It's going to be a lil bit longer so leave some comment!
"Ketika lo punya masalah, selesaikan sebelum berubah jadi masa lalu. Kalau enggak, hidup lo gak akan tenang selamanya."
—Maska
***
"Hahaha, serius Rere keluarnya pakai boxer doang? Hahaha, ada-ada aja deh temen lo.."
"Tau sendiri Rere gimana, haha.."
Sudah berapa lama, ya, Aska tidak mendengar tawa itu? Sepertinya, satu bulan belakangan saja lebih.
Semenjak hubungannya dengan Neta mulai lebih dekat dari biasanya, Aska memang sudah sangat jarang mengobrol dengan Briel. Bahkan, jika ditelepon pun Aska menjawab seadanya saja. Padahal dulu, setidaknya dalam seminggu, ada satu sampai dua kali ia meluangkan waktunya untuk mengobrol bersama Briel.
Sekedar menanyakan bagaimana harinya, saling bertukar cerita tentang kegiatan masing-masing, atau Aska bercerita tentang tingkah teman-temannya yang selalu membuat Briel tertawa.
Aska merasa, menemani wanita itu adalah kewajibannya. Namun, akhir-akhir ini ia malah lupa.
"Gabriella.."
Tawa Briel langsung reda sesaat namanya Aska panggil. Sama seperti tawa Briel yang sudah lama tidak Aska dengar, Briel pun merasa sudah lama sekali Aska memanggilanya seperti itu. Terakhir sekitar 4 tahun lalu.
4 tahun lalu, tepat sebelum Aska pergi.
"Why..." Napas Aska terhela dengan berat. "Why can't you stop.. loving me, El?"
"After everything.. you should've hate me since years ago.."
"But, why can't you?"
Aska mengira, Briel akan menjabarkan jawabannya dengan panjang kali lebar. Cewek itu, dulu, memang selalu menjelaskan semua hal yang menyangkut perasaannya kepada Aska dengan panjang. Sekalian mencuri kesempatan untuk mempersuasi Aska. Siapa tau si cowok bisa jatuh hati juga terhadapnya.
Biasanya, jawaban itupun cepat seolah tidak perlu dipikir dulu untuk menjawab. Karena setiap alasan atas mengapa Briel bisa jatuh pada Aska sudah ada di luar kepalanya.
Tapi, kali ini berbeda. Tidak ada jawaban yang cepat, hanya sunyi mengambang dari ruang kamar inap Briel serta sayup-sayup musik dari apartemen Aska.
"Aska," Tidak juga jawaban yang panjang, "lo sayang gak sama gue?"
Justru mengejutkan.
Aska sontak memijit pelipisnya. Jawabannya sudah jelas, tapi Aska tidak bisa menjawab.
Bukannya sudah cukup Aska menjadi si brengsek di hidup Briel? Haruskah ia juga menjadi si tidak punya hati dan menjawab pertanyaan tersebut?
"Briel, please..," Aska bergumam. "Don't make me hurt you agian.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crestfallen
Teen FictionAlhena Queeneta Sasmaka berharap untuk pertama kalinya. Lalu, ia tersakiti. Maska Nathanael Alden berharap untuk kedua kalinya. Lalu, ia menyakiti. Ceye Wiranugraha berharap untuk kesekian kalinya. Lalu, ia menyerah. Ini tentang mereka semua yang hi...