Sekarang hari Minggu.
Di hari ini, Rani dan Anya pergi beribadah ke gereja. Kalau Lisa? Hari-hari Minggu sebelumnya, dihabiskan untuk menggarap tugas. Merevisi, memperbaiki, bahkan tak jarang dia meminta tolong pada Rani—satu-satunya gadis berjiwa editor yang dikenalnya.
. Biasanya, Rani akan membantu untuk mengoreksi bahasa Lisa. Namun Rani tidak terlalu capek juga waktu membantu Lisa. Karena pada dasarnya, Lisa ini sudah terbiasa mengetik dengan baik dan baku, tanpa singkatan atau typo.
Haha, hanya untuk tugas tulis-menulis saja yang baik. Kalau WhatsApp atau sejenisnya? Biasalah, dua gadis tua ini sering bermasalah dengan keyboard ponselnya. Sudah faktor usia istilahnya.
Itu hari-hari Minggu terdahulu, milik Lisa.
Tetapi sekarang berbeda. Lisa sedang menganggur, tanpa tugas yang menunggu dijamah oleh tangannya. Jadi, yang dilakukan Lisa sekarang adalah mengamati isi kulkas. Ada sekitar lima buah telur ayam, tetapi bisa dimasak apa ya?
"Aha! Udah lama nggak makan panekuk," gumamnya bersemangat. Karena mereka bertiga jarang memakai telur, semuanya Lisa pakai. Lalu dicampur dengan susu, tepung terigu, dan garam sedikit. Ia juga menyiapkan mentega, untuk olesan di wajan.
Tak sampai tigapuluh menit, sekitar lima lembar panekuk sudah tersaji di piring. Ada beberapa lagi yang matang, tapi dipisah di tempat lain. Lisa menuangkan madu untuk topping-nya. Tampak mengkilap dan cantik.
"Huhu, kebetulan banget ngai laper" suara Rani terdengar, diiringi langkah antusiasnya menuju meja. Tangannya hampir menyentuh panekuk-panekuk itu.
"Heh, cuci tangan dulu sana!" Hardik Lisa sambil memegangi pergelangan tangan Rani. Dia langsung pergi menuju wastafel dapur. Huh, selezat itukah tampilannya?
Sepertinya iya. Buktinya Anya juga langsung memakai hand sanitizer, sesampainya di meja makan. Tidak apa-apa, yang penting tangannya sudah bersih. Lalu tanpa ragu, dia mengambil satu panekuk.
"Enak?" Tanya Lisa, sambil bertopang dagu. Wajahnya berhias senyum yang semakin merekah, waktu melihat Anya mengangguk-angguk keenakan. Mendengar gumaman enak dari Rani juga, Lisa langsung mengambil satu panekuk juga.
Hmm, enak! Ah, bangga juga membuat makanan sederhana ini.
"Nya, kok nggak ganti baju?" Tanya Lisa menyadari keadaan Anya—yang masih memakai baju formal. Beda dengan Rani, yang sudah memakai kaus oblong dan celana pendek.
"Bentar dong. Habis ini gue mau keluar kayanya," jawab Anya, sambil mengelap tangannya menggunakan tisu. Dia mengambil ponsel, mulai memotretnya ala fotografer profesional. Iya, seperti foto-foto makanan yang ada di buku menu restoran.
Konon katanya, itu bakat terpendam Anya.
"Heh, nyi tadi janji mau cuci baju! Kabur nyi?!" Refleks, Anya mengernyit keheranan. Sementara itu, Lisa langsung memijat keningnya.
Bahasa apa lagi sih itu? Sudah cukup ya, mereka mumet karena bahasa Rani. Waktu pagi, Rani menyapa "Guten Morgen". Sebelum tidur, Rani mengucapkan "Oyasuminasai". Dan kalau datang mengetuk pintu apartemen kata "Alohomora!" langsung terdengar darinya.
Ini 'nyi' dan 'ngai', bahasa apa coba?
Apa mungkin, Rani terinfeksi oleh cerita fiksi penggemar yang baru ia baca? Kalau tak salah, bahasanya juga campur-campur begitu.
Entahlah, Lisa dan Anya tak kunjung paham.
"Kok diem?" Rani bertanya demikian, sembari beranjak untuk cuci tangan. Rencananya sih, mau lanjut cuci baju. Tenang, dibantu Lisa kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE REWIND [WenYeol] √
Fanfiction[completed] Pernahkah kau jatuh cinta, tapi tak tahu untuk siapa? Memang, cinta ini sudah pernah ada. Dia yang pertama, tapi bukan terakhir untukku. Awalnya, aku meragukan adanya 'cinta kembali'. Tapi ternyata, itu benar adanya. Dan konyolnya, itu...