Pagi keesokan harinya, ketika matahari merangkak malas-malasan ke langit, Kim Doyoung sudah bangun.
Lebih tepat dikatakan bahwa dia dipaksa dan terpaksa bangun berkat Johnny yang menendang tempat tidurnya sekaligus menendangnya dari alam mimpi. Katanya, kalau mau menolong Jaehyun, salah satu caranya adalah mendatanginya, bukan malah terus-terusan ngiler di bantal.
Jadi Doyoung bangun. Dia keluar dari kamar dan mendapati pelaku yang menggangu tidurnya tengah bersandar di depan pintu, menyilangkan tangan dengan raut wajah kesal ketika seharusnya dialah yang lebih layak kesal.
"Kalau kau lebih lama lagi, aku pasti sudah jadi patung."
Doyoung yang sengaja berlama-lama hanya mengangkat bahu. "Mana dia? Pahlawan kita yang hebat itu?"
"Menemui Miyeon."
"Heh. Kenapa tidak bangunkan aku lebih cepat?" Itu saja sudah cukup menghilangkan kantuk Doyoung dan perasaan berat yang bergelayut di kakinya. Raja dan ratu dari dua kerajaan yang berseberangan. Mana mungkin dia melewatkannya?
Bersama Johnny, Doyoung bergegas ke ruang utama istana. Dia memang sudah lama tidak tergabung dalam kerajaan manapun, tapi ingatannya masih bagus dan dia tahu moment seperti ini langka sekali.
Dia lega belum ketinggalan banyak karena saat ia tiba, Miyeon sedang menyelipkan tawa dalam sapaannya. "Astaga, lihat siapa yang sudah bangun!"
Kakak Jaehyun berjalan menghampirinya dengan langkah-langkah lambat tapi senyum balasan yang menawan dan menggandeng tangan Miyeon saat turun dari kursinya. "Terimakasih banyak atas kamarnya, Miyeon. Tempat tidurnya sangat nyaman."
"Kau tidak membutuhkannya lagi sekarang?"
"Untung saja tidak." Raja memperdengarkan tawa merdu selagi ia dengan sikap jantan meletakkan tangan Miyeon di sikunya seakan mereka hendak berdansa. "Aku sudah tidur terlalu lama."
Pada kenyataannya, mereka sekedar berjalan dengan pelan. Atau perlu dicatat, keterlaluan pelannya hingga kura-kura pasti akan memenangkan perlombaan bila diadu dengan keduanya. "Memang benar. Aku sempat mengira kau akan tidur selamanya." Tawa Doyoung pecah, tapi tak satupun dari mereka menoleh. "Nah, sekarang, apa yang akan kau lakukan, Tampan?"
"Menemui pamanku tersayang?"
Miyeon berhenti melangkah dan mengerutkan kening. "Kau yakin itu ide yang bagus?"
"Aku tak punya pilihan." Sang raja menegaskan kata-katanya dengan membimbing Miyeon agar berjalan menuju pintu keluar. "Rim mengambil sesuatu dariku dan dia harus mengembalikannya."
"Urusan keluarga memang rumit." Ada nada prihatin dalam suara Miyeon. "Untung saja aku tidak punya."
"Begitulah. Beberapa anggota keluarga memang pantas dijewer supaya tidak nakal lagi."
"Tapi yang satu itu..." Miyeon menyentuh pipi lawan bicaranya, di titik yang tepat di mana dimple akan muncul jika dia tersenyum. "Aku suka padanya. Dia manis. Kira-kira siapa dia?"
"Kalau kau bertanya padanya, dia pasti akan mengajakmu main tebak-tebakan."
Mereka terus bicara, kebanyakan mengenai topik yang sepele, hanya karena pergi tanpa menyenangkan Miyeon bukanlah tindakan yang benar. Tapi tetap saja menarik, terlebih bila menengok hubungan 2 kerajaan di masa lalu dan kenyataan bahwa Miyeon sangat membenci raja yang lama.
Iseng, Doyoung menyikut Johnny main-main. "Ayahnya pasti akan kaget setengah mati kalau melihat ini."
Johnny bahkan tidak bergerak. "Sudah kubilang dia berbeda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Morality : A Prince's Tale ✔️
Fanfiction[Fantasy, royals, minor romance] Demi mencegah perebutan kekuasaan, sebuah kerajaan yang tersembunyi dari manusia menetapkan sebuah tradisi; bila ada pewaris takhta yang terlahir kembar, salah satunya harus dihabisi. Bertahun-tahun kemudian, terjadi...