Gadisku, genggam tanganku. Biar kuperkenalkan padamu cerita hidup yang tidak hanya tentang hitam.
-Algifary-
¶¶¶
Keberadaan Algi teramat mengejutkan untuk Disya sambut. Tiba-tiba menarik kedua lengan Disya agar berdiri, dengan sepenggal kata 'ikut gue'.
"Enggak, Al. Gue mohon, lo pergi dari sini sekarang juga." pinta Disya penuh raut masam.
"Enggak." tolak Algi menggeleng. "Gue gak akan biarin lo di sini. Gimana ceritanya tadi lo didorong sampe jatoh. Yang tadi siapa?"
Rasanya begitu tergupuh dan tidak tenang. "Al, gue mohon. Ini urusan keluarga gue, gue bisa atasi semuanya."
Lima detik Algi diam seperti lima jam bagi Disya. Gadis itu gelisah dan takut bila nanti sang Mama akan keluar, kemudian Algi akan menyaksikan sendiri perlakuan buruk untuk Disya.
"Oke, gue pergi. Tapi lo hutang penjelasan." Algi maju mengecup sisi samping kepala Disya, setelah itu beranjak. "Baik-baik, yah."
Percayalah, Algi tidak tenang meninggalkan Disya di sana. Berdiri lalu didorong, kemudian duduk seperti seorang pengemis. Algi pening, serumit apa masalah mereka?
Sesampainya di rumah, sambutan senyum sang Ibu menyambut hangat. Berbeda dengan apa yang Disya dapat tadi. "Ma,"
"Sayang, anak Mama kenapa? Pulang kok cemberut? Keringetan lagi." Lilly mengusap dahi putranya yang banjir keringat.
"Ma, duduk bentar yuk." ajak Algi menggiring Mamanya ke sofa ruang tamu.
Lilly sendiri tidak paham ada apa, namun menurut demi putra bungsunya. "Mau ngomong apa, nak?"
"Pernah gak, dulu Mama ada masalah keluarga sama Oma, atau eyang buyut?" Algi tahu ini terlihat aneh, tapi mau bagaimana lagi. Algi tidak suka berdiam dalam rasa penasaran.
Sebagai seorang Ibu, Lilly berkewajiban memberi jawaban. "Pernah. Sering malah. Kenapa, sayang?"
"Mama didorong sampe jatoh, gak?" kontan mata Lilly membulat, lalu tertawa.
"Enggak dong, sayang... Segala sesuatu lebih enak diselesaikan secara baik-baik. Bicara dari hati ke hati, mendengarkan dengan seksama, melakukan apapun dengan perasaan. Kamu abis menyaksikan sesuatu yang kamu tanyakan?" Lilly balik bertanya.
Algi menggeleng. "Enggak, Ma. Algi ke kamar dulu, yah."
Memperoleh kecupan di pipi, Lilly hanya berpasrah hati melihat putranya meninggalkan. Terlalu hafal karakter Algi yang sejak kecil akan bertanya tentang apa yang dilihat. Ternyata anaknya tidak berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm In The Arms ✔
Fiksi Remaja"Ketika orang yang paling dibenci, berubah menjadi orang yang paling disayang." Dia yang tidak kamu sukai. Dia yang masuk ke dalam daftar orang-orang buruk dalam hidupmu. Ketika kamu begitu membenci seseorang, Bahkan mungkin kebencian itu menjurus p...