"Apa sedikit pun, tidak ada yang tersisa dariku diingatanmu?"
Seulgi berjalan gontai mengingat rentetan pertanyaan Irene semalam. Tentang masa lalu mereka yang tak pernah ia ingat.
Apa maksudnya?
Ia masih ingat jelas ekspresi Irene semalam saat menatapnya sebelum meninggalkan kamar untuk Seulgi menginap. Tenang namun kelam.
"Karena aku selalu mengingatnya seperti hari kemarin. Jelas dan nyata."
Seulgi menghela napas dalam. Menggusak rambutnya, memaksa diri untuk mengingat tentang Irene.
"Apa yang kulewatkan?" Gumamnya frustasi.
Memar di pipi kirinya masih berdenyut perih, meskipun bengkaknya sudah mengurang—terima kasih pada Irene.
Meski pada kenyataannya gadis itu pula yang membuat memar di wajah Seulgi. Nah, setidaknya ia sedikit bertanggung jawab.
Hembusan angin pagi dipenghujung musim semi masih cukup menggelitik bulu kuduk Seulgi yang serempak berdiri. Sedikit menggigil Seulgi mulai mempercepat langkahnya. Kedua tangannya bergerak memeluk tubuhnya sendiri.
Pikirannya masih berputar pada percakapan mereka semalam.
"Lalu, jika memang kita pernah bertemu sebelumnya—tidak, jika kau memang mengenalku sebelumnya, kenapa kau tidak pernah menghampiriku? Setidaknya, meski sekali, harusnya kau menyapaku, bukan?"
Kepalan tangan Seulgi yang membekap dua sisi tubuhnya menguat. Menarik rusuh seragam yang ia kenakan.
"Karena.. aku tidak yakin."
Napas Seulgi memburu seiring langkah yang selaras. Membelah udara dingin pagi itu dengan mantap. Matanya memincing tajam jalanan di depan ketika kalimat berikutnya yang keluar dari mulut Irene kembali terulang dibenaknya.
"Kau—terlihat berbeda dari terakhir kali kita bertemu."
Entah kenapa, rasanya seperti sesuatu menumbuk keras ulu hatinya mengingat kalimat itu.
Dengan hati yang mencelos, Seulgi mulai berlari. Rasa dingin yang melingkupi dirinya sudah tidak bisa lagi ia bendung.
Apa maksudnya?
APA MAKSUDMU, IRENE?!
-
Suho keluar dari rumahnya sembari menguap lebar. Disebrang jalan ada Sooyoung yang menatap jijik. Suho hanya menyeringai tengil menyadari tatapan temannya itu, Sooyoung membalasnya dengan acungan jari tengah.
Mereka bertemu di depan gerbang rumah Seulgi. Menunggu sang empunya rumah untuk keluar. Ini hari sabtu, jadwal mereka untuk membantu klub teater di sekolah.
"Apa kau tahu kemana dia pergi kemarin?" Tanya Sooyoung perihal kepergian mendadak Seulgi kemarin.
Suho, yang tahu dengan jelas kemana gadis itu pergi menggaruk jakunnya yang mendadak gatal. Menggeleng singkat, pemuda itu melemparkan perhatiannya pada rumah Seulgi yang nampak sepi.
"Tidak tahu." Itu jelas kebohongan.
"Aneh, dia jarang begitu."
Suho melirik diam-diam pada Sooyoung.
"Ngomong-ngomong, kenapa Seulgi belum juga keluar? Kulihat semua lampu rumahnya sudah padam."
Perhatian Suho kembali pada rumah Seulgi. Pemuda itu mengingat terakhir kali Seulgi mengabarinya. Lewat pesan singkat yang dikirim sepulang sekolah, hanya itu. Tidak ada kabar lain sampai menjelang tengah malam maupun pagi ini darinya.
"Apa dia tidak pulang kemarin?" Tanya Suho.
"Huh?"
Suho menoleh pada Sooyoung yang malah bereaksi bingung, "huh?"
"Itu—" mengikuti arah telunjuk Sooyoung, Suho mendapati seseorang berjalan mengarah mereka.
"Seulgi? Dari mana dia?"
"Bukan! Lihat pakaiannya! Dia masih memakai seragam kemarin." Sooyoung menatap Suho heran. "Dia tidak pulang kemarin?"
Suho mengangkat kedua bahunya, tidak tahu. Lalu pandangannya kembali terfokus pada Seulgi yang mulai mendekat. Berjalan dengan langkah terburu sembari memeluk tubuhnya sendiri. Tetapi ada hal lain yang membuat keduanya seketika menjerit histeris—
"Seulgi! Kenapa dengan wajahmu?!"
-
"Katakan pada Seungwan, hari ini aku tidak bisa datang. Aku merasa tidak enak badan." Seulgi berbicara dengan mulut yang kaku akibat memar di wajahnya.
Suho dan Sooyoung meringis melihat sebelah wajah Seulgi yang tampak seperti beruang sehabis digigit tawon.
"Kau sudah mengompresnya?"
Seulgi mengangguk.
"Kau yakin itu bukan ulah seseorang?" Tanya Suho skeptis dengan cerita Seulgi perkara muasal memar di pipi kirinya. Bagaimanapun, dia tahu kemana gadis itu pergi semalam.
Seulgi melirik Suho penuh arti, tetapi kepalanya tetap menggeleng. "Aku hanya terpeleset ditangga masuk terminal bawah tanah semalam. Bukan karena orang lain."
"Seberapa tinggi? Kau mungkin harus mengecek tulang-tulangmu di rumah sakit. Biasanya orang yang jatuh dari tangga setidaknya mengalami patah tulang ringan, kan?"
"Kau menyumpahiku, Sooyoung?"
"Bukan begitu, aku hanya khawatir. Kau yakin tidak ada cedera dibagian tubuh yang lain? Tanganmu mungkin?" Sooyoung bergerak untuk memeriksa keseluruhan tubuh Seulgi.
"Tidak ada!" Sebal Seulgi karena saat Sooyoung berusaha membalik tubuhnya, wajahnya tidak sengaja tergeser mengenai ujung atas punggung sofa yang mereka duduki.
Suho cepat-cepat bergerak menarik tangan Sooyoung sebelum Seulgi meledak marah.
Sooyoung mendelik tidak terima pada Suho. "Lalu katakan, kemana kau kemarin? Kenapa tidak pulang? Di mana kau menginap semalam?"
Seulgi menarik napas panjang. Pipinya sakit dan kepalanya terasa pening karena kurang tidur—Seulgi tidak bisa tidur karena memikirkan ucapan Irene yang layaknya teka-teki silang—gadis itu melirik Sooyoung yang sejak tadi mengoceh—garang.
"Rumah Irene."
Keduanya sontak terdiam. Baik Suho maupun Sooyoung hanya menatap seolah gadis di depan mereka baru saja menumbuhkan tanduk baru dari kepalanya.
"Aku tidak salah dengar, kan?"
Kalian ya, dipancing baru pada nongol. Tpi makasih loh atas tanggapan positifnya. Buat yg minta double up, mohon maap, takaran dosis cuma satu dalam sehari. Bersabar ya. 😁
Btw, ada yg ikutin dramanya om cha taehyun terbaru gk? Aslik, itu drama genre crime mistery thrillernya ocn yang paling bikin ngakak. Apalagi eps 1, full dr awal smpe akhir ngakak. Yg gabut, tonton gih. Judulnya Team bulldog—off duty investigation. 👍
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Sendok Takar Paracetamol
FanfictionUntuk hatimu yang dilanda demam. Alternative title : the pursuit of happiness.