- 3 -

814 121 5
                                    

[Karakter, tempat, dan alur cerita hanya fiktif belaka]

🐈🐈🐈

"Kenapa sih muka lo suram amat? Masih pagi juga."

Sedari tadi Zweitson memperhatikan wajah Fajri yang terlihat kesal. Fiki yang tengah asik bermain game jadi ikut memperhatikan.

"Mikirin utang kali," sahut Fiki.

"Brisik lo berdua!"

"Eh? Celana lo kok kotor?" tanya Fiki. Ia meletakkan ponselnya, lalu fokus melihat celana Fajri yang kotor dibagian lutut.

"Jatoh, gara-gara cewek rese!" Jawab Fajri menekankan kata 'cewek rese'.

"Wah! Siapa, tuh?" Zweitson penasaran.

"Gak tau, gue gak kenal. Yang jelas rese banget. Udah salah, marah-marah pula."

"Wah wah, dia kenapa, tuh? Ceritain, dong!" Zweitson dan Fiki tampak sangat penasaran.

"Jadi, tadi pas baru masuk gerbang, tuh cewek ngejar-ngejar kucing, terus kucingnya lari kearah gue. Dia udah ngintruksi gue sih buat minggir, tapi gue kan kaget, jadi gak sempet ngehindar. Dia juga gak bisa nge-rem. Ya udah nabrak."

"Dia lari pake motor?" tanya Zweitson polos.

"Et dah, lari pake kaki lah masa pake motor," elak Fiki.

"Abisnya lo bilang nge-rem," jawab Zweitson merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya.

"Hahaha. Temen siapa si ini?" ucap Fajri tertawa.

Zweitson ini kebangetan polos apa gimana ya?

"Udah lanjut aja, terus gimana lagi?" Fiki makin penasaran.

Kringgg.. kringgg...

"Yah, udah bel," ucap Fiki kecewa.

"Ntar gue lanjut ceritain," ucap Fajri yang dibalas anggukan oleh kedua temannya.

Zweitson langsung pergi ketempat duduknya. Sedangkan Fajri dan Fiki tidak, karena mereka memang duduk sebangku.

***

"Menurut gue, elo yang salah lah," ucap cewek berambut pendek sebahu itu.

Setelah mendengar cerita Kinan, Zara sudah menyimpulkan demikian. Bukannya tidak membela, tapi memang sahabatnya itu salah.

"Kok gue, sih?" sahut Kinan tidak mau disalahkan.

"Gak boleh egois, Nan. Semua orang yang denger cerita lo juga bakal menyimpulkan kalo elo yang salah."

Kinan mempoutkan bibirnya, "tapi lutut gue jadi luka gara-gara di-"

"Gara-gara lo sendiri! Itu kecerobohan lo sendiri," potong Zara. "Kalo ketemu dia mending lo minta maaf," lanjutnya menyarankan.

"Ahh! Gue gak tau dia anak kelas berapa dan gak peduli juga, sih."

"Terserah lo, deh. Udah sini lukanya di obatin dulu, masih perih gak?"

"Sedikit."

"Makanya jangan ceroboh! Besok-besok tahan, kalo ada kucing gak usah disamperin, gak usah dikejar-kejar," ucap Zara sambil membersihkan luka sahabatnya. Kemudian memberi obat merah dan menempelkan plester pada lututnya.

Kinan tertawa, "Haha, elo mah ngeledek."

"Coba deh lo itung udah berapa kali luka gara-gara kucing? Bekas cakaran dimana-mana. Belom sembuh udah ada lagi. Sampe gue bela-belain bawa ginian buat jaga-jaga." Zara mengangkat kotak obatnya.

Kucing | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang