"Kau bilang seorang bukan beberapa orang?" Bisik Suho sebal pada Seulgi mengingat perkataan gadis itu tadi.
Seulgi merengut, balas berbisik. "karena kupikir hanya seorang, bukan semuanya!"
Mereka bertiga berjalan di depan diikuti Irene dan seluruh kelompoknya untuk pulang. Seulgi merasa tertipu, karena ia kira hanya Irene yang akan ikut bersamanya—bukan keseluruhan dari mereka.
Seulgi, dengan raut wajah masam menengok ke belakang. Irene masih dengan tenang berjalan mengikuti mereka—diikuti para kacungnya itu.
Ada lima jumlah keseluruhan dari mereka. Kelima siswa itu merupakan siswa angkatan Suho dan Irene—anak kelas tiga. Seulgi hanya mengingat tiga nama diantara mereka.
Park Chanyeol, Ok Taecyeon dan Park Jimin.
Selebihnya hanya sebatas tahu wajah.
"Kalian tahu nama dia yang memegangi tas Irene itu? Matanya selalu melihat seperti orang marah." Bisik Sooyoung ikut menimbrung. Suho lantas menyahut, "Oh Sehun. Wajahnya memang begitu. Kau takut?"
Oh Sehun.
Seulgi mengingat. Tinggal satu orang lagi yang identitasnya belum ia kenali.
"Rasanya seolah kita adalah tawanan mereka, tahu? Bagaimana bisa situasi berubah begini?" Lalu keduanya kompak menengok ke arah Seulgi. Si pelaku yang menyebabkan situasi tidak aman ini.
Seulgi melirik nyalak, "apa?! Aku juga korban."
"Kenapa kalian harus berlatih di rumahmu?"
"Kenapa bukan kalian saja yang berduet dengannya? Menggantikanku?" Balas Seulgi kesal. Sepertinya pembahasan mengenai pemilihan rekan duet Irene selalu menjadi senjata andalan untuk membungkam keduanya. Terbukti ampuh menskak-mat mereka.
"Kita selalu kalah jika Seulgi sudah membahas hal itu."
Mereka melanjutkan perjalanan dalam suasana tidak nyaman setelahnya. Sedangkan Irene diam-diam tersenyum sendiri memperhatikan tingkah tiga sekawan itu.
Mereka sampai di halte bus dan menunggu bus yang akan mereka tumpangi datang.
Ketiga tawanan berdiri canggung dipojokan halte, sedang Irene duduk santai dibangku halte dengan kawalan ke-lima temannya.
Sooyoung mendesah berat, "aku benar-benar benci melihat tingkahnya. Mengapa mereka memperlakukannya seperti ratu begitu, sih?"
Baik Seulgi dan Suho juga hanya bisa melengos melihat sikap santai Irene yang duduk di sana.
"Buah dari perbedaan gender." Jawab Suho melantur, tapi kemudian matanya mengerling usil pada dua temannya. "Tapi aku juga satu-satunya pria di sini. Apa kalian tidak berniat untuk memperlakukanku bagai raja?"
"Mau ku amplas jakunmu?"
"Tunjukkan dulu kejantananmu. Mengucap cinta pada Joohyun unnie saja tidak sanggup."
"Woah.. Kalian memang tidak punya belas kasih." Gerutu Suho mendengar serbuan dari kedua teman perempuannya itu.
Tidak lama bus mereka datang.
Cepat-cepat mereka masuk.
Sooyoung duduk sendirian dibangku single deretan depan. Suho dan Seulgi berbagi dua sisa tempat tersedia dan duduk bersisian dua baris dari belakang. Tidak ada lagi tempat tersedia karena keadaan bus yang memang hampir penuh ketika tiba.
Saat Irene dan teman-temannya naik, mereka menelisik seluruh kursi bus, mencari tempat kosong. Nihil.
Seulgi yang duduk dekat jendela melempar pandangan keluar, tidak perduli dengan mereka. Suho di sampingnya juga membuang pandangan jauh dari mereka. Menolak untuk memberi tempat.
Irene akhirnya berjalan lebih masuk ke belakang, diikuti temannya. Gadis itu kemudian berhenti tepat di samping Suho.
Suho mulai merasakan hawa tidak nyaman menyelimutinya. Rasa-rasanya, tempatnya duduk sekarang tengah terancam. Dan benar saja, Chanyeol dan Taecyeon bergerak mendekati Suho, bersama Irene—ketiganya terasa mengepung pemuda itu.
Seulgi masih anteng menatap keluar jendela.
"A-apa?" Cicit Suho yang lebih terdengar seperti suara anak anjing yang tertindas.
Baik Taecyeon maupun Chanyeol tidak langsung bersuara. Justru tangan Taecyeon yang bergerak, menunjuk ke arah Suho lalu mengisyaratkan pemuda itu untuk berdiri.
"Aku yang duluan duduk." Tolak Suho.
Lalu mereka melihat bagaimana Taecyeon merenggangkan otot-otot tangannya yang kekar.
Suho hanya bisa mendengus kesal. Ia lantas berbisik pada Seulgi—
"Jaga dirimu baik-baik." Sebelum berdiri dan memberikan tempatnya untuk Irene.
Dari pada aku mati.
Mulut Seulgi menganga, tidak percaya Suho akan menyerah secepat itu. Lalu rahangnya hampir tidak bisa kembali menutup saat melihat Irene yang bergerak duduk di sampingnya menggantikan Suho.
Ujung bahu mereka bersentuhan.
Irene tersenyum menang. Jari tangannya bergerak tanpa permisi menutup paksa mulut Seulgi. Dengan mendorong ke atas dagunya pelan.
"Lalat bisa masuk kerongkonganmu."
Rasa-rasanya Seulgi ingin menangis.
Kenapa kami selalu kalah darinya?!
-
Mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki setelah turun dari bus. Setiba diblok rumah mereka, seperti biasa Sooyoung lebih dulu memisahkan diri berjalan menuju rumahnya. Ketiganya melambai kikuk.
Setelahnya giliran Suho yang memisahkan diri saat sampai dihalaman depan rumahnya.
"Dah, Seulgi."
Suho berbelok berjalan melewati halaman rumahnya, namun merasa aneh karena Seulgi tidak membalas kata pamitnya seperti biasa.
Suho kembali menoleh ke belakang untuk memeriksa keadaan Seulgi yang ia pikir kini berjalan menuju rumahnya. Tetapi pemuda itu malah terkesiap menemukan orang-orang itu malah berdiri di belakangnya dengan Seulgi yang nampak merasa bersalah.
Kenapa?
Suho mengernyit.
Seulgi tersenyum kaku.
"Aku mengajak Irene untuk berlatih di rumahmu."
Sontak kedua bola mata Suho melebar. Seperti balon yang mengembang.
Matanya bergerak panik melirik antara Irene–kelompoknya–dan Seulgi.
"Mereka semua?!"
Twice, 1 juni.
Seulrene, 15 juni.
Ha.
Ha..
Ha...
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.