"Tunggu—siapa kau bilang?" Potong Seulgi, mengalihkan seluruh perhatiannya pada Sooyoung yang duduk di samping.
"Joohyun unnie?" Ulang Sooyoung bertanya.
"Bukan,bukan itu. Sebelumnya," Seru Seulgi agak tergesa. "Bae atau Seo?"
"Oh,"Sooyoung akhirnya paham. "Bae Joohyun, kenapa?"
Pulpen digenggaman Seulgi seketika terjatuh.
Dengan tatapan mata kosong dan wajah yang membeku, jiwa Seulgi sudah melayang keluar dari tubuhnya.
"Matilah aku."
-
"PERMISI! MAAFKAN AKU! PERMISI!!"
Seulgi dan Sooyoung dengan tergesa berlarian melewati lorong kelas yang penuh dengan lalu-lalang siswa. Jelas, masih sekitar 10 menit sampai bel masuk berbunyi. Sesekali Seulgi maupun Sooyoung meminta maaf karena tidak sengaja menabrak siapapun yang menghalangi jalan.
"Oh, maafkan aku!" Sooyoung menabrak seorang lain dan hampir jatuh tergelincir.
"Cepatlah!" Teriak Seulgi yang sudah berlari jauh di depan.
Keduanya bergegas menuruni tangga dengan meloncati beberapa anak tangga sekaligus—Sooyoung sekali lagi hampir jatuh tergelincir.
"Apa kita sudah terlambat?!" Tanya Sooyoung dengan napas terengah mengejar laju Seulgi.
"Mana kutahu! Pokoknya kita harus mendapatkannya kembali!" Seulgi balas berteriak.
Mereka telah sampai di area ruang kelas tiga pada lantai satu, hanya harus berlari sampai belokan di ujung lorong dan menemukan loker milik Bae Irene atau yang Sooyoung sebutkan tadi—Bae Joohyun.
Baik Seulgi maupun Sooyoung sudah berlari melewati batas mereka dan hampir kehabisan napas. Keringat mengucur deras dari pelipis mereka.
Sedikit lagi.
Hampir,
Sampai.
Seulgi lebih dulu melewati belokan lalu disusul Sooyoung tidak lama setelahnya. Tatapan mereka terfokus pada satu titik, tempat tujuan mereka. Tetapi, seseorang sudah lebih dulu berdiri disana.
Terlambat.
Bae Irene, atau Bae Joohyun—si pemilik loker sudah berada di sana, dengan kotak loker terbuka dan sesuatu lain digenggamannya.
Sesuatu yang tidak seharusnya ia miliki.
"TIDAK!!!" Teriak Seulgi dan Sooyoung berbarengan. Keduanya kompak berlutut karena otot kaki yang mendadak melemas—seperti jelly.
Kehidupan seperti meninggalkan keduanya. Terutama Seulgi yang hanya bisa berdiam diri ditempat, dengan tubuh kaku dan pandangan nanar.
Terlebih ketika Bae Joohyun—atau Irene, terserah—menoleh ke arah mereka sembari menyeringai.
Uh-oh.
Alarm di kepala Seulgi mendadak menyala nyaring.
"Celaka!"
--
Satu jam sebelumnya.
10 menit sebelum bel istirahat makan siang berbunyi.
"Kertasnya ada padamu, kan?" Bisik Seulgi pada Sooyoung.
Sooyoung mengangguk. Pandangan mata fokus ke depan, takut guru mereka menyadari.
"Ingat, jangan sampai salah. Hidup kita dipertaruhkan!"
"Apa harus sampai begini?" Tanya Sooyoung balas berbisik, "bagaimana kalau rencanamu gagal? Habislah kita!"
"Lalu kau punya rencana lain?" Sooyoung menggeleng, "kalau begitu ikuti saja saranku. Kau tahu letak lokernya kan?"
Sooyoung mengangguk.
"Aku merasa agak tidak enak pada Joohyun unnie,"
"Berhentilah merengek, sudah sana pergi! Sebentar lagi bel istirahat."
"Oke."
Sooyoung kemudian mengacungkan sebelah tangannya untuk menarik perhatian guru mereka, sebelahnya lagi memegangi perut. Gurunya menoleh dengan kerutan di dahi.
"Anu, apa aku boleh pergi ke toilet? Ini mendesak." Sooyoung sudah setengah berdiri dari kursinya, dengan raut wajah yang seperti orang terkena konstipasi.
Seusai mendapat izin dari sang guru, Sooyoung lekas berlari keluar. Tidak lupa membawa kertas yang tadi disebutkan, terlipat rapi dalam saku kemejanya.
Sebelum melewati pintu keluar, Sooyoung menyempatkan menoleh pada Seulgi. Mereka berbalas anggukan lalu Sooyoung melesat pergi dengan tekad bak seorang prajurit.
Mata Seulgi mengikuti langkah Sooyoung lewat jendela kelas sampai gadis itu benar-benar menghilang dari pandangan, sebelum menghela napas gusar.
Semoga berhasil.
Sooyoung menuruni tangga dan berbelok menuju tempat loker di lantai satu. Di sana, sudah ada Suho yang berjaga dari sisi satunya. Suho dengan sikap siaga mengisyaratkan pada Sooyoung untuk lekas bergegas.
Cukup tergesa Sooyoung mencari nama Joohyun pada deretan loker milik siswa kelas tiga itu. Matanya menelisik tiap baris demi baris. Sampai kemudian menemukan nama Joohyun tertera disalah satu loker. Tanpa pikir panjang, Sooyoung segera menyelipkan secarik kertas yang tadi terlipat rapi di sakunya ke sela garis loker milik Joohyun.
Tanpa memeriksa lebih jauh, ia kemudian memberikan kode 'selesai' pada Suho—yang memberikannya acungan jempol.
Keduanya lalu bergegas meninggalkan tempat itu, bersikap seolah tidak terjadi apapun.
Tanpa menyadari jika ia telah menyelipkan kertas itu pada loker yang salah.
Bukan loker milik si ketua OSIS Seo Joohyun, melainkan milik Joohyun lainnya—Bae Joohyun.
Hello! Jumpa lagi, eh? 😁
Sebenernya ff ini belum selesai ditulis, tp krn lg mumet ya mending di up ya. Ketimbang kelamaan d draft ntar basi. Hitung2 nambah semangat jg nih, (kalo ada yg menyemangi,haha). Berhubung belum selesai, jd aku mau up tiap satu chapter rampung(loh, kan memang begitu?)
Begini, skrg aslinya udh ada smpe 14 cpt d draft. Jd nanti bkl up cptr 2 klo cptr 15 udh rangkum, begitu seterusnya. Frekuensinya gk nentu.Soal plot, bisa dibilang lebih ringan dari monolid eyes tp lebih berat dari net.
Trus juga pas baca tolong lebih cermat ya, soalnya alurnya bkl sedikit rumit, maju mundur cantik, jd kudu bener2 fokus. Apalgi soal latar waktu.
Udh, gitu aja. Enjoy! 💓
Doi minta post ulang krn pengen baca tp alamak 47 chapter jempol ane kriting ini, ngapa dah dulu kepikiran nulis sinetron 🤦 but, okay. Demi ayang🫂
icantrelatetho Selamat membaca loh ya 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.