Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Diar dan Lani yang duduk dihadapan Nila memandang gadis itu dengan aneh. Masalahnya, Nila itu sebentar ketawa eh sedetik setelahnya malah keliatan murung. "Lo kenapa? Ada masalah sama Biru?"
Nila menggeleng, "Masalah apa sih Mba, gak lihat Nila sama Biru saling cinta."
Diar mendengus, "Terus lo kenapa?"
Nila menatap Diar dan Lani dan tersenyum. "Tahu gak Mba, beberapa hari belakangan ini aku tuh capek banget. Rasanya cepat lelah padahal baru kerja sebentar."
"Masuk angin kali?" Tanya Diar.
"Bisa jadi tuh." Nila tertawa sendiri sebelum menjawab, "Kemarin-kemarin kan si Biru getol banget ngajak bobok pagi." Lani langsung menggeleng, percuma memang kalau khawatir sama orang modelan Nila.
"Enak ya, Nil. Udah ada yang bisa diajak garap lahan." Diar menggoda Nila yang kini udah terbahak, "Iya Mba, kadang malah Nila minta nambah."
Diar melotot, Argy memang penjahat kelamin jadi wajar kalau omongannya suka gak di filter. Nah, kalau Nila kan nggak.
"Jangan melotot Mba, mending nikah." Diar makin kesal mendengar perkataan Nila barusan. "Diem deh."
Lani menepuk pundak Nila membuat tawanya menghilang. "Nila, beberapa hari belakang ini nemuin flek gak?"
"Ha?"
ו°•×
"Biru, lo sekarang kelihatan sehat deh." Asta mengomentari bentuk tubuh Biru yang makin berisi. "Iyalah, udah ada yang ngurusin. Tapi, si Nila beneran bisa bikin lo 'bener' ya?" Abas menimpali membuat Biru yang tengah mencatat hasil rapat menoleh.
"Nila istri yang baik."
Abas dan Asta mengangguk, memang percuma kalau berharap Biru bakalan bercerita soal kehidupan rumah tangganya. Paling dia cuma mengangguk doang.
"Terus, istri lo gak ada tanda-tanda hamil?"
Biru menggeleng, "Gak kayanya. Soalnya Nila kaya biasa aja."
"Mood swing?"
Biru menatap Asta dengan aneh, "Gue pernah baca kalau hamil muda biasanya begitu."
"Nila dari awal juga mood-nya gampang berubah. Sebentar dia minta saya masakin setelahnya dia minta saya gak usah masak dan malah meluk dia." Biru menjawab kalem, gak tahu aja kalau dua temannya itu udah iri pengen nikah juga.
"Ya udah, kalau gitu tinggal nunggu dikasihnya aja." Biru mengangguk, "Saya gak pernah menekan Nila untuk segera punya anak. Kapan dia siap dan kapan dikasihnya aja. Ada atau tanpa anak, Nila tetap istri saya."