2. a Cup of Coffee

2.6K 270 41
                                    

Sore ini Vincent baru saja selesai berlatih tenis di kawasan olah raga terpadu. Dia sudah menyegarkan diri di shower room dan mengemudikan mobilnya menuju coffee shop Jimmy yang terletak tidak jauh dari lapangan. Vincent memasuki bangunan dengan arsitektur apik dan mendapat sapaan dari waiter. Tersenyum ramah membalas sembari berjalan ke arah ruangan Jimmy yang berada di lantai 2.

"Hi Jim," sapa Vincent melihat sahabatnya dibalik meja sedang sibuk mengamati laporan keuangan.

"Oh Vin, baru selesai latihan?" tanyanya melihat rambut Vincent setengah basah. Vincent mengiyakan dan duduk di meja depan Jimmy.

"Aah, pas banget. Kamu harus cobain signature-ku yang terbaru. Freshly made, wait.." Jimmy mendial intercom di atas meja dan meminta segelas Signature Drink ke ruangannya.

"Vin, sebentar ya. Sedikit lagi selesai," Jimmy minta pengertian sahabatnya. Vincent tentu saja paham, toh dirinya datang tanpa pemberitahuan.

Vincent mengamati mata sipit yang sedang menelusuri deretan angka. Jimmy membangun Coffee Shop hanya karena hobi saja, sedangkan pekerjaan utamanya adalah Direktur perusahaan distribusi consumer good, sebuah usaha yang dia rintis sendiri diluar usaha keluarganya yang bergerak dibidang konstruksi. Vincent sendiri jadi tertarik memiliki cafe karena mengikuti Jimmy, bahkan pada saat awal penentuan menu, Jimmy banyak membantu dirinya.

Ketukan halus disusul pintu terbuka menampilkan seorang waiter membawa pesanan Jimmy. Ketika pelayan tersebut keluar, Vincent menyeruput minuman kopi racikan baru yang dibanggakan sahabatnya itu.

"Enak banget Jim. Kamu pakai biji kopi apa?" tanya Vincent.

Jimmy yang sudah selesai dengan laporannya, merapihkan meja sembari menjawab, "bukan masalah kopinya. Aku sudah mengikuti tata cara yang sama dengan bahan yang sama, namun jika dari hulu ke hilirnya tidak dilakukan olehnya, maka rasanya akan berbeda."

"Oia, spesial sekali. Kenalkan Jim, aku ingin belajar juga."

"Kamu kenal kok."

"Siapa?"

"Joshua," entah kenapa jawaban Jimmy membuat Vincent kehilangan semangat membahas lebih lanjut, namun tiba-tiba Vincent menatap sahabatnya dengan tajam.

"Kamu mempekerjakan Joshua disini? Ga kamu banget Jim!" tukas Vincent karena biasanya Jimmy selalu rela memberikan apapun kepada orang yang dia sayang.

"There is no free lunch for him, he hates it," jawaban Jimmy ditanggapi anggukan sahabatnya.

"Eoh, sorry Jim. Kupikir kamu lagi kurang satu strip."

"Jingan!" sembur Jimmy.

Vincent baru saja akan menanggapi kala ponselnya berbunyi nyaring, dia melirik ke layar dan berujar pelan kepada pemuda di depannya, "Kak Lindy, sebentar ya."

"Iya kak,
... bisa, kapan?
... oke, tunggu ya," obrolan singkat Vincent dengan kakak perempuannya.

"Jim, kak Lindy minta diantar ke mall, pacarnya lagi ga bisa antar dia. Cuss ya," Vincent berpamitan sekaligus menegak sisa separuh minumannya.

"Oke Vin, salam buat kakak," final Jimmy.

Vincent melangkah keluar ruangan dan ketika melewati counter bar dia sempat bersitatap dengan Joshua dibalik meja.

"Hi Josh, Signature Drink nya mantul! Kapan-kapan aku cobain lagi," Vincent memberikan pujian dengan kedua jempol terangkat namun segera mengangguk pamit karena sudah ditunggu kak Lindy yang tidak sabaran. Bahkan Vincent tidak sempat melihat tanggapan dan perubahan raut wajah Joshua.
  
  
.
   
  
“Vin, kamu dimana?” tanya suara diseberang sambungan telepon.

One Love | 15 - 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang