Siwon duduk dengan dua tangan terlipat di depan dada. Menatap tajam tiga orang yang—kembali—tengah berlutut.
"Jelaskan." Itu bukan permintaaan, Siwon sedang mengintimidasi ketiga anggota klubnya.
"Begini—"
"Sebenarnya—"
"Itu—"
Suho, Seulgi, dan Sooyoung berebut mencoba menjelaskan.
Siwon menggeram, "satu waktu untuk satu mulut, bisa?"
Ketiganya mengangguk, lalu saling melempar pandangan satu sama lain. Lewat mata memilih siapa dari mereka yang harus menjelaskan. Kemudian pilihan kembali jatuh pada Suho. Lagi.
Karena Suho adalah senior diantara mereka.
"S-sebenarnya, kami membuat kesalahan. Kami ketahuan saat melakukan vandalisme di area sekolah. Tunggu! Jangan marah dulu—" panik Suho melihat Siwon yang merubah ekspresinya bengis. " Itu karena kami melihat bagaimana guru itu memperlakukan seorang murid dengan tidak adil."
"Guru?"
"Pak Jung, guru kimia dikelas kami merundung teman sekelas kami hanya karena ia dinilai bodoh." Sooyoung ikut menjelaskan.
"Bukannya sudah jadi tugas seorang guru untuk membantu anak didiknya dalam belajar, menjadi contoh panutan untuk kami—sebagai muridnya. Tapi dia malah mengolok anak itu, memperlakukannya seperti sampah." Tukas Seulgi menambahkan. "Aku tidak tahan melihatnya."
Siwon melepas kaitan tangannya, menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. "Jadi, kalian menyerukan protes. Begitu?"
Ketiganya mengangguk.
"Karena seorang guru dari kelas Seulgi dan Sooyoung bertingkah semena-mena pada satu orang murid dikelas mereka," lagi, ketiganya mengangguk. "Dan kau justru ikut dalam tindakan provokatif itu, alih-alih menasehati keduanya, Suho?"
Suho menelan ludah gugup. "Er—"
"Pertanyaannya sekarang—kenapa mereka terlibat?" Ujung mata Siwon melirik sinis pada satu siswi yang menjadi bos diantara gerombolan siswa yang di cap berandalan itu.
Kedua bibir Suho terkatup rapat. Begitupun Sooyoung dan Seulgi.
Ketiganya bergeming.
Cari alasan!
"Mereka saksi mata, dari tindakan kami." Seulgi yang pertama membuka mulut. Suho dan Sooyoung hanya andil dalam mengangguk.
"Lalu?"
Bibir Seulgi terbuka lalu menutup dalam waktu singkat, tidak terpikir alasan lain untuk menyambung kebohongan—meski tidak seluruhnya—yang ia mulai.
"I-imbalan t-tutup mulut?"
Alis Siwon berkedut, matanya melirik Sooyoung tajam. "Tutup mulut?" Siwon mendengus, " karena tertangkap basah oleh mereka? Luar biasa! Anggota klubku sudah bisa jadi dewan rakyat sepertinya." Sindir Siwon mengacu pada prilaku manipulatif ketiganya.
"Dan sekarang kalian akhirnya harus menyeret klub kita dan aku, begitu?" Siwon berdiri dari kursinya, "aku tidak perduli, kalian yang memulai maka kalian juga yang harus menyelesaikan masalah dengan mereka. Cukup pastikan mereka menjaga sikap, atau—" Siwon berjalan mendekat pada ketiganya. "—Tamatlah riwayat kalian!"
Baik Seulgi, Sooyoung ataupun Suho hanya mampu menelan ludah takut. Siwon terkenal dengan tempramennya yang keras. Jika dia sampai mengamuk, entah bagaimana nasib mereka. Tetapi lagi, inti masalah sekarang bukanlah perihal Irene dan gengnya. Namun—
"Er—Siwon," panggil Suho takut-takut, Siwon yang sedang membuka pintu lemari menoleh. "Joohyun—meminta kita semua menemuinya sepulang sekolah nanti, membahas masalah ini."
Pegangan Siwon pada pintu lemari terlepas. Menatap ketiganya syok.
"Seo Joohyun—mengetahuinya?!"
Belum lama sejak Siwon meninggalkan rumah sakit, tetapi sepertinya ia akan kembali masuk opname.
"Dasar berandal!" Sewot Siwon.
-
Pada akhirnya mereka semua terusir dari ruang klub seni oleh Siwon yang mengamuk. Melempari ketiga sekawan itu—khususnya—dengan barang apapun didekatnya.
"Kembali kalian!" Teriakan Siwon masih mengaum keras diantara lorong kelas—mengejar mereka.
Seulgi, Suho dan Sooyoung belingsatan berlarian dilorong kelas, persis seperti saat mereka berlari menuju loker Irene—tiga hari lalu.
Bedanya, kali ini Irene dan kumpulannya ikut berlari tunggang-langgang dari kejaran Siwon.
Pemuda itu sangat menakutkan!
Mereka—termasuk Irene dan kumpulannya—akhirnya berhasil lolos dari jerat amarah Siwon. Bersembunyi di lapangan bola basket indoor sekolah.
"Aku tidak pernah tahu jika itu alasan kalian," Irene memulai obrolan setelah memastikan situasi aman. Menarik perhatian ketiga sekawan yang sedang sibuk-sibuknya mengumpulkan napas. Napas mereka tercecar kemana-mana saat dalam kejaran Siwon.
"Vandalisme? Alasan kalian mencoba mengancam si siswa-teladan-Joohyun?"
"Masalah denganmu?" Alis Seulgi menukik naik, menatap garang pada senior satu tingkat diatasnya itu.
Irene mengedipkan mata beberapa kali, lalu bibirnya mencebik dengan ekspresi yang dibuat seolah menggemaskan.
Menyebalkan.
"Tentu saja tidak. Aku malah sangat bersyukur." Irene tersenyum manis—terlampau manis sampai ketiga sekawan itu kompak memutar mata sebal. "Berkat kalian, akhirnya masalahku teratasi."
Seulgi mengangguk, tidak sepenuhnya perduli. "Benar, anggap saja ini simbiosis mutualisme. Kau sudah dapat yang kau inginkan, begitupun kami." Seulgi menegakkan tubuhnya, berdiri menghadap Irene.
"Karena urusan kita sudah selesai, aku harap ini menjadi terakhir kalinya kita terpaut."
Keduanya bertukar tatap untuk beberapa detik. Irene tersenyum, kilat usil terpantul dalam iris matanya. Sebelum mengangguk santai. "Tentu."
Setelahnya Seulgi berbalik meninggalkan ruangan itu, diikuti Suho dan Sooyoung.
"Tapi aku bukan tuhan yang bisa mengatur takdir," langkah Seulgi dan dua temannya terhenti. Mereka kompak menoleh pada Irene yang kembali bersuara. Dengan mengangkat kedua bahunya tak acuh Irene menambahkan—
"Siapa tahu, mungkin semesta memiliki kotak lain untuk kita?"
Jreng, jreng, jreng!
Satu keping puzzle terbuka. Masih bingung sma alurnya?
Ehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.