Happy reading!
____________________________________
—••0••—
Sang mentari sudah baswara, seakan mengetuk kelopak mata untuk segera terbuka. Padahal mereka tidur sudah teramat larut, dasar bagaskara suka memaksa. Rani yang tertidur di sofa, tanpa sadar mengerjapkan matanya. Hmm, kasihan. Sekarang ia terduduk sambil mengingat-ingat, berada dimanakah dia sekarang?
Dan, sendirian? Seingatnya, yang menginap di apartemen Lita tak hanya dia seorang. Ada Lisa dan Anya—seharusnya. Sedikit lama untuk mengingat kronologi malam kemarin. Hingga akhirnya muncul satu ide pokok dalam benaknya, Lita kemarin pingsan di restoran Jepang.
"Lita?" Tebak Rani sambil mengucek matanya. Ia memastikan, apa benar itu sang tuan rumah? Dan ternyata benar. Lita baru saja mematikan senternya, setelah mengarahkan sinar itu ke mata Rani.
Dikira, sinar matahari. Ternyata, senter.
"Leave me alone," ucap Lita dingin, sambil memakai kacamata bacanya. Ia berjalan menuju entah kemana, lalu membawa beberapa kertas. Sepertinya, itu tugas kuliahnya. "Why didn't you go? Kita satu bangunan, mending kamu balik ke apartemenmu" Lita menegaskannya lagi. Apa? Satu bangunan, ya? Dunia ini sempit, pikir Rani. Lita hanya duduk manis di atas kursi belajarnya.
"Sekarang jam berapa?" Pertanyaan Rani dengan suara sengau itu, membuat Lita mendecak kesal.
"Look forward to the clock," dan Rani langsung menatap lekat sebuah jam dinding. 03:00 WIB. "Ah, come on. Don't you disturb me," suara Lita mengeras, walaupun netranya fokus ke tugas.
Hmm, sebegitu kerasnya Lita mengusir. Kenapa?
"Calm down," Rani merasa tak enak terusir begini. Padahal, ia hanya berniat untuk menemani Lita. Lagipula, tiga gadis itu hanya berniat untuk mengantar dan merawat Lita—bilamana sakit. Rani langsung berdiri, menjauh dari sofa. Ia mengalungkan tas selempangnya yang tergeletak di sofa. Dilihatnya Lita sebentar dengan helaan napas berat, "Are you okay?"
Lita menatap Rani lekat-lekat, dengan mata elangnya. "Kalo gue ngusir lo, berarti gue nggak butuh" ujarnya cuek lalu mengambil sedikit keripik kentang.
Sebenarnya, Rani masih tak tega. Bagaimanapun, Lita masih teman dekatnya—akhir-akhir ini. "Oke, gue balik dulu" Lita hanya mengangguk. Setelah pintu tertutup, Lita tak melakukan apapun selain mengambil sebotol wine dari lemari esnya.
Hey, dia habis mabuk.
Hmm, Lita juga tak memikirkan hal itu. Karena yang penting, kemabukan itu membuat Lita semakin cerdik dan minuman anggur turut mencerdaskannya.
Sementara itu, Rani berjalan sendirian—di lorong apartemen yang gelap. Ia memaklumi perihal Lisa dan Anya, yang mungkin sudah terlelap di apartemen. Hari kemarin sangat melelahkan, walau hanya berkeliling di pusat perbelanjaan. Setelah dipikir-pikir, mereka tak jadi makan di restoran Jepang. Sayang sekali, Rani ingin ramen.
Walau hanya berjarak satu tingkat, tetap saja melelahkan. Jarak apartemen Lita dengan tangga terlampau jauh. Terlebih lagi, sekarang dingin. Dan Rani ingin ke kamar kecil. Akhirnya, Rani menemukan toilet wanita dekat tangga.
"Hai, Rani" sapa sebuah suara yang tak asing. Rani yang setengah mengantuk—dan overthinking tentang Lita, hanya menoleh kanan-kiri dengan tidak panik. Ia menilai, mungkin halusinasinya saja. Ketika ia berkaca, terlihat sebuah bayangan hitam. Sepertinya orang berambut panjang. Tekstur rambut itu, basah. Mata Rani seketika membulat. Secara kilatpun, Rani menoleh ke belakangnya.
Kosong.
Dengan hati-hati, kepala Rani kembali menoleh ke cermin. Hingga akhirnya, "Huwa!" Seru pendek Rani, terkejut. Tampak seorang Lisa yang menyorot wajahnya dengan senter ponselnya—tampak mengerikan, terlebih dengan seringai yang semakin lebar. "Anjir, gue kira siapa!" Dan muncul dari salah satu bilik kamar mandi, Anya sambil tertawa. Lisa dan Anya tertawa bersama, terkecuali Rani. "Lo yang tadi gue lihat di cermin?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE REWIND [WenYeol] √
Fiksi Penggemar[completed] Pernahkah kau jatuh cinta, tapi tak tahu untuk siapa? Memang, cinta ini sudah pernah ada. Dia yang pertama, tapi bukan terakhir untukku. Awalnya, aku meragukan adanya 'cinta kembali'. Tapi ternyata, itu benar adanya. Dan konyolnya, itu...