Brugh!
Siwon menggeprak meja dihadapan mereka semua—kencang.
Tatapan matanya tajam dan rahangnya terkatup rapat.
"Aku sudah memberi peringatan sebelumnya, tetapi apa yang terjadi?" Desisnya marah. Matanya menyorot nyalak pada para siswa yang duduk di depannya. Terutama pada Seulgi dan dua temannya. "Kubilang—kalian harus mengawasi mereka untuk menjaga sikap, tapi lihat bagaimana kita sekarang?"
Seulgi menunduk takut.
Semua orang yang berada di sana juga sebenarnya—tak terkecuali Irene.
Siwon menarik napas panjang.
"Pak Yunho menanyakan keputusanku menerima mereka sebagai anggota klub jumat lalu, kalian tahu alasan apa yang harus kupakai untuk menyelamatkan bokong kalian?" Gigi Siwon terdengar menggeretak menahan emosi. "Aku bilang pada beliau, jika mereka memiliki minat seni yang tinggi dan ingin mengubah rekor catatan sekolah yang buruk lewat partisipasi di ekskul kesenian. Namun hanya berselang beberapa hari—mereka mengacau lagi. Katakan, apa yang harus kulakukan sekarang?"
Hening.
Tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat.
"Lakukan apapun yang kau mau," Irene tiba-tiba menyahut, seluruh kepala kompak menengok ke arahnya. "Aku mengakui kesalahan, jadi akan kuterima segalanya."
Siwon mendengus. "Oh, begitu?"
Seulgi memperhatikan dengan lekat interaksi antara Siwon dan Irene. Seperti sebuah puzzle yang terberai, mereka memiliki bongkahan yang tidak bisa Seulgi rangkai.
Apa ini?
"Kalau begitu, kau yakin akan menuruti semua kemauanku?"
Irene menopang satu kakinya ke atas kaki lainnya. "Apapun itu."
Mereka berdua kemudian tenggelam pada adu mata yang intens. Menyisakan kebingungan kepada siswa yang lain.
Suho melirik Seulgi, lewat mata bertanya pada gadis itu. Seulgi menggeleng.
Siwon lebih dulu memutus pandangan mereka, berbalik pada lemari yang berada dipojok ruang.
Pemuda itu mengambil secarik kertas dari dalam lemari, lalu berjalan kembali kehadapan mereka.
"Isi formulir ini dan ikuti pentasnya." Siwon menunjukkan secarik kertas yang tadi ia ambil pada Irene.
Wajah Irene berubah mengeras, menatap nyalang Siwon. Yang ditatap tersenyum menang—menunjukkan seringai yang biasanya menghiasi wajah Irene.
"Kau bilang akan melakukan apapun."
Seulgi, Suho dan Sooyoung yang belum mengerti mengapa situasi mendadak berubah kelam, berebut menjulurkan kepala. Berusaha mengintip tentang formulir yang dipegang Siwon.
"Formulir apa itu?" Tanya Sooyoung berbisik pada Suho—yang dijawab gelengan kepala oleh pemuda itu.
"Mana kutahu?" Suho lalu menyikut lengan Seulgi disebelahnya, "kau tahu?"
Seulgi juga menggelengkan kepala, "tidak kelihatan."
Rasa penasaran mereka tidak bertahan lama, karena kemudian Irene memberikan jawaban atas pertanyaan mereka.
"Kau tahu aku tidak lagi menyanyi, Siwon."
Sontak ketiga sekawan itu melihat Irene dengan raut wajah tidak percaya.
Irene,
Si penyihir itu,
Pandai bernyanyi?!
-
"Tidak mau melakukannya?" Siwon menaruh lembar formulir itu ke atas meja, Suho langsung menyambar kertas itu. Seulgi dan Sooyoung menempeli Suho untuk melihat isinya.
Rupanya itu merupakan formulir yang diberikan panitia OSIS untuk meminta perwakilan tiap klub dalam pentas dipanggung yang akan disediakan saat festival sekolah nanti.
"Kau yang bilang akan melakukan apapun, sekarang kau ingin menjilat kembali ludahmu?"
Irene mengatupkan rahang kesal.
"Aku sudah berhenti bernyanyi sejak lama, pinta apapun selain itu."
Siwon menggeleng. "Tidak bisa, ini yang ku mau."
Menarik kembali perhatian ketiga sekawan pada mereka.
Seulgi menatap lekat Irene, menunggu respon apa yang akan diberikan si biang onar.
Irene menghela napas. Otaknya berputar pada banyak hal—mencari solusi dari situasi ini.
"Atau, jika tidak mau kau bisa keluar dari klub." Siwon lagi-lagi menyeringai.
Ketiga orang yang menjadi penonton di sana bersorak dalam hati. Tidak biasanya Irene—si ratu biang onar sekolah—dibuat tak berkutik.
Siwon benar-benar tidak tertandingi.
Irene menggaruk pelipisnya, berpikir. Ekspresi wajahnya berubah serius untuk sepersekian detik, tetapi kemudian—bagaikan mendapat bisikan setan—ekspresinya kembali berubah seperti semula—dengan seringaian dan kilat mata misterius.
"Baiklah, akan kulakukan." Seluruh mata memandang Irene antusias, " tapi dengan satu syarat."
Alis Seulgi menukik naik.
Kenapa dia selalu mengajukan syarat?
"Syarat?" Beo Siwon. "Apa?"
Irene melipat kedua tangannya, beralih menoleh pada deretan tiga siswa lain yang sejak tadi hanya menonton—ketiganya secara insting melempar pandangan ke lain arah.
"Aku hanya akan bernyanyi jika berduet dengan salah satu dari mereka."
Dengan kilat ketiganya kembali menoleh pada Irene, mata mereka seperti hendak mencuat karena kaget.
"Kenapa?!" Seru mereka berbarengan.
Siwon bergantian melirik Irene dan ketiga orang lainnya di sana.
"Berduet? Dengan mereka?"
Ketiganya beralih menatap Siwon. Memohon dengan gelengan kepala supaya ketua klub mereka tidak mengindahkan keinginan Irene.
Tapi bagai malapetaka, Siwon justru menganggukkan kepalanya.
"Disetujui. Siapa dari mereka tepatnya yang ingin kau ajak duet?"
Memicu ke-horror-an ketiganya.
Seulgi mendengar bagaimana Suho berteriak jika ia tidak pandai bernyanyi, lalu disusul Sooyoung yang beralasan jika ia memiliki kecenderungan demam panggung saat mengikuti pentas.
Maka sekarang pilihan sudah dipersempit, dengan tersisa satu kandidat.
Seulgi sekali lagi menoleh pada Irene, dan si penyihir itu justru sedang menatapnya lekat.
Memiringkan kepala, Irene memutuskan—
"Seulgi sepertinya cocok."
Cukup menjadi mimpi buruk untuk Seulgi.
Atau, setidaknya itu yang ia pikir sekarang.
Kalo jadi Seulgi, Irene mau diapain nih enaknya? Wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.