18

1.2K 333 23
                                    




Suho menarik Seulgi agak menjauh dari kerumunan itu.

"Kenapa malah di rumahku?!" Desis Suho tertahan.

"Rumahku sepi. Tidak ada orang yang akan mengawasi kami!" Bela Seulgi.

"Tapi kenapa rumahku?! Aku bisa saja datang ke rumahmu untuk mengawasi."

"Kau tahu aku tidak suka membawa orang asing ke dalam rumahku. Sekali ini saja."

"Tapi mereka banyak! Aku tidak mau!"

Suho bersikeras menolak ide Seulgi yang gila.

Kenapa jadi aku yang repot?!

"Tidak semua, hanya Irene." Seulgi menarik lengan Suho, memohon. "Aku janji dia tidak akan bertindak macam-macam. Oke?"

"Kau yang macam-macam!"

Seulgi memasang ekpresi memelas dengan dua mata sipit yang hampir menutup seluruhnya.

Suho lemah jika Seulgi sudah berekspresi begini.

"Kau menjengkelkan.. "

"Aku mohon!"

"Hanya Irene."

Kelopak mata Seulgi langsung terbuka antusias.

"Kau memang yang terbaik!" Seulgi memeluk Suho erat. Merasa bersyukur.

Sedangkan Suho malah merasa tertekan.

Sial.

Keduanya berjalan kembali mendekati kelompok Irene.

Seulgi menarik napas dalam sebelum memusatkan pandangan pada Irene. Jari telunjukkan terangkat mengarah gadis itu.

"Hanya kau yang boleh ikut masuk, selebihnya tidak. Aku tidak merasa memiliki janji tertentu dengan mereka."

Wajah-wajah pemuda di belakang Irene serentak mengeras.

"Kenapa tidak?" Sehun—si muka selalu marah menurut Sooyoung tadi—yang lebih dulu mengeluarkan suara. "Kami harus memastikan jika Irene akan baik-baik saja."

"Rumahku bukan hotel sewaan, aku tidak menjamu lebih banyak dari dia." Jawab Suho tegas.

Teman-teman Irene hendak kembali berargumen, tetapi tangan Irene yang terangkat menghentikan mereka.

"Kalian pulanglah." Putus Irene. Ia menoleh pada teman-temannya.

"Kau yakin? Setidaknya satu orang harus ikut denganmu."  Satu teman Irene yang masih belum Seulgi kenali namanya berucap.

Kenapa dengan mereka?

Pikir Suho dan Seulgi kompak. Menatap aneh pada lima pemuda yang bereaksi berlebihan, seperti Irene akan memasuki zona musuh saja.

Setengahnya, sih.

"Mereka bukan musuh, Bogum. Kalian tidak perlu khawatir."

Teka-teki terakhir berhasil Seulgi pecahkan, pemuda itu bernama Bogum.

Bogum menatap Irene tidak yakin, lalu pupilnya yang kecoklatan beralih menatap Seulgi dalam.

Seulgi yang ditatap begitu hanya membalas dengan rengutan masam.

Bogum tersenyum.

Seulgi makin merengut.

Tidak Irene tidak temannya, sama-sama aneh.

"Park Bogum," panggil Irene, memutus adu mata antara Seulgi dan Bogum.

Bogum, tanpa melepaskan senyumannya menoleh kembali pada Irene. Pemuda itu lantas mengangguk.

"Baiklah, jika begitu." Ia akhirnya menyetujui keinginan Irene, " tapi jangan terlalu antusias, oke?"

Seulgi memperhatikan bagaimana pipi Irene sedikit bersemu ketika gadis itu memutar matanya merespon ucapan Bogum barusan.

Bogum lagi-lagi tersenyum. Menggusak rambut Irene hangat sebelum mengajak yang lainnya untuk pergi. Mereka manut, meskipun beberapa masih terlihat keberatan.

Seulgi dan Suho berpandangan. Batin mereka menyerukan pemikiran yang identik.

Oh, apa barusan? Drama cinta remaja?



-




Yang pertama menyambut mereka ketika memasuki rumah Suho adalah Yerim. Adik satu-satunya yang dimiliki Suho, bocah perempuan dengan perilaku tengil.

Kedua, adalah Yerim yang menjerit histeris sesaat melihat ketiganya. Matanya melotot dan ekspresi wajahnya seperti sehabis melihat setan.

Ketiga, tingkah aneh bocah SMP itu yang memutari satu sudut rumah mereka dengan kedua tangan terangkat ke atas dan mulut yang berkomat-kamit tidak jelas seperti dukun sedang membaca mantra.

Baik Seulgi, Suho maupun Irene hanya mampu terbengong ditempat.

"Dia kenapa lagi?" Tanya Seulgi.

Suho menggeleng, "mungkin kumat."

Hanya Irene yang tetap diam. Matanya berkedip cepat tiap mendengar jeritan Yerim yang mengagetkan.

"Hey! Kim Yerim! Berisik!" Itu bukan Suho yang memarahi, melainkan seorang ibu paruh baya yang entah kapan datangnya—ibu Suho dan Yerim.

Suho menggaruk rambutnya gatal. Seulgi yang sudah terbiasa dengan situasi ramai di rumah Suho hanya menunggu detik saat bom akan dikeluarkan.

Sedangkan Irene, yang meskipun belum memahami situasi yang terjadi hanya ikut menikmati tontonan.

Lalu detik yang ditunggu tiba—ketika Yerim tidak kunjung menghentikan tingkah anehnya dan sang ibu yang mulai habis kesabaran.

Seulgi melihat bagaimana ibu Suho melepas sebelah sandal rumah yang dipakainya lalu berjalan cepat menghampiri anak gadisnya itu.

"Berhenti berteriak atau kusumpal mulutmu dengan sandal ini, Hey!"

Yerim, bukannya berhenti malah semakin berteriak. Kali ini meneriakkan satu nama tidak asing yang membuat ketiga orang yang sejak tadi berdiri menonton ikut melebarkan matanya.

"IBU!!BAE JOOHYUN ADA DI RUMAH KITA!!! AHHHHHHH!!!"

sontak Suho dan Seulgi menoleh pada Irene dengan wajah bingung dan penasaran.

Irene sendiri hanya mengangkat kedua bahunya, sama herannya.

"Kau kenal adikku?!"















Chapter khusus merayakan hari lahir yang punya wajah di profil akun ini—om jin buto biru alias my hani bani switi dahyuni sarah.

Yey, TUA!

JAN LUPA TERAKTIRAN YAK! HASIL KAMBEK KAN DI PANEN NTAR. EHE.

1 Sendok Takar ParacetamolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang