Jangan keliatan terlalu baik, karena dengan itu Lo bakal dianggap lemah!
-Ladisya-
¶¶¶
Brengsek? Iya, gue akui.
Tapi sejauh ini gue gak pernah bikin cewek nangis.-Algifary-
¶¶¶
"Jangan! Jangan! JANGAAAANN!" wanita dewasa berambut coklat itu terengah-engah ketika sudah sepenuhnya bangun dari tidurnya.
Bulir keringat menetes melalui seluruh pori-pori wajahnya yang terdapat kerutan halus. Begitu juga di keningnya.
"Mimpi sialan!" umpat wanita itu nyalang dengan wajahnya yang sudah merah padam. "Di mana anak pembawa sial itu!"
Bergegas wanita itu menyibak selimut putihnya, kemudian tergopoh meninggalkan kamar bernuansa coklat muda.
Seperti biasa, pintu polos bercat putih itu terbuka karena pemiliknya tidak pernah mengunci pintu. Seorang gadis dengan piyama Hello Kitty tampak begitu lelap.
Seketika itu mimpi indahnya direnggut oleh tarikan keras di kepalanya. "AW! Sakit. Lepasin Disya, Ma."
"Bangun anak jahanam!" marah wanita yang ternyata Mama Disya. Tangannya tak sedikitpun melepaskan sehelai rambut putrinya.
"Ampun, Ma, ampun. Aw!" Disya mengikuti dengan terseok. Gadis itu sudah tahu ke mana ia akan dibawa.
Kamar mandi.
"Jangan, Ma, please! jangan." mohon Disya saat begitu mudahnya ia terduduk di ubin yang dingin tersebut.
"DIAM!" teriak Mamanya penuh penekanan.
Di nyalakan air dingin dari shower, untuk kemudian ia gunakan mengguyur tubuh Disya dari ujung kepala ke ujung kaki.
"Di saat malam saya penuh dengan mimpi sialan itu, anjing kecil seperti kamu enak-enakan tidur! Mimpi kamu!" bentaknya terus-terusan.
"Mama ampun, Ma. Udah Ma, udah!" Disya sudah tak tahu lagi mana air mata dan mana air yang mengguyur tubuhnya yang masih tertutupi piyama.
Selalu begini jika Ibunya sedang ada di rumah. Disya tidak tahu kapan wanita ini kembali dari luar negeri, tapi yang pasti kepulangannya akan membuat Disya serasa di neraka.
"Harusnya dulu kamu mati! Bukan berada di sini! Kamu hanya anak pembawa sial!" sengitnya melengking diliputi amarah.
Jika ini yang membuat Ibunya senang, Disya akan senantiasa ikhlas untuk mendapat siksaan. Hingga kini gadis bermata kehijauan itu tengah mengoles seluruh telapak kaki dan tangannya dengan minyak kayu putih.
Alergi dingin dan mudah terserang hipotermia buru-buru membuat Disya menghangatkan diri. "Hufff... Kaos kaki gue mana, si?"
Tatkala tangannya yang bergetar beralih membuka laci dan menemukan kaos kaki, mata Disya terpaku pada sebuah foto dirinya di masa kecil bersama seorang pria dewasa yang memeluknya dengan erat.
"Papa." gumam Disya mengambil foto tersebut. Foto saat semuanya dirasa belum sesulit ini.
Air mata Disya kembali jatuh, lalu ia usap dengan kasar. "Hai, Pa. Maaf yah, Disya cengeng. Papa apa kabar? Udah bahagia ya di sana? Disya kangen Papa."
"Disya ikut Papa, boleh? Di sini gak adil. Gak ada yang peluk Disya sehangat pelukan yang Papa kasi. Di sini terlalu keras, Pa." sekuat apapun Disya menahan bulir bening itu, tetap saja mengalir.
Akan selalu begini, Disya menangis dan hanya memeluk lututnya. Tidak ada yang memeluknya, membujuknya untuk tenang, pun mengatakan pada Disya jika semuanya akan baik-baik saja.
Disya yang hidup berdampingan dengan segala keterpurukan yang ia miliki.
¶¶¶
Derap langkah yang diusahakan pelan tersebut perlahan terdengar. Pencahayaan remang-remang seolah mendukung aktifitasnya mengendap-endap.
Ctek...
"Baru pulang jam segini, Al?" lampu menyala diiringi suara lembut wanita yang berdiri di tangga terakhir. Wanita itu bersedekap membuat cowok yang ternyata Algi memasang senyum kikuknya.
"Eh, Mama belum tidur ya?" Algi melangkah mendekati sang Ibu.
"Habis nonton balap lagi? Galins lagi yang balap, apa Naufal?" tanya Lilly masih mempertahankan silangan tangannya.
"Galins lah, Ma. Kalo Naufal yang balap sih bisa cepet nyungsep." gurau Algi.
Wajah Lilly berubah lebih serius. "Sayang, Mama gak pernah melarang dengan siapa kamu bergaul, bermain. Tapi ingat, kamu harus tau batasan."
Senyum terusung lembut milik Algi terlalu manis. "Algi udah gede, Ma. Algi janji deh, gak akan macem-macem."
"Ya udah, ini udah jam setengah satu, sekarang kamu istirahat. Biar besok gak telat." titah Lilly mengusap dagu belah putranya.
Tentu saja Algi begitu bersemangat, membuat cowok itu bergegas menaiki kamarnya di lantai dua.
Algi melemparkan tubuhnya ke tempat tidur. Sebenarnya balap liar itu selesai pukul 11 malam, hanya saja kebiasaan Algi adalah bersama Naufal dan Galins menghabiskan waktu di apartemen Galins.
Bukannya tidur, Algi malah merogoh ponselnya dan membuka aplikasi Instagram. Video pertama yang muncul berasal dari akun yang khusus dibuat oleh para murid Pelita Harapan.
Akun resmi sekolah Algi. Di video berdurasi 59 detik itu menunjukkan seorang gadis yang sedang melakukan aksi bullying terhadap adik kelas.
Smirk menghias bibir Algi. "Disya. Cantik sih, Tapi bar-bar. Model fansnya Galins pada gini semua."
Algi menyaksikan video itu sampai selesai, menimbulkan perasaan ngeri pada cowok itu. "Ni cewek enaknya diapain, ya?"
"Cewek saiko!"
🥀🥀🥀
Hueeee awalnya begini cuy! 😁 pengen yang ngegas apa yang nyelow? 😋
Lagi pengen up aja 😂 hmmm... Nextnya kalo LBY tamat (tergantung mood 🤣😂)
Lanjutkan? 🤔😁
Kamis 16 mei 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm In The Arms ✔
Ficção Adolescente"Ketika orang yang paling dibenci, berubah menjadi orang yang paling disayang." Dia yang tidak kamu sukai. Dia yang masuk ke dalam daftar orang-orang buruk dalam hidupmu. Ketika kamu begitu membenci seseorang, Bahkan mungkin kebencian itu menjurus p...