Irene meletakkan sumpitnya, kali ini perhatiannya berpusat penuh pada Seulgi.
"Tentang?"
"Kenapa aku terlihat berbeda dari sebelumnya."
Sesaat Irene termenung. Ia melipat kedua tangannya diatas dada, helaan napas terdengar lewat mulutnya.
"Kenapa ya? Entahlah." Mata Irene menatap seksama seluruh tubuh Seulgi. Dari rambut, wajah, dada, sampai telapak kaki.
Seulgi yang canggung ditatap begitu secara insting menutupi beberapa bagian pribadi tubuhnya.
"Ekhem."
Mata Irene naik kembali pada wajah Seulgi. "Secara penampilan tidak ada perbedaan yang cukup menonjol darimu. Terutama bagian sana!" Mata Irene turun kembali pada dada Seulgi.
"Hey!"
"Tetapi untuk hal lainnya, jauh berbeda."
"Di mana? Hal apa?"
Irene menghendikkan bahu, dengan santainya mengambil sepotong sundae langsung menggunakan tangan sebelum mencelup sedikit pada kuah tteokbokki dan memakannya.
"Senyummu sudah tak semenenangkan dulu."
Seulgi terdiam.
"Dulu, tatapanmu begitu lembut. Seperti peri dari negeri dongeng." Irene tersenyum tipis. " Kau terlihat mengagumkan."
Mata Seulgi mengerjap malu. Apa barusan seorang Irene mengatakan dirinya mengagumkan?
Dia sedang memuji, kan?
Seulgi berdeham singkat, mencoba keluar dari suasana yang mendadak canggung ini.
"A-aku memikirkan ini sejak semalam, jika mendengar dari ceritamu, sepertinya kita cukup dekat dulu?" Tebaknya kikuk.
"Tidak juga."
"Eh?"
"Sebenarnya kita hanya pernah bertemu sekali."
"HE?!" Pekik Seulgi kaget. Karena selama ini ia mengira mereka cukup dekat sehingga Irene bersikap begini. "Hanya sekali? Kau bercanda? Lalu, kenapa kau bersikap seolah aku ini memberikan kesan yang sangat mendalam untuk hidupmu?! Padahal hanya sekali bertemu?!"
"Memangnya kenapa? Itu bisa terjadi."
Seulgi yang melihat sikap acuh tak acuh Irene hanya bisa menghela napas panjang, satu tangannya sibuk memijat bagian belakang lehernya.
"Kau sulit dipercaya," keluh Seulgi. "Selama ini sering menyulitkanku hanya karena satu kali pertemuan?"
"Nah, untuk hal itu sepertinya ada kesalahpahaman. Aku tidak pernah berniat menyulitkanmu sebaliknya, kau sendiri yang mempersulit dirimu lalu menyeretku. Perlu kutegaskan lagi siapa yang salah memilih loker hari itu?" Sanggah Irene panjang lebar.
Seulgi mendengus tidak percaya. "Jadi kau mengungkitnya lagi? Itu juga karena kau yang mencoba memanfaatkan kesempatan dengan kertas itu. Masalah bisa langsung dihindari jika kau tidak memberikan syarat aneh hanya untuk mengembalikan selembar kertas!"
"Syaratku tidak aneh, hanya masuk klub seni."
"Untuk apa kau masuk klub seni? Itu sangat aneh! Tidak sampai disitu, kalian malah mengacau dan kembali menyeretku dalam masalah. Kenapa harus mengganggu Nayeon?!"
"Aku memasuki klub yang kuinginkan, tidak ada yang aneh! Soal Nayeon, aku tidak berpikir jika mereka akan menyeret masalah itu sampai ke Siwon. Dan juga aku sudah memberitahumu alasan kenapa aku melakukan itu. Gadis itu yang lebih dulu memulai!"
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.