13. Reuni Keluarga

2K 410 6
                                    

Jadilah raja ... kau bisa, Jaehyun?

Ada banyak respon yang bisa Jaehyun beri untuk pertanyaan itu, misalnya, menari-nari dengan resiko orang-orang akan mengira keluarganya punya riwayat penyakit jiwa, berdiri dan kabur selagi masih bisa, atau yang paling ia inginkan, meminta Doyoung membedah kepala Johnny untuk tahu apa dia masih punya otak karena menyarankan pertukaran yang sangat tidak adil.

Sebagian orang menyukai kekuasaan, yang lain hanya ingin hidup damai.

Di antara 2 tipe ini, Jaehyun termasuk yang kedua. Dia tahu tawaran ini tidak datang pada sembarang orang, dan diinginkan dengan teramat sangat oleh orang lain. Dia tahu bahwa pamannya bahkan meracuni kakaknya untuk mendapat gelar itu. Tapi Jaehyun juga tahu, tanpa keraguan, bahwa menjadi raja bukanlah yang dia inginkan.

Darimana Johnny mendapat ide itu, membuatnya terhenyak kehabisan kata. Kata itu menghilang dari lidahnya, dan ia harus mencarinya di saat yang sama ia mencari kemana perginya akal sehat Johnny. "Kau tidak serius kan?"

"Sesuai rencana awal, kau adalah一"

"Tidak, kau tidak serius." Jaehyun tidak peduli pada rencana awal atau sebutan apapun yang Johnny pakai. Dia hanya tahu bahwa dirinya hendak di tarik ke pusaran masalah dan sampai kapanpun, dia tidak akan mau terseret tanpa perlawanan. "Satu-satunya saat aku jadi pemimpin adalah ketika aku membantu selusin anak TK dan gurunya menyebrang jalan karena lampu penyeberangan mati. Aku tidak punya bakat untuk ini. Kalau menyerahkannya padaku, berarti kau siap melihat kerajaan tercintamu terjun bebas ke masa kegelapan."

Tidak habis pikir, Johnny dengan wajah pucatnya masih menemukan alasan untuk tersenyum. "Ah, tapi Unseelie hanya nama lain untuk kegelapan. Itu berasal dari bahasa yang sudah dilupakan manusia."

"Apa kau baru saja memberiku pelajaran sejarah?" Lupakan soal membedah otak, Jaehyun tak memerlukannya lagi sekarang. "Kurasa ada salah paham di antara kita. Kau meminta terlalu banyak一"

"Aku menyelamatkan hidupmu."

Saking stresnya karena perdebatan ini, Jaehyun sampai mempertimbangkan ulang  soal menceburkan diri dan berharap ia tadi melakukannya saja. "Oke, makhluk pamrih, kau mungkin perlu mengecek kamus, tapi 'menyelamatkan' tidak sama dengan 'menciptakan' atau 'memberi'. Tidak usahlah membesar-besarkan karena yang kau lakukan hanya menaruhku di depan pintu Moon Young tanpa kenang-kenangan apa-apa."

"Kau sudah punya," celetuk Rose.

Murid yang baik, membela mentornya. Tapi itu hanya membuat Jaehyun semakin kesal. "Rose, kalau yang kau maksud itu selimut bayiku, maka benda itu sudah jadi barang pusaka. Aku jelas tidak bisa memakainya lagi kecuali untuk menutupi kaki sampai betisku."

Rose menghadapi emosinya dengan tenang. Gadis itu bergeser mendekat, satu jarinya teracung dan ia menarik tali perak kalung yang ia kenakan hingga tampaklah bandul kelopak bunga yang belum bisa Jaehyun identifikasi. "Ini dari Kakakmu kan?"

"Ya." Jaehyun tiba-tiba tersadar dengan benda itu, fakta bahwa semua orang bisa melihatnya dan menyelipkannya ke balik kausnya. "Tapi kita tidak akan membahas ini. Maksudku adalah, hutangku tidak sebanyak itu, terutama karena aku sudah menyelamatkan pantat jelekmu tadi."

Johnny mengangkat 1 alisnya. "Kapan itu terjadi?"

Jaehyun menoleh pada Rose dengan kepala yang seolah mau meledak. "Seberapa tua dia dan apakah dia sudah memasuki tahap pikun?"

Dia menoleh lagi pada Johnny yang ia pikir sudah terbentur sesuatu hingga ingatannya terdistorsi lebih parah dari dirinya yang pingsan. "Beberapa jam lalu, kalau aku tidak menggunakan panah sial itu, kurasa kau sudah jadi mayat sekarang. Kau terluka, ingat?"

Morality : A Prince's Tale ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang