Jung Jaehyun terbangun dari tidurnya yang pulas.
Dia menggeliat. Tanpa membuka mata meraba-raba bagian samping tempat tidurnya dan mencari bando hitam tipis yang normalnya selalu jadi barang pertama mengalahkan pentingnya ponsel. Jaehyun butuh itu, agar tak sering menepiskan poni yang menjuntai ke matanya akibat lupa memotong rambut.
Tapi bandonya tidak ada.
Dan setelah pegal mengayun-ayunkan tangan, dia baru sadar dia tidak berada di kamarnya. Ini kamar kakaknya, dan jelas sudah si makhluk bodoh itu bukan tipe pria yang suka mengoleksi bando.
Jaehyun mengawali harinya dengan menghela napas. Dia beralih menyapu bagian bawah bantalnya, mengeluarkan pisau Rose yang diambilnya dari Arel. Bagi seorang pria dewasa, tidur sambil berbekal pisau barangkali bisa diartikan sebagai sikap paranoid, tapi tak ada salahnya berjaga-jaga.
Melalui pisau itu, Jaehyun melihat refleksi dirinya; matanya yang jadi lebih kecil karena masih mengantuk, rambutnya yang berubah ikal tak karuan sebelum tersentuh sisir. Dia mengelus gagangnya, serta ujung melengkungnya yang membedakan dengan pisau lain.
Di mana Rose?
Pertanyaan itu melayang-layang di otaknya seperti sekawanan lebah ganas. Di mana pula Doyoung? Jaehyun tak mengharapkan Johnny, tapi bukankah Doyoung setidaknya bisa datang? Dokter macam apa yang menelantarkan pasiennya?
"Awas saja kau ya."
Sudah mendapat suasana hati yang buruk di pagi hari, Jaehyun melempar pisau itu secara asal. Tapi karena terlalu keras, senjatanya malah tertancap di jendela, persis di tengah-tengah bingkai kayunya.
Dia bersiul selagi bangkit. Sepertinya Rose punya saingan dalam hal lempar-melempar.
6 jam setelah Rose pergi, Johnny tidak lagi menggolongkannya sebagai orang yang jalan-jalan, tapi sudah masuk kategori hilang.
Doyoung menyaksikannya mondar-mandir, bicara pada dirinya sendiri tentang betapa susahnya mengatur anak muda. Itu tidak berguna, tapi tidak mencegah Johnny melakukannya walaupun satu-satunya efek samping yang ia peroleh tak lain adalah membuat Doyoung pusing.
"Bisa tidak kau diam sebentar?"
Johnny berhenti hanya untuk menatapnya kesal. "Kau mungkin tidak peduli pada Rose, tapi aku peduli padanya, dan aku tidak bisa diam一"
"Temanku juga hilang, ingat? Tapi aku tidak panik karena aku tahu itu percuma."
"Mungkin kau seharusnya panik. Nasib Jaehyun lebih gawat dari Rose."
Dia benar. Tapi Doyoung tidak membiarkan Johnny membungkamnya. "Mereka akan baik-baik saja, jangan khawatir."
"Dan kenapa kau bisa begitu yakin?" Tanya Johnny, meragukan pendapat Doyoung yang sedari tadi asyik menatap botol Higanbana-nya seakan itu berlian paling indah di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morality : A Prince's Tale ✔️
Fiksi Penggemar[Fantasy, royals, minor romance] Demi mencegah perebutan kekuasaan, sebuah kerajaan yang tersembunyi dari manusia menetapkan sebuah tradisi; bila ada pewaris takhta yang terlahir kembar, salah satunya harus dihabisi. Bertahun-tahun kemudian, terjadi...