25 . i still want you

1K 151 4
                                    

Entah berapa lama Vincent menangis hingga sudah tidak dapat mengeluarkan air mata lagi, seprai pun telah basah menyerap kesedihan pemuda tampan, sedangkan jemari panjang masih setia menyusuri bantal yang tak berdosa. Vincent terpejam namun tidak terlelap, dia menyadari ada sosok yang duduk disebelahnya.

"Kak Vincent ayo tidur di kamarku, sudah malam kakak pasti capek apalagi setelah perjalanan jauh. Ya kak?" pinta Jasper pada sosok yang masih bersimpuh dengan posisi yang sama bahkan setelah beberapa jam.

Vincent menggeleng lemah dan memohon lirih "Jasper, ijinkan aku berada disini, aku ga akan pakai kasur Joshua. Tapi biarkan aku disini dulu, please.."

Permintaan Vincent hanya ditanggapi anggukan, perlahan Jasper meninggalkan Vincent. Bagaimanapun juga dia ikut merasakan kesedihan Vincent, ingin rasanya dia menonjok sang kakak yang telah membuat seseorang yang mencintainya dengan tulus menjadi sebegini terpuruk. Jasper kembali lagi dengan segelas air, meletakkan diatas meja dan mengucapkan selamat istirahat kemudian menutup pintu, menuju kamarnya sendiri.

.

Pagi hari saat matahari belum juga tampak dan Bunda Sofia sedang menyiapkan sarapan, Vincent keluar dari kamar Joshua menuju kamar mandi, tak lama menghampiri dirinya.

"Bunda, Vincent pamit dulu. Terima kasih banyak Bunda," wanita yang berada di dapur terkejut dan segera mematikan kompor meninggalkan kegiatannya.

"Nak Vincent mau pulang? Diantar Jasper ya, tunggu Bunda bangunkan dahulu."

"Ga Bunda, Vincent mau cari hotel, mau istirahat. Badan Vincent baru kerasa capek sekarang."

Tentu saja Bunda Sofia menyadari semalaman Vincent tidak dapat tidur, suara tangisan pemuda itu bahkan terdengar hingga kamarnya. Muka kusut dengan kantung mata tebal turut menjelaskan semuanya.

"Nak Vincent tunggu sebentar, Bunda bangunkan Jasper untuk mengantar ke hotel sekalian membantu urusan lainnya. Kamu duduk di sofa, tunggu ya," cepat-cepat Bunda Sofia ke kamar Jasper.

Tak lama Jasper berlari keluar dari kamarnya menuju kamar mandi dan dalam waktu singkat sudah segar dan rapih berjalan mendekat Vincent. Mereka pamit kepada Bunda Sofia dengan perempuan paruh baya itu membekali sarapan. Jasper mengantar Vincent ke salah satu hotel berbintang, setelah check in bahkan ikut memastikan Vincent masuk ke kamarnya dan beristirahat.

"Kak Vincent makan dulu ya," namun gelengan yang dia terima, yang lebih tua telah menyusupkan diri ke dalam selimut.

"Kak, kunci cadangan aku bawa nanti aku kembali setelah membelikan kakak pakaian dan camilan," mata Vincent terbelalak mendengar penuturan Jasper, bagaimana dia merasakan seperti sedang bersama Joshua namun dalam versi mini.

"Jasper pakai kartu kakak," ujar Vincent cepat-cepat membuka dompet dan menyerahkan kartu hitam.

"Ga usah kak, selama ini kakak kirim uang jajan kebanyakan, masih aku tabung."

"Pakai kartu kakak atau kakak tidak menerima yang kamu beli nanti," ujar Vincent dengan penekanan yang ternyata cukup membuat Jasper menurut. Jelas berbeda hasilnya jika yang dihadapi adalah Joshua.

Jasper pamit dan meninggalkan Vincent yang segera terlelap. Menjelang siang Jasper kembali dengan kantong belanjaan besar, berupa 3 set pakaian, 2 baju santai, underwear dan juga makanan. Jasper sempat kesulitan saat memilih baju untuk Vincent karena tidak menemukan brand terkenal disini, akhirnya dia meminta bantuan pelayan toko di pusat perbelanjaan yang memilihkan. Karena mendapati Vincent masih tertidur maka Jasper perlahan undur diri.

Menjelang sore Vincent terbangun dan merasa lapar, setelah dari kamar mandi dirinya menghabiskan makanan yang telah dibekali Bunda Sofia sebelumnya dan membuka belanjaan dari Jasper. Setelah itu mandi dan mengenakan salah satu set pakaian baru. Merasa tertekan dalam ruangan seorang diri, Vincent turun ke lobby dan duduk salah satu sofa. Jemarinya berlayar cepat mencari mobil sewaan kemudian memanggil angkutan online menuju penyewaan mobil.
  
  
Vincent mengendarai mobil sewanya dan berhenti di seberang cafe Joshua, dia masih belum sanggup berhadapan dengan Joshua maka dia hanya dapat memandangi bangunan itu dari seberang jalan. Sesekali Joshua terlihat dari balik tembok kaca, sungguh Vincent ingin merengkuh tubuh itu namun ketakutan mendorongnya mundur menyisakan dirinya yang hanya mampu berdiam diri dalam mobil gelap.

Tangisan tanpa suara kembali meledak, sudah tidak sanggup meneteskan air mata lagi. Sesak menghimpit dada bahkan membuat napasnya tercekat. Akhirnya Vincent memutuskan mencari udara segar, dia segera menyalakan mobil dan melaju ke arah taman bermain malam. Sesampainya disana setelah memarkir mobil dan membeli tiket masuk, Vincent menenggelamkan diri dalam suasana riang disekelilingnya.

Melihat pemandangan di depannya automatis pikiran Vincent kembali ke moment dimana dirinya berlibur bersama Joshua. Mereka sering menyambangi taman bermain baik saat di Paris, Amerika maupun negara lain. Terakhir justru dengan sengaja ke Lotte World saat Vincent memberikan kejutan kepada Joshua mengajaknya menonton konser BTS, idola mereka di Korea.

Tawa riang anak kecil di sekeliling, pasangan muda berlalu lalang, bubble bertebangan di udara dan lampu-lampu wahana menyemarakkan malam menjadi terang benderang, semua itu menghangatkan jiwanya yang rapuh. Perlahan Vincent duduk di kursi depan carousel, matanya menatap kosong ke arah bianglala yang terus berputar.

Perlahan terbitlah senyuman hangat diwajah yang sudah terlalu lama berduka. Di dalam otaknya yang sibuk tak berhenti berputar bagai wahana dibelakangnya, mulai tersusun strategi pendekatan untuk meraih kembali cintanya. Vincent tidak akan menyerah demi apapun juga, jiwanya hanya dapat merasakan kebahagiaan bersama Joshua.
  
  
Esok paginya setelah sarapan di hotel, Vincent duduk santai dipinggir kolam renang, jemarinya sibuk mencari beberapa hal yang dia inginkan, setelah itu melakukan beberapa kali panggilan telpon salah satunya kepada agen property yang dia temukan saat browsing. Ketika jam menunjukkan pukul 9.30 dia pun segera bangkit dan memanggil transportasi online untuk memulai langkah pertama. Dia tidak menggunakan mobil sewaan karena akan memenuhi parkiran nantinya.
  
  
  
Joshua baru membalik papan "open" di pintu kaca dan berbalik badan menuju balik counter saat sebuah mobil hitam berhenti di depan cafe. Dirinya sedang sibuk saat pintu terbuka dari luar menandakan pelanggan pertamanya hari ini sudah datang.

"Selamat pa—," suara Joshua tercekat saat melihat sosok yang melangkah mendekat.

"Pagi," jawab diterima namun dengan mata yang tertuju ke papan menu yang menempel pada tembok belakang, senyuman terkembang saat memindai menu favoritnya berada pada daftar.
 
 
"Can i have a cup of caramel machiato made by Joshua, please," ujar Vincent sembari tersenyum dan memandang tepat ke netra yang menatapnya dengan perasaan campur aduk.
  
  
   

>>>
  
 
13.03.2020

One Love | 15 - 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang