Jung Jaehyun tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat diberitahu bahwa salah satu tombak itu bisa menjadi tiang pajangan bagi kepalanya yang berharga.
Dia sudah lama tahu bahwa fairy tidak mengikuti hukum-hukum manusia. Mereka tidak punya polisi, hanya pengawal. Penjara digunakan bagi tahanan yang dinilai masih diperlukan. Kalau tidak, kau akan langsung dimusnahkan, dipaksa mengucapkan selamat tinggal pada dunia. Tapi tetap saja, mengetahui lebih dekat lagi kehidupan fairy, memberinya motivasi lebih untuk menjaga lidahnya. Bagaimanapun, dia lebih suka kepalanya tetap berada di tempatnya.
"Peringatan yang bagus," seru Jaehyun pada Johnny. "Aku sungguh mengerti sekarang betapa kejamnya kaum kalian."
Alih-alih tersinggung, Johnny justru terlihat puas. "Bagus. Karena aku tidak punya waktu untuk mengkhawatirkanmu."
"Aku bisa menjaga diriku sendiri." Namun sedetik setelahnya, Jaehyun meragukan ucapan itu.
Di sebelahnya, wajah Doyoung terpilin membentuk ekspresi gusar, terlihat jelas dia tidak nyaman.
Jaehyun penasaran apa yang sudah temannya lakukan dan apakah itu akan membuat kepala mereka jadi pajangan bersama-sama seandainya nanti dengan bodohnya ia kehilangan kendali atas mulutnya.
Dengan langkah ragu yang sama, mereka mengekori Rose dan Johnny memasuki ruangan yang keseluruhannya berwarna putih sampai batas antara dinding dan atap tampak kabur. Pilar-pilar tebal yang terlilit jalinan bunga pink berdiri setiap beberapa meter dan di satu sisi, ada jendela terbesar yang pernah dilihat Jaehyun, dengan pola-pola lingkaran atau segitiga atau bintang yang menutupi permukaannya, sehingga saat matahari terbenam atau terkena cahaya bulan, Jaehyun bisa membayangkan betapa cantiknya tempat ini.
Dimana-mana ada fairy yang menatap mereka tidak ramah yang tidak memakai glamour. Keindahan mereka saat bersama-sama nyaris tidak tertanggungkan sampai-sampai Jaehyun menunduk sepanjang waktu.
Jujur saja, dia agak lega sekaligus tegang, menanti dengan antisipasi yang meningkat ketika sebuah pintu kayu lain menanti mereka. Tak ada satupun barang-barang yang terbuat dari besi atau baja di sini. Tak ada satupun yang bisa menyakiti para fairy.
Kali ini, Jaehyun bisa membaca ukiran di pintunya, berupa gambar manusia-manusia yang tergeletak di kaki seorang wanita yang meski dibuat tanpa wajah, sudah terlihat cantik.
Tidak bagus...
Menarik napas panjang sebelumnya, Johnny mengambil bagian memnuka pintu itu, menampakkan ruangan yang dari langit-langitnya, menjuntai kain-kain putih yang melambai-lambai. Tidak semonoton ruangan pertama, di sana ada sebuah kursi emas berhias daun-daun mungil serasi dan mawar-mawar segar nan menawan.
Juga kolam.
Kolam besar yang permukaannya ditutupi beberapa tangkai teratai yang salah satunya dipegang oleh seorang wanita yang berkilau lebih terang dari emas apapun.
Wanita itu menggelung rambutnya dengan gaya half-ponytail, sehingga anting-anting berliannya tampak oleh semua orang. Gaun putih tanpa lengan membalut tubuhnya dengan sangat pas, di bawah kalung yang bandulnya berbentuk tetesan air, melingkari lehernya yang jenjang dan mulus. Separuh kakinya terbenam di air, menciptakan gelombang-gelombang kecil, sementara tangannya yang seperti porselen mengelus kelopak bunga teratainya.
Tanpa menoleh, wanita itu berkata, "Kalian sudah kembali."
Dan serta-merta, serta-merta, Jaehyun melupakan segalanya. Ada beberapa fairy lain di ruangan itu tapi ia tidak sanggup berpaling dari wanita yang ada di kolam. Suaranya adalah suara paling jernih yang pernah didengar Jaehyun, mengisap akal sehatnya, menarik dia ke wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morality : A Prince's Tale ✔️
Fanfiction[Fantasy, royals, minor romance] Demi mencegah perebutan kekuasaan, sebuah kerajaan yang tersembunyi dari manusia menetapkan sebuah tradisi; bila ada pewaris takhta yang terlahir kembar, salah satunya harus dihabisi. Bertahun-tahun kemudian, terjadi...