Episode 31: Hilang

3.6K 478 7
                                    

Kamu tahu?
Vote dan comment kamu itu buat aku semangat menulis (◍•ᴗ•◍)





"Bagaimana bisa secepat itu prosesnya!"

Seyi mengangkat ringan kedua bahunya pertanda dirinya juga tak mengerti. "Semuanya dilakukan oleh pamanku dan aku hanya mengikutinya."

"Pamanmu yang pegawai negeri itu, ya?"

"Iya, semua kakak ibu kan pegawai negeri," jawab Seyi lirih.

Yebin mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan. "...kau sendiri bagaimana?"

"Apa?"

"Masih berjuang untuk menjadi pegawai negeri juga?"

Terdengar nafas Seyi yang dibuang halus ke udara. "Menjadi pegawai negeri, sebenarnya itu impianku atau impian ibuku, aku belum menemukan jawabannya. Tapi sampai saat ini aku masih belajar untuk ikut seleksi tahun depan."

"Kau pasti bisa! Aku percaya!"

"Jangan mengucapkan itu. Itu malah menjadi beban untukku."

Cukup lama keduanya bercerita banyak hal. Awan malam yang cerah di Seoul berbanding terbalik dengan awan mendung yang menyelimuti Pulau Jeju. Seyi semakin merapatkan selimutnya. Lalu kalimat selanjutnya yang datang dari Yebin membuatnya terpaku.

"Masih belum ada kabar darinya?"

Seketika dalam pikiran Park Seyi terlintas bayangan lelaki yang membuat dirinya berat meninggalkan Seoul. "...mungkin dia sangat sibuk dan tidak sempat melihat ponsel." ucapnya dengan tenang.

"Maksudmu dia tidak melihat ponselnya selama berminggu-minggu? Bagaimana bisa! Aku saja tidak pegang ponsel selama satu jam rasanya hampir gila."

"Kau kan pengangguran, tidak ada kerjaan selain bermain ponsel."

"Hei! Kau juga pengangguran sekarang!"

"Sudahlah, aku mau tidur."

Ucapan selamat malam yang hangat menjadi kalimat terakhir yang didengar sebelum panggilan itu berakhir.

Seyi kembali termenung. Batinnya berujar penuh harap.

"Setidaknya datanglah ke mimpiku dan katakan kau baik-baik saja, Min Yoongi..."


***

 
"Yoongi..."


Tak ada jawaban.


"Yoongi-ya..."


Tak ada pergerakan.


"Min Yoongi!!!"

Teriakan itu akhirnya membangunkan sosok yang dipanggil. Sosok itu menggeliat sembari berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata kecilnya.

"Demammu sudah turun. Ini makanlah dulu! Kau belum makan apa pun dari semalam."

Hajun mengambil handuk kecil di kening Yoongi dan meletakkannya di atas nakas. Kemudian ia berniat membantu temannya itu untuk duduk di kasur, tetapi bukannya bangkit Yoongi malah menepis tangan Hajun dan tidur membelakanginya.

"Yoongi, bangun! Ibumu sedang ada urusan dan beliau memintaku untuk memastikan kau makan bubur ini. Makanlah! Apa kau tidak kasihan melihat ibumu bolak-balik untuk memberimu makan tapi kau malah mendiamkannya sampai basi?!"

Hajun berkata panjang lebar namun tak ada balasan apapun dari makhluk di depannya. Hajun mulai kesal lalu ia menarik paksa tubuh Yoongi untuk duduk di kasur.

Begitu melihat keadaan temannya itu helaan panjang keluar dari Hajun. Min Yoongi sangat berantakan. Wajahnya kusut dan berminyak, matanya bengkak, bibirnya pucat, begitu pula kulitnya turut bertambah pucat.

"Sudah cukup menyiksa dirimu, Yoongi! Lihat sekarang kau malah sakit dan merepotkan orang lain." Hajun meletakkan meja kecil di depan tubuh lemah Yoongi lalu melanjutkan, "Aku tahu kau gila kerja sampai-sampai jadwalmu bulan ini sangat penuh dan kau tidak cukup istirahat. Kau tahu, sekretaris dan karyawanmu lainnya kewalahan karena kelakuanmu itu! Sekarang kau harus istirahat total! Kumpulkan akal sehatmu baru kau bisa kembali bekerja!"

"Keluarlah. Berisik." 

Akhirnya Yoongi buka suara. Suara beratnya semakin berat dan serak.

Hajun mengangguk. "Oke. Sepertinya kau sudah cukup sehat." katanya setelah mendengar ucapan tajam Yoongi. "Aku pergi. Ingat! Aku pergi karena aku harus bekerja, bukan karena perintahmu!"

Yoongi bernafas dengan berat. Tangannya bergerak mengambil sendok lalu mengaduk-aduk bubur di depannya dengan gerakan yang sangat pelan.

"Kau harus sehat, Min. Ada seseorang yang sedang menunggumu. Jangan sampai kau menambah kekecewaannya."

Tangan Yoongi berhenti mengaduk bubur seiring terdengarnya suara pintu yang ditutup rapat. Sorotnya beralih menatap ponsel di atas nakas. Ada dua ponsel. Dan salah satu darinya sengaja tak Yoongi sentuh hingga ponsel itu mati sebab daya baterai yang sudah habis.

"Maafkan aku," lirihnya.


***


Pagi hari sendirian di rumah. Seyi sedang ingin bermalas-malasan karena itu ia memilih tidak ikut ayahnya ke restoran ataupun ikut bibinya menyelam mencari berbagai hewan laut untuk kebutuhan bahan makanan di restoran.

Setelah meletakkan semua cemilan yang ia punya di atas meja ia duduk di sofa sambil menyalakan televisi.

Tidak ada acara yang bagus. Drama yang ditayangkan ulang juga membosankan. Tangan Seyi menekan-nekan tombol di remote untuk mengganti saluran tetapi tiba-tiba gerakannya terhenti saat melihat seseorang yang ia kenal muncul di salah satu acara televisi.

"Anda sudah menulis banyak lagu dan semuanya selalu merajai chart musik,"

Seorang jurnalis wanita berkata pada pria berjas hitam. Kemudian terlihat pria yang tengah diwawancarai itu tersenyum kecil.

"Saya tidak bekerja sendiri. Ada teman-teman produser dan komposer lainnya yang juga bekerja keras dalam pencapaian ini."

Min Yoongi. Dia tampak sehat dan baik.

Hati Seyi menghangat melihat itu semua. Ia tak mendengarkan apa yang sedang dibahas di televisi, yang ia pedulikan adalah Yoongi. Suaranya. Senyumnya. Tatapannya.

Perlahan pandangan Seyi mengabur karena air mata yang ia tahan di pelupuk mata.

"Aku merindukanmu,"










Winter tambahin media di atas. Udah lihat belum?
Gimana? Yoongi masih tampan?


Tambah satu lagi saat pak bos Suga diwawancara off air .,.

,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RICH MIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang