38. Sudahlah, Menjauh

47 4 0
                                    

JASMINE

Aku terbangun dari tidur ternyamanku ketika kurasakan dingin semakin menusuk. Kutarik selimut yang menutupi tubuhku lebih ke atas sehingga sepenuhnya terasa menghangatkan. Uh, nyamannya. Tapi kemudian aku mengingat sesuatu.

Kubuka mataku yang masih berat ini secara perlahan dan mendapati jika di luar sana masih gelap. Kulihat kasur yang menjadi tempatku tidur semalaman dan aku sadar, ini bukan kamarku. Tapi ini kamar...

Pak Ali!

Kubalikkan tubuhku ke arah berlawanan untuk mengetahui jika saja Pak Ali telah menjebakku untuk tidur bersamanya. Tapi nihil. Aku sendirian di atas ranjang ini. Lalu dimana...

Ah, itu dia disana.

Pak Ali dengan posisi duduknya tertidur di atas single sofa yang tadi malam sempat aku duduki. Kenapa ia tidur disana? Aku yakin itu sangat tidak nyaman, kan? Akupun mencoba mengingat-ingat lagi, bagaimana bisa aku yang tidur di ranjangnya dan pak tua itu tidur di sofa.

Sekelebat bayangan tentang kejadian tadi malam muncul di benakku. Aku ingat, tadi malam Pak Ali tiba-tiba saja mengajakku berdansa. Dengan caranya yang begitu manis dan hangat, ia membuatku nyaman untuk berada di dalam dekapannya. Perasaan nyaman itu merambat ke hatiku menjadikan sesuatu di dalam sana menghangat. Dadaku kembali berdebar hanya dengan mengingat itu. Perasaan macam apa ini?

Apa ini yang namanya jatuh cinta? Apa aku mulai jatuh cinta...padanya?

Aku tidak bodoh, dari begitu banyak novel romantis yang kubaca, hampir semuanya mengatakan jika perasaan macam ini adalah cinta. Tapi apa boleh kalau aku sampai mencintai Pak Ali?

"Tentu saja tidak Jasmine, pria itu gurumu!"

Ah, logika sialan. Tapi hatiku berkata yang sebaliknya!

"Umur kalian terpaut jauh, God dammit!"

Oh..

Benar.

Umur kami.

Jelas tidak pantas jika aku sampai jatuh cinta padanya. Jelas itu salah.

Akan banyak yang menentang itu jika sampai benar-benar terjadi. Aku belum siap menerima cemoohan orang-orang.

Ah, mungkin ini hanya perasaan sementara saja. Mungkin perasaan ini akan hilang sendiri nantinya. Pasti begitu, kan?

Iya, sebaiknya itulah yang terjadi.

Sebaiknya aku menghentikan interaksi semacam semalam mulai saat ini juga. Tidak boleh ada dansa lagi, tidak boleh ada pegangan tangan lagi, dan tidak boleh ada pelukan hangat lagi.

Oh, damn!

Itu pasti sulit karena aku mulai menginginkan itu, lagi.

Tidak! Tidak!

Sambil menggelengkan kepalaku, aku bangkit dari ranjang hendak kembali ke kamarku sebelum siapapun memergoki kami tidur sekamar. Dengan sedikit mengendap-endap, aku berjalan menuju balkon. Tidak mungkin jika aku keluar lewat pintu depan, bukan? Bisa-bisa ketangkap basah.

Langkahku memelan ketika berjalan di depan Pak Ali yang masih tertidur dengan posisi itu, takut membangunkannya.

Tap...tap...tap...

Selangkah lagi dan.... hap!

Lenganku diraih tepat sebelum aku berhasil keluar dari kamar terkutuk ini oleh---siapa lagi kalau bukan---Pak Ali. Astaga! Ia sudah bangun? Sejak kapan?!

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang