemudian membawa jaketnya dan keluar kamar. Giffard mencari cari keberadaan Bundanya yang ternyata sedang menemani adiknya belajar.

"Bun?"

Aretta menoleh. Ia mengernyit bingung saat melihat putranya itu sudah rapi mengenakan jaket malam malam seperti ini.

"Mau kemana kamu?"

"Giffard mau izin ke rumah Danny. Ada barang yang ketinggalan."

Lelaki itu memang tidak berbohong. Ada beberapa barangnya yang tidak sengaja terbawa oleh Danny selama pertandingan basket pekan lalu.

"Barang apa?"

"Ghion mau ikut!" Anak itu beranjak dari duduknya dan berlari menuju Giffard.

"Belajar kamu belum selesai, Ghion!"

"Tapi sebentar aja, Bunda. Ghion pusing belajar terus, pengen jalan jalan malem sekali aja," ujarnya sambil memasang wajah melas.

Aretta pasrah. Ia menghembuskan napasnya kasar, lalu keluar dari kamar Ghion meninggalkan anak anaknya.

"Bang, nanti beli martabak ya?"

Giffard hanya mengangguk.

Ghion pun berlari masuk ke kamarnya dan mencari jaket.

Selang beberapa menit, Aretta datang menghampiri mereka sambil membawa kunci motor, sebab Giffard saat ini masih ditahap hukuman dan Aretta belum mau mengembalikan seluruh fasilitas putranya itu agar ia jera.

"Nih. Jangan ngebut. Jangan pulang lebih dari jam 10. Paham?"

Giffard pun tersenyum lalu mencium punggung tangan Bundanya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Dadah, Bunda," ucap Ghion sambil melambaikan tangannya.

"Salim dulu!"

Ghion pun terkekeh dan menghampiri Bundanya, mencium punggung tangan sang Bunda."Assalamu'alaikum, Bunda cantik."

----------------------------------

Setelah selesai mengambil barangnya, kini Giffard membawa adiknya menuju tukang martabak langganan keluarga mereka.

"Rasa apa?" tanya Giffard saat sudah sampai.

Ghion melihat satu per satu menu yang terpampang di gerobak martabak tersebut. Anak itu mengetuk ngetuk dagunya dengan jari seraya berpikir.

"Lama," geram Giffard.

"Mau pisang coklat, tapi atasnya dikejuin bisa gak, Bang?"

Giffard pun segera menghampiri pedagangnya dan memesankan apa yang Ghion katakan.

"Mau makan di mana?"

Matanya berbinar dan menatap sang kakak. "Emang kalo di sini boleh, Bang?"

My Cold King ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang