Sehari sebelum Sooyoung salah memilih loker.
Awal mula masalah terjadi.
"Ada dari kalian yang ingin menjelaskan padaku mengenai perbuatan kalian sekarang?" Seo Joohyun bertanya dengan nada tenang namun cukup membuat ketiga orang dihadapannya bergeming tanpa kata. "Suho? Bisa jelaskan?"
Suho yang merasa terpanggil mengangkat wajahnya kaget, melirik pada dua temannya untuk bantuan namun mereka malah semakin menundukkan wajah dengan pandangan fokus kebawah.
Menolak membantu.
Kalian bedebah!
"Suho?"
Suho lantas menegakkan tubuhnya. Ragu-ragu menatap Joohyun, kerongkongannya terasa super kering bagai gurun sahara.
"Ehm, uh—k-kami bersalah." Pada akhirnya Suho hanya mampu merangkai dua kata itu.
Payah!
Benak kedua remaja putri yang duduk disebelahnya—menghardik sikap lembek Suho pada perempuan yang pernah—atau masih?—menyinari relung hati dan pikirannya.
Seo Joohyun menghela napas berat. Menatap satu-persatu pelaku dari masalah yang saat ini ia tangani.
"Kalian menyadari konsekuensi dari perbuatan kalian? Apa pernah terpikir sebelumnya?"
Ketiganya kompak menggeleng.
Lagi, Joohyun menghela napas berat.
"Merusak properti sekolah—dalam bentuk dan dasar apapun adalah ilegal. Tapi kalian bahkan menambahkan olokan untuk salah satu oknum pengajar disekolah ini." Joohyun mengerutkan wajah, "itu ibarat menyelam sembari meminum air—tapi dalam konotasi yang buruk. Tahu?"
Ketiganya semakin menundukkan kepala.
Joohyun memusatkan pandangannya pada Seulgi di sisi kiri Suho. Tatapannya melembut, "aku tahu kalian hanya marah dan menyerukan kritikan lewat kreatifitas yang kalian miliki, tetapi lagi—bentuk protes yang kritis dan kreatif tidak harus dengan melakukan Vandalisme di area sekolah. Itu jelas melanggar kebijakan sekolah, dan bukannya klub seni juga punya sistem sendiri untuk tindakan tiap anggotanya? Siwon tahu?"
Mendengar satu nama keramat keluar dari mulut Joohyun membuat ketiganya dihantam ombak kepanikan seketika.
Tidak, Siwon tidak boleh tahu!
"Aku tidak akan melaporkan hal ini ke pengawas sekolah tetapi, kalian tetap akan mendapat hukuman untuk tindakan kalian. Maka dari itu, aku ingin besok—tunggu, apa Siwon sudah masuk sekolah?" Tanya Joohyun mengenai Siwon yang sepekan lebih absen karena sakit, ketiganya menggeleng.
"Belum, katanya hari kamis nanti."
"Hari kamis, ya. Beritahu Siwon untuk datang ke ruang OSIS sepulang sekolah untuk mendiskusikan sanksi kalian. Bagaimana pun Ketua klub harus ikut bertanggung jawab untuk tindakan anggotanya." Seo Joohyun berdiri dari kursinya.
"Dan sekarang sebaiknya kalian segera membersihkan coretan ditembok itu sebelum ada orang lain yang melihatnya, bila perlu cat ulang temboknya."
Ketiganya berdiri, bersiap pergi. Pikiran mereka kalut.
"Ingat! Kamis, sepulang sekolah, bersama Siwon kemari." Joohyun kembali mengingatkan.
Tangan Seulgi terkepal. Matanya bertumbuk pada mata Suho yang menyiratkan hal sama.
Siwon tidak boleh kemari.
Maka ketiganya—minus Sooyoung yang sudah pasrah dengan apapun yang akan menimpa nasibnya—mulai memikirkan cara supaya pertemuan hari kamis dibatalkan.
-
"Aku punya satu syarat." Ujar Irene.
Lagi?
Ketiga remaja yang berlutut dihadapannya mendongak dengan raut wajah keberatan.
Irene mengangkat bahu, "kalau tidak mau ya tidak masalah. Aku bisa langsung melaporkan ini ke pihak sekola—"
"Apa syaratnya?" Potong Seulgi yang sigap menangkap maksud si penyihir.
Irene tersenyum. Melipat kembali kertas di tangannya. Lalu mendekatkan lipatan itu ke wajah Seulgi.
"Ini akan kuberikan, sebagai gantinya—masukkan kami ke klub kalian."
Seulgi mengerjap, begitupun Sooyoung dan Suho.
"Huh?"
"Kalian jelas mendengarnya."
"Kau ingin masuk klub seni?" Tanya Sooyoung memperjelas.
"Kami semua," koreksi Irene.
"Kenapa?" Giliran Suho yang bertanya.
Irene memutar matanya jengah, "karena kami tidak termasuk ke dalam klub manapun di sekolah. Duh."
"Aku tahu—tapi, kenapa klub seni? Memang kalian berminat pada kesenian?"
Irene melipat tangannya, merasa cukup jengah dengan lontaran pertanyaan mereka.
Dia yang seharusnya memegang kendali saat ini.
"Kupikir lebih baik kuberikan saja kertas ini langsung kepada pihak sekolah, ya?" Ancam Irene tak sabar.
Seulgi segera bertindak, setengah berdiri menahan tangan Irene yang memegang kertas itu agar tidak menjauh. "Mari ikut, kebetulan kami memang mau menemui Siwon setelah ini. Ya?" Seulgi menengahi. Tangannya perlahan mengambil alih kertas dari jemari Irene, berpindah padanya.
"Kalian semua bisa masuk klub seni, aku pastikan."
-
Siwon—sang ketua klub seni, baru saja hendak masuk ke ruang klub ketika ujung matanya melihat gerombolan siswa berjalan ke arahnya.
Siwon menoleh, matanya menyipit untuk melihat lebih jelas wajah ketiga orang yang berjalan dibarisan depan. Ekspresi mereka dipenuhi gurat tegang. Lalu beralih pada pasukan dibelakangnya.
Siwon mengenali empat orang diantara gerombolan yang berjalan mengarah padanya.
Keningnya mengerut. "Apa-apaan—"
Kalimatnya terpotong oleh sergapan mendadak seorang siswa yang meloncat, memeluknya erat.
"Hei! Kim Suho!" Teriak Siwon kaget.
Suho semakin mengeratkan pelukannya pada Siwon sembari berbisik—
"Maafkan aku."
"Apa maksud—"lagi-lagi ucapan Siwon terpotong, kali ini ulah dua siswi yang berlutut sembari memegangi kedua kakinya—sebelah kaki untuk tiap orang.
"Tolong ampuni kami."
"Kami bersalah."
Ujung alis Siwon saling menyentuh karena bingung dengan situasi absurd saat ini. Lalu sebuah suara cukup familier ikut terdengar.
"Hey, Siwon!"
Siwon melihat satu orang yang sangat ia kenali. Menyeringai seperti seorang sosiopat.
Memang, kan?
Segera ia dapat membaca arah dari situasi ini.
Dengan amarah yang mulai membumbung, Siwon mendesis. "Apa yang sebenarnya telah kalian lakukan?"
Masih bingung? Wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.