28 . Game Set and Match

2.6K 172 47
                                    

Di dalam kendaraan keduanya duduk di kursi belakang dengan jari saling bertaut. Joshua tidak sanggup membalas tatapan Vincent yang intens kearahnya maka dia memusatkan perhatian pada jemari mereka dan menyadari kekosongan tidak seperti jari panjang yang berada di sela miliknya. Sesuatu yang dahulu tidak pernah dia lepas.

“Kak.. cincin aku masih ada?” tanya Joshua lirih.

“Ada, ini,” jawab Vincent seraya membuka dompetnya sendiri dan mengeluarkan kantong hitam berisikan cincin dan gelang couple mereka, “mau dibuang Jimmy makanya kakak bawa kemana-mana.”

Obsidian bulat kembali berlinang air mata menanggapi boxy smile, pasti akan sangat menyiksa Vincent dengan membawa simbol mereka kemana-mana dan dengan setia masih menyematkan miliknya sendiri. Meskipun Joshua telah meninggalkannya beserta segala kenangan mereka, namun Vincent ternyata tetap bertahan pada cintanya.

“Kak Jimmy pasti benci aku,” ucapan Joshua lebih seperti penyataan.

“Ga sayang, Jimmy mana mungkin bisa membenci seseorang yang aku cintai,” Vincent menghapus tetesan air mata dari pipi Joshua, “dek.. kakak pasangin boleh?”.

Joshua hanya sanggup mengangguk dan Vincent segera menyematkan cincin di jari manis terkasih dan mencium lembut jemari, memberikan gelenyar familier yang sudah lama tidak dirasakan pada tubuh yang lebih muda. Vincent tersenyum begitu lega melihat lambang komitmen mereka telah kembali ketempat yang seharusnya.

“Gelangnya mau dipasang sekarang juga?” tanya Vincent melirik kearah kaki Joshua namun si manis justru mengulurkan sebelah tangannya.

“Iya kak, tolong pasangkan ya,” jantung Vincent sudah bagai akan meledak karena bahagia, Joshua bahkan bersedia memakai gelang mereka di pergelangan tangannya.
  
   
Sesampai di rumah Vincent, ponselnya berbunyi nyaring. Rupanya dari Gunawan yang kelabakan mencari namun dia segera tenang saat mengetahui Joshua mengantar Vincent kembali ke rumah. Gunawan bahkan berkata akan “pulang” saat malam saja karena ingin menghabiskan waktu di Café dahulu.

Joshua membantu Vincent bersalin dengan pakaian rumah yang lebih nyaman, parasnya kembali dipenuhi kristal cair yang mengalir melihat begitu banyak perban pada tubuh Vincent. Tidak hanya seluruh lengan kanannya namun juga torso pemuda tampan dan kaki bagian kanan.

“Kak, ini luka parah. Kenapa bilang cuma lecet?” tanya Joshua disela isakan.

“Bener cuma lecet sayang, perbannya aja yang heboh. Ga ada tulang patah, hanya lebam dan cedera pada kulit,” jawaban Vincent tidak dipercaya Joshua, namun pemuda manis memilih diam.

“Kakak istirahat ya, aku siapkan makanan,” Vincent sudah duduk di tepi ranjang dan menahan pergelangan tangan Joshua.

“Disini dulu dek, temani kakak. Kakak kangen banget.”

Joshua tersenyum dan duduk di sebelah Vincent, yang lebih tua segera menyusupkan kepala ke dada kesayangannya dan mendapatkan pelukan. Vincent menghirup dengan rakus wangi yang sangat dia rindukan, dengan khusyuk mendengarkan debaran jantung Joshua yang berpacu cepat untuknya. Vincent merasa hidup kembali, seolah dapat menghirup oksigen setelah sekian lama tidak bernafas.
  
   
___
   
  
  
Kondisi Vincent sudah membaik, luka-luka ditubuhnya dan dihatinya sudah sembuh semuanya. Sekarang Vincent tinggal menetap di Malang bahkan membuat Coach Ed, asistennya dan juga Gunawan jadi ikut pindah. Coach Ed akan pulang setiap akhir pekan untuk menemui keluarganya, berbeda dengan Gunawan yang justru lebih betah tinggal di kota barunya.

Rumah besar yang Vincent beli diawal menginjakkan kaki di Malang sekarang sudah menyerupai basecamp dimana semuanya juga tinggal bersama, sebut saja Gunawan, Kiming dan Coach Ed. Untuk keperluan yang tidak perlu dijelaskan, Vincent membeli rumah lagi yang lebih kecil, namun Joshua tidak tinggal diam dan ikut urun biayanya. Diam-diam oleh Vincent rumah itu diatas namakan Joshua, tentu saja tanpa sepengetahuan terkasih.

One Love | 15 - 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang