PROLOG

1.1K 90 65
                                    

Dua pasang mata sendu itu memang sama. Diameter bola mata, warna bola mata, ukuran sedang, dan lentik bulu mata. Semuanya sama. Yang berbeda hanyalah kadar air mata dan arah pandangnya. Kadar air mata milik anak Hawa lebih tinggi dibanding anak Adam. Arah tatap mereka seperti vektor AB dan BA pada letak titik yang tidak berubah. Bisa disebut berbalik arah atau bertolak belakang. Singkatnya, mereka bertatapan.

Ah, selain arah tatapan, pikiran mereka juga bertolak belakang.

Suara rintik hujan mengisi keheningan—ah tidak. Hanya ruang siaran yang hening. Ruangan lain ramai, karena sibuk menyiapkan acara HUT kampus mereka. Tetapi keramaian luar tidak mengganggu acara hening dua makhluk Tuhan ini. Ruang siaran adalah ruangan yang paling kedap suara. Teramat kedap hingga detak jantung dan senyum mereka ikut teredam.

"Jadi bagaimana, kau benar ingin meninggalkanku sendirian?" tanya Rani—nama anak Hawa tersebut—dengan suara parau. "Setelah kau mengetahui bagaimana kondisi hati ini setelah berpisah nanti?"

"Sungguh, gue gak mau peduli lagi. Kita beda takdir beda nasib, dan kayanya kita ga bisa satu jalan" suara serak Tian—nama anak Adam tersebut—agak keras.

"Kita tidak ditakdirkan untuk bersama"

Napasnya tercekat, lalu terbuang percuma. Ada suatu hal nun jauh disana yang mencekik leher Rani dari dalam. Kata-kata Tian ini, sungguh Rani tidak bisa menentukan benar atau salah. Tian mudah percaya takdir. Dan kata 'takdir' itu, memiliki konotasi yang buruk. Kata-kata Tian meledakkan kestabilan hati Rani. Terguncang? Iya. Sakit? Tentu saja.

"Ah, baiklah. Silahkan p-pergi, sesuka h-hat-hatimu saja" ucap Rani pasrah. Terputus-putus karena tergugu.

"Oke, baiklah" berkebalikan dengan Rani, Tian malah terlihat santai. Tatapannya mengartikan suatu hal yang berbeda. Tatapan mengejek? Mungkin, bisa jadi. "Gue pergi dan ga balik. Kangen gue? Sorry, dear. Ga terima mantan" ucapnya dengan nada ramah, jauh berbeda dengan ekspresinya yang seperti mati rasa. Jangan lupakan tatapan remehnya, itu menusuk.

Setelah sang anak Adam menghilang dari balik pintu ruang siaran, barulah isak Rani mulai terdengar. Lagu di ruang siaran terus terputar secara acak, tanpa henti. Dan entahlah, betapa pekanya pemutar musik. Komputer itu tiba-tiba memutar lagu. Four Seasons.

Did I even really love you ?

Potongan lirik itu berputar-putar di kepalanya. Sesaat, Rani merasakan pusing yang luar biasa. Sambil mengusak kasar rambutnya, matanya tak berhenti menangis. Tangisan di dalam diam. Frustasi, ia memaksa dirinya untuk berdiri. Berbalik lalu mematikan lagunya kasar. Suara merdu Kim Taeyeon pun terpaksa berhenti.

Ia langsung mengambil tas dan membuka pintunya paksa. Melesat keluar dengan perasaan yang sulit diartikan. Tak sedikit orang yang memandangi Rani aneh. Mata merah, rambut acak-acakan, wajah pucat, ekspresi datar, dan sebagainya yang tidak enak dipandang. Sebegitu kacaunya, akibat putus cinta.

Sebenarnya, dia memang masih cinta kepada Tian. Akhir-akhir ini sibuk, jadi mereka jarang sekali beradu pandang atau saling menyapa. Sekalinya bertemu, Tian selalu bermain game. Menganggap tidak adanya kehadiran Rani. Maka, Rani merasa digantung. Ia merasa tidak ada kepastian. Tiba-tiba, hari ini Tian datang ke ruang siaran. Memeluk Rani singkat lalu berkata dengan serius. Ia meminta maaf, juga berkata bahwa Tian merindukan Rani, dan tiba-tiba ia membicarakan takdir, lalu berakhir dengan acara ia menggunting tali percintaan antara dirinya dan Rani. Semuanya dikatakannya dengan ekspresi datar, tanpa adanya cinta dari tatapan matanya. Yang ada, dahinya mengkerut. Bayangkan, betapa seriusnya dia berkata demikian.

Rani berjalan dalam kesendirian, merenungi betapa kelam kisah cintanya. Teramat kelam, hingga awan dan semesta ikut menangisi kisah cinta Rani. Hati Rani masih meragukan, apa benar akhir dari dirinya dengan Tian sekonyol ini? Apa benar sesederhana ini? Rani yakin sepenuh hati, bahwa masih ada akhir lain. Demi akhir yang lebih logis, Rani tetap membiarkan hidupnya seperti air. Mengalir kemanapun alur jalan hidupnya.

Dan benar, ini adalah permulaan.

Untuk akhir, yang lebih logis.

—••0••—

Haruskah ku memulai tuk melepaskan ?

Harapanku bersamamu biarlah menjauh

Mungkin kita 'kan bertemu lain waktu di alam yang baru.

-Isyana Sarasvati 'Ragu Semesta'-

—••0••—














Makasih banyak yang sudah read.
Btw, jejaknya jangan lupa ya kak^^

LOVE REWIND [WenYeol] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang