🌜68. Akhir Kisah.🌛

49.4K 4.1K 3.8K
                                    

Aku hanya membenci kenapa waktu menempatkan kita pada situasi ini, dimana maaf ku tidak cukup untuk membuatmu kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku hanya membenci kenapa waktu menempatkan kita pada situasi ini, dimana maaf ku tidak cukup untuk membuatmu kembali. Maaf.

-Algifary-

¶¶¶

Perihal luka yang ditutupi senyuman. Tentang rasa sakit yang dibalut tawa. Atau bisa jadi, air mata yang hanya kepada malam kamu dapat memperlihatkannya.

Meremas ujung bantal mu menahan teriakan dan isak tangis, menatap langit-langit dalam ketidakberdayaan. Tenggelam jauh bersama mimpi yang bahkan terlalu mustahil untuk kamu jadikan kenyataan.

Disya tahu bagaimana rasanya berada di posisi itu. Memendam semua penderitaannya dalam kurun waktu yang tidak sebentar.

Terlalu sering menanyakan pada cermin, sebenarnya untuk apa dan siapa ia bertahan hidup? Jawabannya; tidak ada.

Dan mungkin saja, ini adalah puncak dari kesabarannya yang bisa dibilang tidak memperoleh hasil. Disya menyerah untuk segala hal yang ia perjuangkan selama ini.

"Tunggu!" Marie berteriak otomatis menghentikan langkah Disya.

Wanita itu melangkah menuruni anak tangga, sementara Disya tetap di tempatnya tanpa keinginan berbalik. Rasanya begitu menyakitkan melihat punggung bergetar putrinya yang selama delapan belas tahun tidak dianggap.

"Kamu mau ke mana?" pertanyaan itu keluar.

Air mata Disya jatuh lagi. "Ke manapun. Asal Mama ga ketemu aku lagi, ga melihat aku lagi sebagai sumber penderitaan Mama."

"Oh ya?" nada bicara Marie tenang meskipun pipinya basah karena air mata. "Kenapa harus sekarang kamu ingin pergi? Kenapa harus dengan menyisakan pengorbanan untuk saya?"

"Mama layak untuk semua itu. Sebanyak apapun aku berkorban, itu ga akan pernah cukup membayar seluruh penderitaan Mama selama ini hanya dengan melihat kehadiran aku." suara Disya mulai tersendat.

"Trauma yang Mama rasain harus terus terlihat berulang kali cuma dengan mendengar langkah kaki ku. Rasa sakit, luka, yang ga bisa Mama bagi ke siapapun itu karena aku, Ma. Maafin aku yang selama ini ga tau diri."

Marie berpindah dengan berdiri tepat di depan Disya. Menatap tajam ke arah gadis yang tertunduk itu. "Lihat saya,"

Disya menggeleng. Ia tidak sekuat itu menatap mata sang ibu. "Ma, jangan tolak semua yang aku lakukan buat Mama. Selama ini aku hidup cuma untuk Mama, kalo Mama kenapa-napa aku ga akan punya alasan apa-apa untuk tetap di sini."

"Apapun yang Mama lakukan ke aku dari dulu, ga pernah bisa aku jadiin alasan untuk benci ke Mama. Karena Papa selalu bilang, Mama itu baik, meskipun sedikit keras kepala." Disya terkekeh kecil di tengah tangisnya.

Warm In The Arms ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang