Waktu berlalu begitu cepat, pasangan Vincent dan Joshua beberapa bulan lalu merayakan anniversary mereka yang kedua. Sonny telah menjadi manajer ditempat kerjanya dan hotel Rama menjadi salah satu hotel terbaik di kotanya yang selalu ramai dipenuhi para pelancong.
___
Malam ini Tuan Besar memanggil Vincent ke ruang kerja beliau di rumah. Vincent tidak memiliki gambaran kira-kira apa yang akan dibahas oleh Sang Ayah.
“Vincent selama ini kamu sudah diberi kebebasan, sudah saatnya kamu menikah. Papi punya beberapa nama untuk calon kamu,” ujar Tuan Besar Sanjaya memulai percakapan.
“Tapi Pi.. Vincent punya Joshua dan Vincent hanya mau sama dia,” jawab pemuda tampan cepat-cepat.
“Kamu masih menyangka Papi akan merestuimu? Walaupun selama ini Papi diam, bukan berarti Papi menyetujuinya. Apa pikiranmu sudah tidak waras dengan terus berhubungan sesama jenis?” tanya Tuan Besar dengan nada mulai tinggi.
“Papi tentu belum lupa jawaban Vincent waktu itu. Vincent tidak akan berubah pendapat semudah itu Pi. Vincent sayang banget sama Joshua, Vincent mau menghabiskan hari-hari hanya dengan Joshua.”
Suara gebrakan meja membuat Vincent berjengit, Tuan Besar terlihat begitu emosi berada di balik meja besar.
“Sudah saatnya Papi turun tangan! Akan sangat mudah menyingkirkan Joshua seperti Jimmy dari kehidupan Agustinus,” ujar Tuan Besar dingin.
“Papi.. mengancam Kak Agust.. menggunakan Jimmy?” tanya Vincent terbata dan pahit dengan sakit hati.
“Awalnya Agustinus juga masih bersikukuh seperti dirimu, Papi tidak menyalahkan juga, kalian semua keras kepala seperti Papi. Namun Agustinus jelas bukan lawan untuk Papi.”
“Apa Pi? Apa yang Papi lakukan kepada Jimmy?” tanya Vincent mendesak, selama ini Jimmy tidak pernah menceritakan tentang ancaman ayahnya.
“Hanya sedikit menarik dana dari perusahaan keluarganya dan membuat keuangan mereka goncang,” jawab Sang Ayah datar.
Vincent segera teringat di suatu masa saat kuliah Jimmy bahkan hampir drop out dari kampus, namun Vincent mengetahuinya terlambat karena saat itu Vincent sudah fokus bertanding di ajang internasional. Jimmy tidak menceritakan secara detail, hanya tertawa setiap kali Vincent mengungkit hal tersebut dan berkata semuanya telah berlalu.
“Apakah termasuk membuat Jimmy nyaris dikeluarkan dari kampusnya Pi?” tanya Vincent mengklarifikasi kecurigaan.
“Itu adalah hal paling mudah Nak. Bagaimana jika Jasper yang mengalaminya saat ini, hm?” jawab Tuan Besar.
“Papi! Tinggalkan Jasper, jangan bawa-bawa Jasper kedalam permasalahan ini—”
“Atau bagaimana jika sesuatu yang buruk menimpa rumah peninggalan mendiang Jackson?” Vincent bergidik saat Sang Ayah menyebut nama almarhum ayah Joshua.
“Well, Papi sadar setelah pembicaraan kita terakhir. Kamu tentu tidak peduli jika sesuatu terjadi pada dirimu, bahkan Papi yakin kamu akan dengan sukarela keluar dari keluarga ini demi cinta konyolmu itu. Namun pikirkan baik-baik Nak. Keluarga Joshua juga akan menerima akibatnya.”
Tangan Vincent mengepal begitu kencang di sisi tubuhnya, urat tangan dan leher terlihat nyata pada kulit tan, pandangan mata Vincent begitu gelap, persis harimau yang siap menerkam mangsanya. Sang Ayah membalas dengan tersenyum seolah mengejek anaknya sendiri. Kedua pria dengan aura dominan saling bertatapan dengan intensitas yang pekat, Tuan Besar Sanjaya bersabar menanti reaksi anaknya, bagaimanapun juga dia merasa penasaran dengan tindakan apa yang akan diambil Vincent.
Tiba-tiba Vincent jatuh bersimpuh dan bersujud di depan Ayahnya berkata “Papi.. terima kasih atas semuanya,” kemudian bangkit dan berjalan mundur meninggalkan ruangan tanpa sepatah katapun.
Suara benda dibanting terdengar dari ruang kerja mewah tersebut, sedang Vincent terus saja berlari ke arah kamarnya. Vincent begitu marah, bagaimana mungkin ayahnya mengancam dengan begitu licik dan bahkan telah melakukan hal buruk kepada Jimmy sahabatnya. Vincent berteriak keras di dalam kamarnya yang belum tertutup rapat, mengosongkan rasa sesak yang mendera di dada. Terburu mengambil passport dalam laci nakas dan dokumen-dokumen penting terkait dirinya dan memasukkan ke dalam tas kecil saat terdengar ketukan di pintu yang separuh terbuka.
“Dek, ada apa?” tanya Habibie tergugu memandang Vincent yang sedang kalut.
Vincent segera berlari mendekat, memeluk kakaknya dan berkata disela isakan, “Kak maaf. Bukan mau Vincent seperti ini, Papi leave me no choice. Please tolong ngertiin Vincent… Tolong sampaikan ke kakak-kakak dan terutama Mami, Vincent sayang kalian semua.”
Habibie menahan adik bungsunya yang sudah melepas rangkulan, “Dek, cerita dulu.”
“Maafin Vincent kak,” ujar Vincent melepaskan diri dari Habibie dan lari ke bawah.
Vincent terus berlari hingga keluar ke jalan besar, membuat satpam menjadi heran dengan tindakannya namun apa yang dapat dilakukan petugas keamanan itu. Di jalan Vincent membuka aplikasi transportasi online dan memesan untuk membawa dia ke rumahnya sendiri. Di dalam mobil Vincent akan menelpon Joshua, namun ia menyempatkan diri mengecek whatsapp dimana pesan terakhirnya belum terbaca. Mungkin Joshua sudah tertidur karena ini juga sudah hampir tengah malam, maka Vincent urung menghubungi sang kekasih.
Sesampainya di rumah, Vincent langsung menuju ke dalam kamar dan tidur disisi ranjang Joshua. Sungguh hatinya berat menjauh dari keluarganya, bayangan Ibunda yang selalu memberinya kasih sayang berkelebat tiada henti, namun bagaimanapun juga Joshua adalah segalanya bagi Vincent. Air mata dan isak tangis tiada henti ditumpahkan hingga akhirnya Vincent kelelahan dan terlelap menjelang fajar tiba.
.
Joshua membuat kopi di pagi hari seperti biasa, terheran tidak mendapati sang kekasih alih-alih atmosfer tidak nyaman terasa pekat di dalam rumah besar. Selesai tugasnya di pantry belakang Joshua mengecek ponsel, namun tiada mendapatkan pesan maupun misscall dari Vincent, Joshua mengetikkan pesan bertanya dimana Vincent namun ditunggu sekian lama juga tidak terbaca. Joshua mencoba menelpon namun tidak juga tersambung, akhirnya Joshua memutuskan untuk mencari Vincent ke rumah pribadinya, dia mampir ke kamar mandi sebelum meninggalkan rumah besar.
Di dapur belakang yang kosong, Jamal ditarik kasar oleh Milah, perempuan muda itu berkacak pinggang di depan Jamal yang dipaksa duduk di salah satu kursi pantry.“Ceritain semua, aku tau kamu semalam dengar yang terjadi di dalam kan?” tuntut Milah kepada Jamal yang berusaha melarikan diri.
“Sssst.. jangan keras-keras. Aku ga tau, serius,” jawab Jamal.
“Kamu tau kan ini apa?” tanya Milah mengambil pisau daging dari laci.
“Ya ampun astaga. Iya iya..
Semalam Tuan Besar marah sama Den Vincent karena menolak perjodohan. Aku sempet dengar soal ancaman untuk Joshua, Jasper sama rumah mereka, entahlah Tuan Besar akan melakukan apa. Aku sudah gemeteran duluan ingat kejadian Den Agustinus,” jawab Jamal.“Pantesan tengah malam Den Vincent pergi ga bawa apa-apa, kendaraan aja ditinggal semua. Apa Den Vincent keluar dari rumah ini ya?” tanya Milah kemudian.
“Mana aku tau? Semoga hanya karena emosi sesaat, kasian Nyonya Besar nanti. Apalagi tadi aku sempat dengar kalau Den Vincent ga bisa dihubungi sama sekali, bikin seisi rumah menjadi khawatir,” balas Jamal.
Keduanya hanya berdiam diri di pantry dalam kesunyian, tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga suara pelayan tua terdengar di kejauhan.
“Joshua sedang apa disini? Ayo masuk..” terdengar balasan lirih dari Joshua yang mengatakan dirinya akan pulang menyebabkan kedua insan yang sedang diam saling melihat dengan pandangan kalut.
Joshua segera memanggil transportasi online, dia memang nyaris tidak pernah membawa kendaraan sendiri ke rumah besar karena biasanya dia akan pergi dengan Vincent lalu diantar pulang ke rumah. Pemuda manis memiliki dugaan bahwa sang kekasih sedang berada di rumah pribadinya, maka kesanalah dia menuju.
>>>
10.03.2020
Triple up for today !
💜
KAMU SEDANG MEMBACA
One Love | 15 - 0
Fanfiction(Fin) Homophobic ⛔ Go Away! ~ One - Love ... 15 - 0 kata yang sering terdengar olehnya hingga dapat merasakan cinta yang sesungguhnya. ~ bxb AU Lokal KTH | JJK Tae!Top Others couple. Written : 24 Jan - 15 Mar 2020 #9 in vkook - 13 Feb 2020