BG Music : Tersenyum, untuk siapa?-HiVi!
—••0••—
Rani POV
Duduk disini mengamati awan yang kulewati memang menyenangkan. Kusandarkan punggungku di kursi empuk pesawat yang sedang kunaiki ini. Jujur saja, sebenarnya aku tidak suka. AC pesawat terlalu dingin untuk diriku yang mudah mabuk. Ditambah lagi, di situasi ini rasanya seperti aku sendirian. Sebenarnya, ada teman. Tetapi ia sudah terlelap pulas di kursi sebelahku. Mana tega aku membangunkannya?
Ini semua karena kecerobohanku. Aku terlalu asyik berkutat dengan tugasku sebagai mahasiswa Sastra Inggris, sehingga aku kehabisan stok tiket kereta. Temanku yang bekerja di sebuah agen tiket online, mengatakan padaku bahwa masih ada satu maskapai pesawat yang memiliki dua kursi kosong. Dan beruntungnya, aku diberi promo karena mau memesan dua kursi kosong itu. Untukku dan temanku yang sekarang tertidur pulas ini.
Ya, setidaknya dewi fortuna masih berpihak padaku.
Mau tidak mau, akhirnya aku naik pesawat. Ini pengalaman pertama. Ah, benar-benar kampungan ya. Semua ini kulakukan demi keluarga, kampung halamanku. Sebagus apapun tampak kota atau negeri luar, kampung halaman memiliki lebih dari sejuta momen yang berharga. Dan bagiku, kampung halaman adalah tempat terindah kedua di bumi ini. Tempat terindah nomor satu, diduduki oleh gereja.
Bisa dikata lebay, tetapi memang faktanya aku rindu rumah.
Kedua mataku tetap melihat hal yang sama. Aku mengamati satu persatu kumpulan awan itu, entah mengapa di mataku terlihat unik. Ditengah asyiknya diriku mengamati pesona langit biru beserta anak buahnya, aku terusik akan satu hal yang kubenci seumur hidup. Aku teringat akan satu barang, yang haram dilupakan oleh orang mudah mual sepertiku. Tergesa, aku merogoh-rogoh kolong tasku. Sialnya, tidak kutemukan barang kecil sialan bernama inhaler itu. Beberapa menit aku berpikir, dan memang kebodohanku. Inhaler itu aku letakkan di koper, yang tentunya berada di bagasi sekarang.
Aku tidak bisa menahannya lagi. Isi perutku mendesak keluar sekarang. Aku pejamkan mataku kasar dan kututup paksa mulutku untuk memasukkan sebagian isi perut yang mendesak keluar. Setelah isi perut tidak terlalu memaksa, kurogoh bagian pinggangku untuk melepas seatbelt. Setelah terlepas, aku berjalan pelan keluar dari barisan bangku.
Aku tidak tega bila temanku ini terbangun karena diriku. Tadi pagi, dia rela bangun pagi subuh untuk memasakkan aku bubur ayam. Kenapa aku makan bubur? Kata temanku, aku sedikit demam. Padahal aku tidak merasakannya. Untuk berterimakasih, kuturuti saja acara makan bubur. Dan aku berusaha membalasnya, dengan cara tidak membangunkannya sekarang.
Ketika aku sudah sampai di lorong deretan kursi pesawat, sebuah tangan hinggap di lengan kiriku. Mendadak mengingatkanku akan seseorang yang sekarang bukan siapa-siapa.
"Mau pergi kemana kau ?" tanya temanku yang tadi tertidur pulas, menggunakan logat ala pulau-pulau di luar Jawa. Ia lahir di Jakarta, lahir di keluarga yang dominan orang Betawi, tetapi mahir logat bahasa luar Jawa. Temanku memang langka. Bakat ini ia dapatkan secara tiba-tiba, karena dia dulunya mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mendapat bagian KKN di daerah NTT. Lalisa Kashafina namanya. Jangan kau remehkan dia karena leluconnya yang terlalu konyol, karena dia adalah satu-satunya koass dengan nilai cumlaude.
"Aku kebelet, Lisa" kataku sambil berusaha menahan muntah (lagi). Kau tahu mengapa aku tidak mengatakan bahwa aku mau muntah? Karena, aku tidak mau diomeli. Omelan Lisa itu kompleks, dari A-Z, 1-tak terhingga, bahkan bisa saja dia menyangkut-pautkan dengan kejadian di beberapa tahun yang lalu, yang bisa dibilang sangat sepele.
Diomelin kenapa? Inhaler sialan yang kuletakkan di koper. Itu pasti topik utamanya.
"Iya udah, cepetan. Lisa laper, mau makan" suaranya seperti sengaja diimutkan. Benar-benar membuatku geli. Wajahnya seksi, bibirnya agak tebal, proporsi tubuhnya juga bagus. Badannya juga termasuk tinggi, lalu dia bertingkah sok imut. Tidak cocok.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE REWIND [WenYeol] √
Fanfic[completed] Pernahkah kau jatuh cinta, tapi tak tahu untuk siapa? Memang, cinta ini sudah pernah ada. Dia yang pertama, tapi bukan terakhir untukku. Awalnya, aku meragukan adanya 'cinta kembali'. Tapi ternyata, itu benar adanya. Dan konyolnya, itu...