23. Rumah Sakit

2.2K 501 363
                                    

You all better give some comment and vote to appreciate this chapter bcs I wrote it in a TransJakarta while desek2an and balancing my self karna w gak dapet duduk sekian dan terima kasih.

You all better give some comment and vote to appreciate this chapter bcs I wrote it in a TransJakarta while desek2an and balancing my self karna w gak dapet duduk sekian dan terima kasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau suka sama orang tuh santai aja. Gak usah terlalu menggebu-gebu dan berapi-api. Nikmatin alurnya, jangan udah nafsu banget pingin milikin. Kalau udah yakin sayang, baru gas. Sekadar mengingatkan aja sih gue🙏🏻."

—Ceye

***

PLAK!

Haduh. lelah, ya.

Aska pikir ia tidak akan pernah mendengar suara tamparan lagi. Apalagi sampai merasakannya. Naas, setelah 2 tahun Aska bebas dari tamparan tersebut, kini ia dapatkan lagi.

Tapi kali ini Aska tidak marah. Pun, melawan. Karena untuknya, ia memang pantas.

"Siapa yang ajarkan kamu jadi laki-laki brengsek, Aska?!"

"Yah, bukan Aska yang—"

"Saya gak menerima alasan!" Potong ayahnya, membentak. "Oke, memang Briel yang menolak mempertahankan bayi kalian. Tapi kamu laki-laki, Aska! Kamu ayahnya! Kamu punya hak untuk melarang! Saya gak pernah mengajarkan kamu jadi laki-laki gak bertanggung jawab seperti ini!"

"Apapun keputusan Briel, kamu tetap salah! Karena kamu yang memegang kesalahan awalnya, yaitu menghamili perempuan yang bahkan pacar kamu saja bukan! Kamu gak tau diri atau gak tau malu?!"

Aska menunduk seperti ada hal menarik di antara kakinya.

Kemarin, Briel memberikan kabar mengenai penyakitnya pada Aska. Saat itu Aska sedang mengerjakan quiz dari dosennya. Dan telepon dari Briel yang berjumlah ratusan sungguh membuatnya terganggu. Tapi ketika ia tau apa yang ingin Briel bicarakan, jangankan marah, bernapas saja sulit.

Semenjak tau Briel sudah menggugurkan kandungannya, Aska langsung meminta pada ayahnya untuk mempercepat keberangkatannya ke Malaysia. Seminggu kemudian, Aska pergi dan memutus semua kontak dengan Briel. Ia tidak menyangka setelah hampir 2 tahun berlalu, Briel menghubunginya lagi dengan berita teramat buruk.

"Saya kecewa dengan kamu, Ka." Perkataan tersebut seperti komando bagi Aska untuk menengadah. Suara ayahnya kini pelan, tidak membentak-bentak. Namun, kekecawaan yang dibawa mampu membuat air mata Aska menetes.

Dulu, ayahnya bilang anak laki-laki harus jadi jagoan. Tidak boleh menangis hanya karena ujian hidup yang diberikan Tuhan. Tapi, bagaimana bisa ia tidak menangis kalau ujiannya seperti ini?

Kalau ujiannya berupa kedua orang tuanya yang menatap penuh kekecewaan saat ia sudah mati-matian berusaha membuat mereka bangga. Tidak tidur berhari-hari demi bisa mengerjakan tugas tanpa mengganggu jadwal panggung EastCape di akhir pekan. Bermalam di studio arsitek dengan segelas kopi murahan dan mie cup demi menyelesaikan maket agar kedua orang tuanya bangga. Dicaci-maki dosen ketika ia bertanya berkali-kali hanya demi memastikan apa yang ia kerjakan sudah benar dan bisa mendapat nilai bagus.

CrestfallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang