6. Penyelamat Dingin

84 10 0
                                    

JASMINE

Sekolahku merupakan sekolah swasta yang memfasilitasi muridnya untuk melakukan berbagai kegiatan outdoor seperti futsal, voli, basket, tennis, bahkan renang.

Seperti sekarang, pada pelajaran olahraga kali ini aku dan teman-teman sekelasku akan mengambil nilai renang. Untungnya kami hanya tinggal berganti baju kemudian pergi ke kolam renang yang sifatnya outdoor---yang berarti mengharuskanku menggunakan cukup banyak sunblock.

Aku dan Kelza sudah selesai dari ruang ganti. Kami mengganti pakaian kami dengan pakaian renang yang potongan bawahnya pendek seatas lutut dan atasannya sebatas bahu.

Ternyata di kolam renang sudah banyak teman-temanku yang menceburkan diri. Kenapa sih mereka semangat sekali. Padahal aku disini setengah deg-deg-an karena parno. Kejadian satu tahun lalu dimana aku nyaris tenggelam karena kram dadakan membuatku jadi agak takut kalau harus kembali ke kumpulan air menyenangkan itu.

"Za, lu kalo mau nyebur, duluan aja deh" kataku pada Kelza yang sudah mulai menuruni tangga ke dalam kolam renang.

Ia berhenti dari kegiatannya dan menoleh ke arahku. "Lu enggak, Min?"

Aku menggeleng pasti, kemudian mendudukkan diriku di pinggir kolam dengan kaki yang kucelupkan ke air. Aku hanya bisa mengamati satu per satu temanku yang mulai mencipratkan air dari gerakan kaki mereka.

Aku bukannya tidak bisa berenang, tapi sejak kejadian kram dadakan satu tahun lalu, bayang-bayang menegangkan itu selalu menghantuiku setiap melihat kolam renang. Aku yang sedang berenang di tengah-tengah kolam sedalam 2 meter saat itu tiba-tiba merasakan kakiku menjadi tegang dan tak bisa digerakkan. Semula hanya di telapak, kram itu naik menjalar sampai ke atas pahaku hingga aku benar-benar kesakitan. Aku berusaha mengepakkan tanganku ke permukaan air untuk meminta tolong namun cukup lama hingga rasanya aku sudah kehabisan napas. Saat mataku hampir tertutup, aku merasakan tubuhku terangkat hingga tak terasa lagi air di tubuhku. Mataku buram parah untuk sekedar melihat siapa yang menolongku saat itu. Hingga aku akhirnya benar-benar tak sadarkan diri.

Tapi traumaku tak seburuk kedengarannya. Setidaknya aku masih mau memaksakan diri untuk masuk ke dalam air meski enggan berlama-lama. Semua itu demi nilai olahraga yang gurunya sangat killer. Ia tak akan memberi dispensasi sekecil apapun. Jadi, mau tak mau aku harus ikut pengambilan nilai ini.

- - -

Aku akhirnya selesai melakukan pengambilan nilai. Semua teman-temanku sudah meninggalkanku karena memang aku yang paling terakhir mengambil nilai. Sementara Kelza juga sudah duluan karena mendadak ia datang bulan. Mungkin ini bukan hari yang beruntung bagi Kelza.

"Jasmine, bapak duluan, ya" ujar Pak Ronald sambil menenteng map berisi data nilai kami.

Aku menoleh ke atas untuk melihatnya, sementara aku masih di dalam air. "Oh, iya pak" balasku.

Setelah itu Pak Ronald pun meninggalkan area kolam renang, begitupun aku yang berjalan menuju tepian kolam.

Sepi sekali, padahal area kolam renang ini menyatu dengan perpustakaan sekolah. Biasanya ada beberapa orang berlalu lalang namun sepertinya tidak hari ini. Aku berusaha mengabaikan itu saat tiba-tiba kakiku seperti kaku dan tegang.

Astaga. Jangan lagi, kumohon.

Awalnya jari-jari kakiku yang kaku tak bisa digerakkan membuatku diam sejenak. Kupikir jika aku diamkan sejenak sakitnya akan cepat hilang. Tapi sepertinya tidak karena justru lagi-lagi sakitnya malah mulai menjalar menuju betis kakiku. Aku tidak mau kejadian setahun lalu terjadi lagi. Makanya cepat-cepat, meski sangat susah, aku mendekat ke tepian kolam yang rasa-rasanya sangat jauh.

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang