🌜38. Tersembunyi.🌛

33.8K 2.6K 561
                                    

Keadilan yang mulai terasa detik ini juga, adalah saat dimana aku merasa semuanya gelap,kemudian dia datang menjadi cahaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadilan yang mulai terasa detik ini juga, adalah saat dimana aku merasa semuanya gelap,
kemudian dia datang menjadi cahaya.

-Ladisya-

¶¶¶

Mata tajam menghunus seperti anak panah tepat pada sasaran. Rambut pirang menyala serta bibir yang tidak pernah tersenyum untuk Disya. Alis yang selalu saja menukik tanda kobaran kemarahan.

Bahkan di luar kepala pun Disya sudah hafal akan apa yang terjadi. Disya tidak pernah ingin menangis ataupun memprotes, hanya saja sebagai manusia semua itu refleks terjadi.

Seakan kebal terhadap rasa sakit, membiarkan sang Mama meluapkan seluruh emosinya pada Disya. Mereka mirip, seperti reinkarnasi berulang. Namun entah kenapa Marie tidak pernah sudi memberikan kasihnya pada Disya.

PLAK!

Sambutan yang bahkan mengerikan selalu Disya telan bulat-bulat semenjak Papanya meninggal. "Tidak tau terimakasih!"

"Ma, Disya tadi—"

"DIAM! DIAM! DIAM!" suara gemertak gigi serta suara teriakan itu mulai membuat mata Disya memanas.

Napas Marie memburu. "Ikut saya sekarang!"

Selamat datang penderitaan. Takdir mulai menertawakan Disya begitu ia terduduk di lantai kamar mandi. Ini juga-lah awal mula Disya sering sakit bila terlalu lama kedinginan.

Penyiksaan sejak kecil, dan bahkan dulu Disya pernah direndam semalam penuh oleh Ibunya yang kejam. "Saya malu punya anak seperti kamu, tidak berguna!"

"Mama ampun! Sakit Ma, ampun, ampun! Aw!" Disya menjerit menghalau dengan tangan. Cubitan dan tamparan kian brutal Disya peroleh.

Sekarang rambut Disya menjadi sasaran lanjutan. Ditarik sedemikian keras sampai air mata Disya meluruh. "Mama udah, Ma... Ampun, Disya gak akan ulangi lagi!"

"Kamu tau, hal paling menjijikkan dalam hidup saya adalah, ketika dipanggil Mama oleh anak jahanam sepertimu!" maki Marie menoyor keras kepala Disya hingga gadis malang itu tengkurap di lantai.

Air mulai mengguyur tubuh Disya, sepatunya ditarik paksa kemudian dilemparkan di wajah serta kepala. "SAYA SANGAT MEMBENCIMU! SAYA MEMBENCI AYAHMU, ANAK ANJING!"

Disya hanya bisa menahan sakit ketika sekujur tubuhnya mulai pegal karena mendapat tendangan bertubi-tubi. "Mama, hiks hiks hiks ... Ampun, Ma..."

Warm In The Arms ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang