🌜58. Labil.🌛

33.4K 2.4K 657
                                    

Katanya, mencintai adalah gerbang menuju kebodohan yang sesungguhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, mencintai adalah gerbang menuju kebodohan yang sesungguhnya.

-Ladisya-

¶¶¶

Sejujurnya membicarakan cinta lagi dan lagi terasa membosankan. Mengurai tiap kalimat yang bahkan tak satupun mampu mencakup seluruh makna rasa.

Teruntuk si sabar yang seringkali disia-siakan, anggap saja penyebab lukamu adalah jembatan menuju kedewasaan. Rasa sakitmu adalah bentuk lain dari belajar patah lalu dikuatkan.

Apa yang kini menjadi alasan air matamu bercucuran, suatu hari akan menjadi hal yang pastinya kamu kenang, bahkan mungkin kamu tertawakan.

Kenapa Tuhan kadang tampak senang menarik ulur rasa melalui seseorang, supaya kamu paham jikalau ladang luka itu bernama cinta.

Disya dan Algi duduk setelah rasanya cukup melelahkan berlarian tidak jelas. Nampak di koridor sana ada Naufal bersama Aris dan Pasha tengah bersenda gurau.

Tak jauh dari mereka ada Galins yang bermain gitar ditemani oleh Inara. Tidak dapat dipungkiri jika itu mengundang rasa iri.

"Panas banget hari ini." Algi mengusap keringat di kening Disya, menyelipkan rambut pacarnya yang sedikit basah oleh keringat.

Disya pun mengipas-ngipas wajah menggunakan tangannya. "Iya sih, mana makin gak nyaman gara-gara gerah."

Merasakan tiupan kecil mengenai wajahnya, Disya menengok Algi yang menyengir ke arahnya. "Berasa gak, ditiup kek gitu?"

"Kurang lah, emangnya kamu itu kipas angin." balas Disya kini menarik-narik kerah seragamnya.

Algi yang mulai usil pun terus menerus memberikan tiupan ke wajah Disya, membuat gadis itu sebal. "Diem ih, kamu mau aku tabok, Al?"

Cowok jangkung itu tertawa puas. "Hahah! Kan mau jadi pacar serbaguna, Sya,"

Si pacar tidak mengatakan apa-apa selain bola mata yang memutar malas. Tawa Algi diinterupsi oleh suara ponselnya. Merasa malas untuk melihat isi pesan. "Hp kamu bunyi,"

"Biarin aja, palingan anak grup." balas Algi menikmati sedikitnya sayup-sayup angin.

"Oh..." sahut Disya datar.

Algi melirik gadis di sampingnya. "Coba kamu yang buka hp aku,"

"Ngapain?" tanya Disya.

"Ya liat aja. Siapa tau kamunya curiga, kan?" Algi menyodorkan ponsel pada sang pacar.

Tangan Disya terulur mengambil hp dari Algi. "Curiga kamu bakal macem-macem sih, enggak. Cuma males aja kalo hp kamu jadi asrama cewek."

Setelah dicek, pesan yang berdatangan memang hanya berasal dari grup. Tidak ada yang berpotensi membuat Disya marah ataupun cemburu. Sampai akhirnya ketika Disya akan mengembalikan ponsel itu, kembali berdering.

Warm In The Arms ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang