Major Lita & Jennie!Maaf banget baru bisa update...
Happy Reading!
_____________________________"Nggak apa-apa kan, tinggalnya disini?"
Lita menatap rumah tingkat yang ukurannya sangat kecil, bila dibanding dengan tempat yang biasa ia sebut tempat tinggal. Jujur, ia sudah tidak peduli dengan hidupnya. Ia tidak peduli mau tinggal dimana, karena pikirnya sudah ingin mati saja.
"Di pinggir jalan juga nggak apa-apa sih."
Si gadis yang tadi menghardik Lita saat siap ditabrak, mengacuhkan kalimat terakhir Lita. "Yuk, masuk. Udah gue booking kamar sebelah gue. Misal maunya ntar tidur bareng, ya nggak apa-apa."
Lita pasrah saja sambil menggeret koper dan menenteng tas ransel besarnya.
Gadis itu adalah Jennie, si perempuan yang memang suka berjalan-jalan malam. Ah, sebenarnya hobi 'jalan-jalan malam' itu juga didasarkan kekhawatirannya sendiri. Dia sering iseng, berjalan agak jauh sampai mentok gerbang gedung apartemen.
Kalau tadi, sebenarnya bukan jalan-jalan malam. Dia kebetulan baru pulang setelah kerja paruh waktu di minimarket, lalu lihat Lita dengan koper besarnya di pinggir jalan.
"Kenapa lo masih mau bantuin gue, sih? Padahal kita udah musuhan."
"Musuhan itu juga, lo yang nganggep kan?" Sahut Jennie cuek, sambil membuka bungkus mi instan. "Lo tiduran sana, biar gue masakin."
"Nggak, gue bantu."
"Serah."
Canggung, jelas dirasakan keduanya. Terlebih sudah bertahun-tahun mereka tidak berbincang, tidak bertemu juga. Jennie senang-senang saja kalau Lita mau diajak untuk tinggal bersama—seperti sekarang. Ya walaupun, akhirnya Jennie menjadi teman Lita semasa susah saja.
Jujur, pemikiran itu datangnya otomatis. Kalau menuruti egonya sendiri, mana mau dekat dengan Lita lagi?
Seusai makan malam, keduanya duduk di ruang tengah sambil menyetel televisi. Entah dorongan apa, perlahan Lita memeluk pinggang Jennie dari samping. "Tck, giliran gini aja udah nempel lagi ke gue. Bangsat kamu, Lit."
Meski begitu, Jennie juga tetap mengusap pucuk kepala Lita. Sudah berkali-kali ditolak untuk berteman, tapi rasa sayang Jennie ke Lita nggak ada habisnya.
"Diem lo, anjing. Lo juga diem aja gue peluk."
Perlahan Jennie tersenyum. "Iya iya, peluk gue semau lo. Semoga gue terus ada buat lo ya. Tapi tolong, jangan jadi temen musiman dong."
Lita terkekeh pelan. " Bukan temen musiman. Gue tuh sebenernya nggak mau tergantung sama orang—"
"Lo tuh egois. Nggak mikir gue, temen yang lo tinggal ini." Sahut Jennie tanpa pikir panjang. Kalimat itu, sudah ia tahan bertahun-tahun sih.
Perlahan air mata Lita tumpah, langsung saja Jennie memeluk erat teman lamanya itu. "Maaf Jen, gue jahat banget."
"Emang," gumam Jennie teramat pelan, dengan air mata yang mulai jatuh juga. Setiap malam sih, dia menangis. Sebenarnya hidupnya baik-baik saja, membahagiakan walaupun tinggal di kos-kosan kecil dan harus bekerja paruh waktu.
Sekarang ini, Jennie jelas ingin mengomeli Lita panjang lebar. Sangat ingin marah, kesal, mencurahkan segala emosinya ke Lita. Ingin juga segera menjauh dari Lita, agar gadis itu merasakan juga yang namanya 'ditinggal teman dekat'.
Tapi jujur saja, melihat keadaan Lita yang habis diusir oleh adik tirinya sendiri itu membuat tidak tega. Perlahan emosinya menghilang, bersisa kata-kata penyemangat dan pelukan hangat untuk teman lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE REWIND [WenYeol] √
Fiksi Penggemar[completed] Pernahkah kau jatuh cinta, tapi tak tahu untuk siapa? Memang, cinta ini sudah pernah ada. Dia yang pertama, tapi bukan terakhir untukku. Awalnya, aku meragukan adanya 'cinta kembali'. Tapi ternyata, itu benar adanya. Dan konyolnya, itu...