21. Pertukaran

806 187 8
                                    

Jaehyun terhenyak syok di tempatnya.

Kalimat Elkan menyakitinya nyaris seperti tendangan pria itu, bahkan一kalau ia mau jujur一lebih buruk dari itu. Selama ini ia selalu tahu bahwa dirinya adalah nomor 2, namun tak pernah ada yang mengatakannya keras-keras, sehingga saat itu terjadi, dia kehilangan kata-kata.

Menurut Jaehyun itu menggelikan; bagaimana 2 orang anak lahir di saat yang nyaris bersamaan tapi punya nasib yang bertentangan. Ibarat berlian dan batu biasa, dan ia dengan berat hati harus mengakui bahwa ia hanyalah, yah, batu.

Jaehyun bersandar di dinding. Napasnya keluar dalam bentuk hembusan keras yang mengisyaratkan betapa kacau dirinya sekarang.

Saat kakaknya terluka, Johnny rela keluar dari sarangnya dan mencari Doyoung. Tapi saat ia tertangkap, mereka tidak berbuat apa-apa. Di satu sisi, ini bisa dimaklumi, karena siapa pula dirinya? Hanya pangeran yang dibuang. Jaehyun juga tidak mau ada yang bertaruh nyawa untuknya.

Tapi di sisi lain ... menyakitkan rasanya saat tahu orang-orang mengabaikan keadaanmu.

"Rim berengsek." Jaehyun menyumpahi paman yang seperti refleksi wajahnya di cermin itu. Dia geram. Dia kesal, namun tak tahu harus lebih geram dan kesal pada siapa; dirinya yang terpengaruh, atau Rim yang mengisi kepalanya dengan omong kosong sialan.

Dengan langkah-langkah lunglai, dia membuka pintu yang diberitahukan Elkan akan mengantarnya ke penjara. Deretan tangga gelap menyambutnya dan ia meniti anak tangga itu satu-persatu. Sekelilingnya remang-remang, tidak ada yang mencegah atau menghadangnya. Bagus sekali. Ia sedang tidak ingin berurusan dengan siapapun.

Jaehyun menemukan Xiao Jun masih berada di selnya, tidak seberuntung dia (atau malah sial) yang dibebaskan. Pria itu tampaknya ingin bangkit tapi tidak sanggup.

"Apa kabar?"

"Apa kabar?" Xiao Jun mengulang dengan ekspresi terperanjat. "Kusangka kau sudah meninggal!"

"Sayangnya tidak." Jaehyun meraih sebatang besi di bagian depan sel dan membuat celah lebar yang tidak akan menjepit tangannya, lantas menyodorkan beberapa buah apel. "Kau lapar?"

Xiao Jun tidak lagi bertanya mengapa ia bisa menyentuh besi. Dia langsung menerima makanan itu. "Apa kau punya air?"

Dari sakunya, Jaehyun mengeluarkan air mineral kecil dalam botol yang ia minta pada Rim dan mengopernya. "Aku bisa bawakan lagi nanti."

"Kenapa?"

"Karena aku tidak sekejam orang-orang di sini."

Xiao Jun berdecak. "Bukan, maksudku adalah, kenapa kau bisa membawakanku semua ini? Dan kenapa kau bebas berkeliaran?"

Begitu banyak pertanyaan yang diajukan secara beruntun, Jaehyun memilih menjawab yang terakhir. "Aku tidak ada bedanya denganmu. Aku masih tawanan."

Alis tebal Xiao Jun yang indah terangkat sebagai tanda ia keheranan. "Mana selmu, kalau begitu?"

Refleks, Jaehyun menengok pada sel yang sempat jadi tempat tinggalnya selama beberapa jam. Sel sempit, jelek, yang tak ingin ia masuki lagi, selamanya. "Anggap saja aku tawanan tanpa sel."

"Aku tidak mengerti." Saking bingungnya, Xiao Jun sampai berhenti mengunyah. "Ada ada sebenarnya? Kau membuat kesepakatan dengan Rim, ya?"

Jaehyun menolak bicara.

"Jangan lakukan itu, Jaehyun. Rim mungkin terlihat baik, tapi itu cuma topeng. Tidak ada kesepakatan dengannya yang akan menguntungkannmu. Dia pandai menipu orang lain, percayalah padaku."

Tapi Xiao Jun salah.

Usai Elkan membungkamnya dan makan dengan santai seperti bangsawan dari era Victoria, Rim berkata bahwa dia akan memberinya waktu untuk berpikir. Rim tidak memaksa. Tambahkan lagi, dia bilang akan membiarkannya tinggal di sini dan melakukan apa saja hanya dengan sekali ucapan sumpah setia.

Morality : A Prince's Tale ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang