14. Monokrom

65 18 41
                                    


Happy Reading^^
__________________________

Tepat pukul dua siang, Lisa pergi menikmati angin segar. Walau tak sepenuhnya menikmati, hanya ingin pergi sebentar dari hiruk-pikuk Rumah Sakit. Lisa berharap, jalan-jalan ini bisa melupakan siulan jahat di sekitarnya.

Ia lupa berkaca, bahwa wajahnya pucat. Dan tak sekalipun terpikir, soal belum makan siang. Siang itu hawanya panas, ditambah juga sinar matahari yang teramat terang. Langit biru dan sinar terang itu, membuat suatu kesilauan yang membutakan.

Lisa tak sadar, sudah berapa lama ia berjalan. Pegalpun tak dirasa, malah senang melihat keadaan sekitar. Lisa memang suka berjalan-jalan, tak jarang pula lupa waktu. Bahkan dulu, ketika masih jaman SMA, ia pernah meninggalkan sepeda motornya di toko kelontong. Ya berangkat dari rumah naik motor, pulangnya jalan.

Dia tak sadar, bahwa langkah tak-tahu-arah itu telah membawanya begitu jauh. Hingga sampailah di ruko kecil yang panjang. Jalannya sempit, walau masih berhadapan dengan jalan raya.

Seingat Lisa, salah satu toko disana adalah toko barang antik. Lisa ingin masuk kesana. Tetapi belum masuk, pandangan Lisa mulai kabur. Kepalanya teramat pusing, dunia seakan berputar saat itu. Keseimbangan badannya menurun. Bibirnya semakin kering.

Di dukung angin tak sehat dan sinar matahari itu, Lisa mulai jatuh.

Dan tidak sadarkan diri.

***

"Terus, bisa tahu Lisa disana kenapa?" Tanya Rani, menanggapi Dean yang berkisah tentang pertemuannya dengan Lisa yang pingsan.

"Kebetulan, di sebelah toko barang antik itu ada kios roti. Jaraknya deket banget sama Rumah Sakit gue kerja. Jadi ya, jalan aja" ucap Dean sambil menyeruput kopi hitamnya. Ah, rasanya beruntung sekali Dean membeli roti. Inisiatifnya sendiri, karena stok mi instan di dapur tempat kerjanya sudah habis.

Dan sepertinya, Dean diutus Tuhan. Ada hambaNya yang terkapar lemah di dekat toko roti. Jiwa dokter Dean bergejolak hebat kala itu. Bisa bayangkan bila Dean tidak datang kesana?

Rani mengangguk-angguk sambil bergumam terima kasih. Entah sudah keberapa kalinya, membuat Dean jadi tidak enak. Di lain sisi, Dean memang khawatir dengan Lisa.

Terlebih, awalnya Lisa tak mau makan. Benar-benar tak mau, bahkan Lisa mengomel. Mungkin Dean sudah terbiasa, mengatasi pasien anak kecil yang mogok makan. Dan dengan lihainya, Dean menyuapi Lisa hingga akhirnya patuh.

Pikiran Rani kembali melayang, ke waktu Dean yang berkata bahwa Lisa pingsan dengan air mata mengucur deras. Dean dan Lisa beda Rumah Sakit, tak mungkin Dean tahu tentang masalah Lisa. Kecuali, Lisa yang cerita.

Tetapi apa Lisa semudah itu? Lisa hanya bercerita kepada orang-orang tertentu, seperti dirinya atau Anya. Lisa bertemu Dean juga, hitung-hitung baru beberapa bulan. Dua bulan atau lebih, Rani lupa.

Tak ada salahnya juga bila gadis itu sudah merasa nyaman. Tidak bisa ditebak kan?

"Dean, tahu kenapa Lisa nangis nggak?"

Dean balas menatap Rani, berkedip-kedip aneh. "Tanya atau mau cerita?" Suara baritonnya terdengar, membuat Rani memutar bola matanya.

"Gue tanya. Lisa cerita ke lo, sesuatu gitu?" Rani sedikit memelankan suaranya, sambil melirik untuk memastikan sang pasien masih tidur.

Dean menyandarkan punggungnya di kursi, lalu melipat kedua tangan di dada. Senyumnya terukir lebar, hampir tampak gusinya. Satu kakinya juga naik ke kaki yang lain. "Coba tebak. Mungkin nggak, Lisa cerita ke gue yang baru ketemu aja beberapa bulan lalu?"

LOVE REWIND [WenYeol] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang