Sesosok fairy tertawa setelah melempar pisaunya sebagai salam perkenalan. Suaranya yang lembut tidak terdengar seperti suara seseorang yang berupaya membunuh orang lain, seakan dia sekedar main-main dan menikmatinya. Dia berjongkok di atas sebuah dahan pohon yang secara logika tidak bisa menyangga berat tubuhnya, tapi rupanya bisa.
Dia laki-laki; tinggi dan sedap dipandang sebagaimana fairy pada umumnya. Tangannya menggenggam pisau lain, dan ia memutar-mutarnya mirip saat Jaehyun menggenggam bola sebelum merobohkan pin bowling. Dia berdiri, lalu melompat dengan keanggunan atlet senam ritmik, sukses mendarat dengan selamat dan cengiran yang terpatri di wajahnya.
"Hai, Rose. Lama tidak melihatmu, Manis. Siapa bocah ceking yang bersamamu itu?"
Jaehyun tidak menjawab karena 2 hal; masih shock, dan tidak tahu bahwa dirinyalah yang dibicarakan. Dari sekian banyak kata dan istilah gaul anak muda di dunia ini, ceking bukanlah kata yang akan ia setujui untuk mendefinisikan dirinya.
Berbulan-bulan membayar iuran gym, mengangkat puluhan kardus buku baru yang datang tiap bulan, telah membentuk otot-otot di lengan dan perutnya dengan sangat baik. Dia memang kalah tinggi dari Johnny, tapi tubuhnya tidak semenyedihkan itu untuk masuk kategori ceking.
Awal yang buruk; dia langsung tidak menyukai pria itu.
Tubuh-tubuh yang sebelumnya tersembunyi rindangnya pepohonan satu-persatu keluar, walaupun tidak sedramatis fairy pertama yang dengan baik hati menyajikan atraksi lompat indah. Masing-masing rupawan tanpa glamour mereka, jumlahnya satu, lima, tujuh, dua belas ... Jaehyun kehilangan hitungan. Mereka terlalu banyak.
Wajah Rose yang disapa berkerut jijik. Orang-orang akan mengira dia bicara pada sesuatu yang lebih rendah daripada besi kalau melihatnya. "Ryuk. Apa kabar penghianat kita?"
Ryuk memegang dadanya dengan sikap hiperbola yang sama. "Astaga, Sayangku. Itu bukan julukan yang bagus. Aku kan hanya memilih mau mengabdi pada pimpinan yang lebih baik."
Johnny mengeluarkan pisaunya sendiri, dan pisau kedua yang ia oper pada Doyoung. "Tak ada yang bisa diharapkan dari orang yang tidak punya otak sepertimu."
Mata Ryuk memicing. "Anjing nakal. Rim ingin bertemu denganmu, Johnny. Aku yakin dia punya hadiah yang manis untukmu."
"Benarkah? Aku tidak melihat pengecut itu di manapun."
"Aku akan mengantarmu padanya."
Johnny terbahak. "Coba saja."
Semakin banyak senjata yang dikeluarkan. Semakin meningkat kadar ketegangan. Rata-rata menggandeng pisau yang ujung tajamnya menjanjikan luka parah. Tapi ada juga yang berbekal pedang panjang dan sesuatu seperti tongkat berhias paku-paku hitam berkarat.
Sungguh kreatif.
Ryuk yang mengenakan celana dengan banyak saku menggembung kembali menoleh pada Rose. "Sayangku? Aku lebih suka tidak menyakitimu, tapi perintah Rim jelas; kalau Johnny kembali, bunuh semua orang yang bersamanya. Jika kau mau bersumpah setia padanya一"
"Tidak!" Rose maraung marah. "Kesetiaanku hanya untuk raja yang sejati!"
Bahu Ryuk terangkat kecewa dan ditegaskan oleh helaan napasnya. "Itu artinya kau memilih mati, tapi tunggu." Pria itu berpaling pada Doyoung. "Apa yang kau lakukan di sini, Kim Doyoung?"
"Berkunjung ke rumah lama?"
"Turunkan pisaunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Morality : A Prince's Tale ✔️
Fanfic[Fantasy, royals, minor romance] Demi mencegah perebutan kekuasaan, sebuah kerajaan yang tersembunyi dari manusia menetapkan sebuah tradisi; bila ada pewaris takhta yang terlahir kembar, salah satunya harus dihabisi. Bertahun-tahun kemudian, terjadi...