30. 'Malam itu'

6.4K 1K 86
                                    


Selamat melepas rindu. Walau hanya sebentar.



***


"Kamu nggak apa-apa, Bi?" tanya Jeffrey pelan pada Bintang yang kini merebahkan dirinya di kasur.

Bintang menghela napas kasar. Ia sangat enggan meladeni Jeffrey, namun sialnya pria itu malah terus menempelinya. Membuatnya harus mendengar suara Jeffrey yang sangat membuatnya jengkel itu. Cobaan apa lagi ini, Tuhan?

"Bi, aku nanya dari tadi kok nggak dijawab, sih?" desah Jeffrey frustasi.

"Mas, aku nggak mau interaksi sama kamu dulu. Keluar, please."

"Tapi aku kan lagi ngurus kamu? Kalau aku keluar, siapa yan-"

"Anak-anak aku bisa kok ngurus aku. Nggak usah khawatir. Mereka itu dokter dan perawat yang memang buat ngejaga dan ngurus aku. Mereka cuma lagi pura-pura jadi anak kecil."

Bibir Jeffrey sangat gatal ingin membalas omongan aneh Bintang tadi. Tapi ketika dilihatnya wajah Bintang yang sudah terlihat sangat bete,maka ia urungkan saja niatnya.

Jeffrey mengambil gelas air yang masih penuh di meja nakas. "Panggil aku kalau kamu butuh apapun, dear," kata Jeffrey pelan. Lalu pria jangkung itu melangkah keluar, meninggalkan Bintang yang diam.


"... I don't need anything from you, Mas."


***


"Bunda tadi kenapa tidur di luar?"

Mark, si sulung itu saat ini sedang duduk di sebelah Bintang. Anak itu menatap lekat pada mata bulat Bintang, seolah menuntut jawaban yang jujur dari sang Bunda. berbeda dengan Bintang yang kini terlihat bingung. Harus menjawab apa ia pada sang anak? Mana mungkin Bintang mengucapkan hal jujur pada Mark soal kejadian foto Yudhistira. Dan juga mimpi tentang suara Yudhistira tadi.

Mark menepuk pelan lengan Bintang ketika ia tak kunjung mendengar suara sang Bunda. "Bunda, kenapa tadi tidur di luar? Kenapa nggak di dalem aja? Di luar tadi dingin, Bunda. Bunda nggak boleh sakit."

Bintang terkekeh. "Kalau udah waktunya Bunda sakit, ya pasti sakit, nak. Nggak bisa ditawar lagi."

"Tapi Bunda nggak boleh tidur di luar lagi. Mark takut Bunda sakit!" pekik Mark tanpa sadar.

Bintang menatap lekat anak sulungnya itu. Wajah Mark dipenuhi dengan rasa kekhawatiran dan takut. Anak berusia 6 tahun itu memang kelewat jujur kalau dilihat dari sisi ekspresinya. Mark mungkin bisa berbohong lewat bibir, namun tidak lewat mimik wajah.

"Mark, sini deh." Bintang menepuk sisi kirinya, dimana di sana ada ruang kosong untuk Mark.

Mark awalnya terlihat Bingung. Namun anak itu tetap saja menuruti kata Bundanya itu. Mark merebahkan tubuh pendeknya di sebelah kiri Bintang. Kepalanya ia istirahatnya pada lengan sang Bunda, dan kedua tanganna ia gunakan untuk memeluk Bintang dengan erat.

Bintang mengelus lembut rambut hitam legam anak itu. Lalu mengecup pelan kening anak itu dengan lembut. 

"Mark kenapa takut banget Bunda sakit?" tanya Bintang dengan suara pelan.

7 Dream [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang