25. Gereja

2.3K 451 268
                                    

"Saat lo bahagia semua akan terasa berjalan lebih mudah, tanpa beban, dan tanpa sesak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saat lo bahagia semua akan terasa berjalan lebih mudah, tanpa beban, dan tanpa sesak. Makanya daripada goal hidup lo sukses dulu, kenapa gak bahagia dulu?"

—Uci u aa ding ding wala wala ding ding

***

"Ngapain lo?"

"Briel dimakamin di mana?"

"Ngapain? Bukannya gak mau dateng—"

"Ye.. udah." Kalau Caca yang suruh berhenti, ya jelas saja Ceye langsung diam. "Gak jauh kok, lo lurus sampai ketemu blok kedua di kanan. Di sana masih ada Aska. Mau gue antar, Ta?"

Caca masih berkumpul bersama EastCape dan yang lainnya. Sebenarnya, ia datang diam-diam. Berusaha sekali agar Ceye tidak menyadari kedatangannya. Tapi usahanya sia-sia. Ceye tetap melihatnya.

Caca seperti itu sebab merasa waktunya belum tepat untuk bertemu si cowok. Ia pun berencana langsung pergi setelah Briel dimakamkan, namun melihat Ceye yang begitu senang saat dirinya datang membuat Caca tak tega langsung pergi lagi.

Tidak, ia bukannya tak tega, tapi hati kecilnya juga ingin bersama Ceye lebih lama lagi. Mungkin beberapa saat bersama Ceye tidak akan menjadi masalah. Ia bisa bersembunyi lagi setelahnya, seperti yang sudah-sudah.

"Gak perlu, Ca." Neta, yang baru saja datang, mengangguk, lalu menatap Ceye sekilas. "Gue udah di Jakarta dari semalem. Asal lo tau aja."

"Terus kenapa gak ketemu Aska dari semalem? Gak kasian lo?"

"Gue ke makam Briel dulu."

Neta melenggang pergi sebelum Ceye sempat protes. Cewek itu menjadi lebih dingin dari biasanya. Wajahnya juga terlihat lelah. Wajar saja sih, mengingat sejak ia dan Aska bertengkar, tidur Neta tidak senyenyak biasanya.

Untuk jawaban dari pertanyaan Ceye, jangan salah, ribuan kali sudah Neta menimbang haruskah ia bertemu dengan Aska semalam atau tidak. Memikirkan plus dan minus dari bertemu dengan pemuda itu. Dan Neta memutuskan untuk tidak menemuinya.

Ia yakin ada EastCape dengan Aska. Dan ia rasa, mereka jauh lebih pantas bersamanya, menenangkannya, dan menguatkannya. Orang-orang yang lebih tulus pada Aska seperti mereka jauh lebih pantas dibanding orang sepertinya.

Neta sadar diri, dan ia malu.

Hamparan makam tersusun rapi di hadapannya. Dengan tangan menggenggam payung, Neta berhenti di tepi blok di mana jenazah Briel disemayamkan. Pusara kayu berbentuk salib tertancap di ujung makamnya, diisi oleh nama Briel, tanggal lahir, juga tanggal kematiannya.

Ada dua orang berjongkok di sana. Berlindung dalam satu payung cukup besar, berharap hujan tak berhasil menyentuh tubuhnya. Yang satu mengistirahatkan kepalanya di pundak satunya. Sementara satunya itu menepuk-nepuk punggung yang satu dengan mata berkedip. Mungkin, berusaha untuk tidak menangis.

CrestfallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang