Life is a game. You are the main character, this world is the battleground, and the one you love is the most dangerous villain.
***
"Mas Acel kok belum bobo? Neta masih di jalan pulang."
Aska, yang sedang fokus mengemudi, hampir saja tersedak salivanya sendiri mendengar cara bicara seorang wanita yang ia kenal sangat blak-blakan menjadi superlembut dan manja. Ia tak bisa menahan diri untuk melirik kursi penumpang di sampingnya, takut kalau cewek yang ia antar pulang tiba-tiba berubah wujud.
Tapi masih sama, masih Neta yang ada di sana.
"Neta dianternya sama Aska, Mas. Anak EastCape juga... Iya, Neta udah kenal lama kok... Mas Acel udah makan?"
Seorang Queeneta mengalamatkan dirinya dengan nama, bukan 'gue' atau kata-kata kasar lainnya. Seorang Queneeta memanggil orang lain dengan nama, bukan sekedar eh-eh doang atau 'lo'. Seorang Queneeta yang selalu bersikap bar-bar tak terkendali, apalagi jika dipertemukan dengan Ceye, berbicara selembut itu.
"Yaudah, nanti Neta mampir ke minimarket dulu ya, Mas... dadah, Mas Acel!"
Bukan. Bukannya tidak cocok Neta berbicara seperti itu, tapi Aska hanya tidak terbiasa. Atau mungkin tidak menyangka juga. Neta yang dikenal sebagai cewek paling tidak feminim sekampus, baru saja menunjukkan sisi kontradiktifnya.
"Ka, nanti kalau ada minimarket yang masih buka mampir dulu ya. Ada yang mau gue beli," pintanya, membuat Aska yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya, menoleh.
Pemuda itu mengangguk. "Beli apa?"
"Sabun," gadis itu menyengir. "Pas belanja bulanan kemarin Mas Acel lupa beli sabun katanya."
"Oh, lo tinggal sama mas lo? Gue kira sendiri di Malaysia."
"Tadinya sendiri. Tapi awal semester ini Mas Acel balik lagi ke Malaysia, jadi tinggal sama gue. Daripada nyewa apartemen lagi, boros."
Awalnya kakak laki-laki Neta itu menyarankan untuk tinggal di unit apartemen yang berbeda saja. Tidak apa dalam satu gedung apartemen yang sama, asal berbeda unit. Mas Acel merasa Neta sudah cukup dewasa untuk punya tempat tinggal sendiri dan privasi sendiri.
Lagipula selama Mas Acel tidak ada, Neta mampu tuh bertahan hidup. Ya, walau perempuan itu sering menelpon dan mengeluh betapa lelahnya dia membersihkan unitnya sendiri atau mencari makan sendiri di saat ia juga harus mengerjakan tugas, setidaknya Neta masih sehat wal afiat ketika menjemput Mas Acel di bandara.
Selain masalah privasi, alasan Mas Acel ingin pisah unit dengan adiknya adalah, agar Neta bisa hidup mandiri. Perempuan itu semakin berumur, sebentar lagi lulus dan bekerja. Alhena Queeneta bukan lagi anak kecil. Sudah saatnya Mas Acel melepas Neta.
Namun, kepulangan Mas Acel justru jadi peluang besar untuk Neta mengurangi kesengsaraan hidupnya menjadi perantau. Maka dengan segala usaha, segala rengekan, dan alasan, Neta menolak keinginan Masnya. Dan Mas Acel tetap jadi Mas Acel yang tidak bisa menolak keinginan sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crestfallen
Teen FictionAlhena Queeneta Sasmaka berharap untuk pertama kalinya. Lalu, ia tersakiti. Maska Nathanael Alden berharap untuk kedua kalinya. Lalu, ia menyakiti. Ceye Wiranugraha berharap untuk kesekian kalinya. Lalu, ia menyerah. Ini tentang mereka semua yang hi...