29. Ezi Dan Sikapnya

51 6 2
                                    

ALI

Lagi-lagi hari ini terasa begitu panjang. Semua itu karena kehadiran gadis bernama Jasmine Ardinal. Astaga, bahkan aku baru tahu jika ayahnya adalah kerabat kerjaku. Awalnya aku tidak sadar saat pertama kali datang ke rumahnya dan melihat foto-foto keluarga gadis itu. Aku sama sekali belum mengenal sosok ayah di dalam figura besar tersebut. Namun saat Jian dan Zoya memberikanku berkas-berkas investor tadi sore, aku baru sadar jika ayah Jasmine adalah salah satu dari mereka. Aku dan Pak Dimas memang tidak pernah bertemu langsung. Karena biasanya pekerjaan di Bandung ditangani oleh Jian. Jadi, baru kali ini aku berkesempatan menemui pria itu. Tak pernah menduga jika jalannya adalah bersama Jasmine.

Aku dan Pak Dimas berbincang-bincang tentang pekerjaan. Dan sepertinya Jasmine masih merajuk saat itu karena ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Aku juga maklum, pasti gadis itu lelah dan kedinginan. Apalagi setelah pertengkaran kecil yang kami hadapi. Aku mulai berpikir jika hubunganku dengan Jasmine tidak seperti guru dan murid biasanya.

Mana ada guru dan murid bertengkar seperti tadi. Mana ada murid yang berani mengusir gurunya seperti Jasmine mengusirku tadi. Astaga, gadis itu memang berbeda.

"Bang, kenapa senyum-senyum sendiri gitu?"

Aku terlonjak ketika suara Ezi terdengar dari balik pintu yang terbuka. Sejak kapan ia disana!?

Aku lantas bangun dan memposisikan tubuhku menjadi duduk. Kusenderkan punggungku pada kepala ranjang dan mulai bersedekap dada memandang Ezi.

"Sejak kapan kamu disana?" Tanyaku mengintimidasi. Tapi yang ditanya malah terkekeh dan seenaknya tanpa izin masuk ke dalam kamarku.

Kemudian bocah itu duduk di atas ranjang di hadapanku. "Sejak Bang Ali senyum-senyum sendiri sambil ngelamun" jawabnya menjahiliku.

Aku tak menanggapi ucapannya dan lebih memilih untuk membuka ponselku yang berdenting.

"Eh, ini kan baju Ezi! Kok Bang Ali pake?" Pekik Ezi ketika ia menyadari pakaian yang kupakai. Pakaian pemberian Jasmine yang katanya milik Ezi. Ternyata benar. Aku jadi bertanya-tanya mengapa baju Ezi ada pada Jasmine. Apa Ezi pernah menginap disana?

Belum sempat aku jawab, bocah itu kembali bicara, "Tapi Ezi udah lama banget gak lihat baju ini. Ternyata ada di Bang Ali?"

Kuputar bola mataku malas. Lalu kujawab, "bukan. Tadi ini dari Jasmine"

Kulihat Ezi terbelalak setelah mendengar jawabanku. Seolah ia tidak percaya. Ia pun memastikan, "Jasmine?!" Kemudian ia berpikir sebentar sebelum akhirnya menjentikkan jari. "Oh, iya. Udah lama banget Jasmine minjem baju Ezi. Gila..baru dibalikin" katanya sambil geleng-geleng. Oh, jadi gadis itu yang meminjam baju Ezi? Jadi, apa gadis itu yang menginap disini?

"Eh!" Pekik Ezi, berhasil membuatku geram karena terkejut. "Gimana ceritanya baju Ezi bisa abang pake? Kenapa bajunya malah abang pake? Padahal Jasmine kan bisa langsung balikin ke Ezi" Tanyanya dengan pandangan menyelidik ke arahku. Aih, buat apa ia memasang wajah seperti itu? Aku penasaran dengan apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Baju abang basah" jawabku seadanya.

Tatapannya semakin menyelidik, "Basah? Basah kena apa?" Tanyanya, memajukan wajahnya beberapa centi ke depan. Sementara alisnya naik turun.

Kuputar bola mataku malas. Jelas-jelas kalau basah ya kena air. Memang basah karena apalagi, Ezi.

"Air lah" jawabku agak ketus kemudian kembali mengalihkan pandanganku pada ponsel.

Ezi mengangguk-anggukkan kepalanya, "Tapi jawab dulu, kenapa bajunya malah abang pake? Kenapa gak langsung dibalikin aja ke Ezi?" Tanya bocah itu lagi penuh tuntutan.

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang