Episode 1: Seyi yang ceroboh

7.1K 680 10
                                    

Deretan lampu jalan di Seoul menyala seluruhnya, matahari telah terbenam sempurna. Hembusan angin semakin dingin dan menusuk.

Park Seyi berjalan seorang diri dengan kedua tangan bersembunyi di dalam saku jaket.

"Aku harus kemana lagi?"

Seyi mengeluh. Sedari keluar dari perpustakaan kota ia hanya berjalan tanpa ada tujuan.

Ia akan berhenti ketika melihat makanan pinggir jalan yang lezat. Entah berapa macam makanan telah masuk ke dalam perutnya.

Kakinya juga akan otomatis berhenti saat melihat kucing pinggir jalan, menyapanya sebentar lalu melanjutkan perjalanan.

Seyi ingin pulang, tetapi dia harus menunggu ibunya di halte pukul 8 malam, sementara saat ini baru pukul 7 malam. Masih ada satu jam sebelum ibunya pulang.

Drrtt...Drtt...

Ponsel di saku Seyi bergetar, dengan cepat ia membuka dan membaca pesan yang baru saja masuk, berharap itu pesan dari ibunya yang akan tiba lebih awal.

"Nuna, aku akan menginap di rumah temanku. Bilang pada ibu aku akan pulang esok pagi."

Tidak seperti yang diharapkan, itu pesan dari adiknya. Seyi berdecak sebal. Seyi yakin adiknya menginap untuk bermain game semalaman bersama temannya itu. Seratus persen Seyi yakin.

Hari ini Ibu Seyi mengunjungi nenek di Ulsan. Namun saat Seyi mengantarkan ibunya ke stasiun dan kereta yang ibunya naiki sudah berjalan, ia baru teringat belum meminta kunci rumah pada ibunya. Karena itu ia harus menunggu ibunya agar nanti bisa pulang bersama.

Akhirnya Seyi memilih duduk di bangku pinggir jalan sambil memandangi kendaraan yang berlalu-lalang.

"Akan sangat bagus jika nanti aku punya kendaraan pribadi juga," keluhnya pada diri sendiri.

Lama-lama Seyi merasa pusing melihat kendaraan-kendaraan yang lewat di hadapannya. Seyi mengeluarkan buku catatan kesukaannya dari dalam tas. Buku catatan itu berwarna merah dengan gambar kupu-kupu biru pada sampulnya. Seyi membuka halaman terakhir yang ia tulis.

'Hakuna Matata'

Artinya, no worries.

Itu adalah kata-kata yang Seyi tulis tadi saat di perpustakaan. Bagaimanapun, Seyi tetap mengkhawatirkan banyak hal, terutama masa depannya.

Saat memandangi tulisan itu, setetes air jatuh di atas kertasnya. Seyi menatap ke arah langit, tidak ada bintang yang terlihat di sana, itu berarti awan tebal menutupinya dan hujan akan datang.

Rintik air semakin cepat membesar dan bertambah banyak. Orang-orang berlarian dan berlomba mencari tempat untuk berteduh membuat Seyi ikut berlari sambil memeluk bukunya agar tidak basah.

"Seyi!!!"

Seyi berhenti sejenak dan berpaling ke arah suara yang memanggilnya. Di sisi kirinya berhenti sebuah mobil VW Arteon berwarna abu-abu, jendela bagian depannya terbuka menampakkan wajah seseorang yang duduk di kursi pengemudi.

"Yebin?"

"Ayo masuk, hujannya semakin deras!"

Tanpa pertimbangan yang panjang Seyi segera masuk ke dalam mobil sahabatnya, Son Yebin.

"Kau dari mana saja hari ini? Setiap kuhubungi kau selalu saja sedang sibuk."

Yebin memulai perbincangan, sahabat Seyi itu mencebikkan bibirnya protes kepada Seyi.

"Dari perpustakaan kota, sudah lama aku tidak membaca buku di sana."

"Luar biasa, minggu depan kau akan wisuda dan masih saja ke perpustakaan?!"

"Aku sedang bosan saja, menunggu pemberitahuan lamaran pekerjaanku diterima atau tidak membuatku bosan."

"Baiklah, baiklah. Sekarang ayo kita turun."

Baru sebentar rasanya Seyi masuk ke mobil Yebin, kini mereka sudah berhenti di sebuah hotel mewah. Seyi mengernyitkan dahinya melihat Yebin yang sudah lebih dulu turun dan masuk ke dalam hotel.

"Ya! Kenapa kita ke sini?"

Seyi bertanya setelah berhasil menyeimbangi langkahnya dengan Yebin.

"Ada seseorang yang harus kutemui. Kau mau menunggu sebentar, kan? Tidak lama, kira-kira 15 menit."

"Eung, aku tunggu di sini." jawab Seyi sambil memandangi Yebin yang terburu-buru memasuki lift.

Beberapa menit Seyi lewati dengan membaca majalah di lobby hotel, tiba-tiba ia merasa tidak bisa lagi menahan kantung kemihnya yang terasa penuh. Dengan cepat Seyi berlari ke arah toilet.

Bruk!

"Astaga! Maaf, aku sungguh tidak sengaja,"

Seyi membungkuk sembilan puluh derajat kepada orang yang tidak sengaja ia tabrak saat akan berbelok ke lorong toilet.

"Kau minta maaf karena tidak sengaja menabrakku atau karena sudah menghancurkan ponselku?"

Seyi mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak. Lelaki itu mengenakan kemeja putih tanpa dasi dan celana kain berwarna krem. Kulitnya putih dan rambutnya hitam mengkilat. Seyi tidak menabrak orang yang penting, kan?

Krek!!!

Suara itu terdengar dari arah bawah sepatu Seyi saat ia akan berjalan mundur. Seyi melirik apa yang ada di bawah kakinya.

"Ponsel?! Astaga, maafkan aku juga untuk yang satu ini..."

Seyi mengambil ponsel di bawah sepatunya lalu menyerahkan kepada lelaki itu sambil sekali lagi membungkuk meminta maaf.

Layarnya pecah, sangat pecah.

"Buang saja!" kata lelaki itu kemudian berlalu dari hadapan Seyi.

"Buang?"

Seyi bertanya dengan sedikit memekik. Sekaya apa lelaki itu sampai harus membuang ponsel? Tapi yang ditanya sudah berjalan menjauh dari lorong toilet sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

Seyi menatap kecut lelaki itu, "Dia pikir itu keren?"

"Aku dengar!"

Seketika mata Seyi melebar mendengar lelaki itu membalas ucapannya, padahal Seyi berbicara dengan lirih.

Lelaki itu berhenti melangkah, ia berbalik dan menatap Seyi.

"Kau ingin aku memaafkanmu?" katanya.

Seyi mengernyit, "Tidak juga, yang penting aku sudah meminta maaf. Itu urusanmu ingin memaafkan atau tidak."

"Jika hanya dengan kata 'maaf' semua masalah bisa selesai, untuk apa gunanya hukum dan penjara?"

Cerdas sekali jawaban lelaki itu. Ekspresi yang datar dan tatapannya yang tajam membuat Seyi agak merinding.

"I—itu ak—" Seyi mengutuk dirinya yang tiba-tiba gagap dan tidak tahu harus berkata apa.

"Perbaiki ponselku seperti semula, kembalikan padaku jika sudah selesai."

Lelaki itu melanjutkan langkahnya, meninggalkan Seyi yang kebingungan.

"Tadi minta dibuang sekarang minta diperbaiki," Seyi bergumam.

Tiba-tiba Seyi teringat sesuatu yang penting. "Hei! Kemana aku harus mengembalikannya?! Dimana tempat kerjamu?!" tanya Seyi sedikit berteriak karena jarak mereka yang semakin jauh.

Perkataan Seyi membuat lelaki itu kembali berhenti dan terdiam sejenak. Kali ini ia tidak berbalik, ia berkata, "Cari sendiri! Aku beri petunjuk. 'Suga'."

Baik, Seyi tidak akan bertanya lagi. Sekarang Seyi harus mencari cara bagaimana mendapatkan uang untuk memperbaiki ponsel mahal di tangannya ini.

RICH MIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang