Mulai?

695 48 24
                                    


        Aku hancur dan aku tak ingin hancur sendiri.  -mark





-Jaehyun pov

"Taeyong... Saya berangkat..." Teriakku .

"Ah iya...sini dasimu kubenarkan..." Kulihat wajahnya yang sedang memasang dasiku dengan serius, sunguh mengemaskan.

"Sudah..." kulihat senyum penuh kebanggaan yang tertera dibibirnya ketika berhasil memasang dasi yang kini bertenger apik dileherku.

"Saya berangkat..." Ku usap rambutnya dengan gemas ketika melihatnya tersenyum.

"Hati-hati..." Ucapnya dengan melambai padaku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

         Aku tak tau perasaan jenis apa yang ada antara diriku dan Taeyong. Aku mencintainya namun sebagai adik dan bukan yang lain. Aku ingin berhenti tapi melihat air matanya rasanya diriku gagal memberi yang terbaik.

'Buk'

    Astaga, karena melamun tanpa sadar aku menabrak lebih tepatnya hampir menabrak seseorang. Seketika aku berlari dan keluar melihat korban yang kutabrak.

"Kau tak apa-apa?..." Tanyaku dengan membantunya berdiri.

"Kucingnya tidak papa..." Ucapnya dengan tersenyum manis dan mengangkat kucing yang sama mengemaskannya dengan senyumnya.

"....." Astaga dia sangat mengemaskan.

"Tuan?..." Tanyanya dengan melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.

"A-ah maaf aku melamun...apa kau terluka?..." Tanyaku dengan melihatnya dari bawah keatas dan mengecek tubuhnya.

"Rasanya tidak..." Jawabnya dengan menatapku disertai tatapan bingung.

"Tidak apa-ap.... Akkk....kaki ku berdarah..." Pekiknya dengan suara nyaring dan membuat kami menjadi pusat perhatian.

"Biar saya obati..." Ucapku mencoba memperbaiki keadaan agar aku tak ternilai buruk dimata publik.

"Gendong..." Ucapnya dengan merentangkan kedua tangan dan menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Eh..." Dia memintaku mengendongnya?

"Kaki ku berdarah dan itu sakit...  sudah sana pergi... Jika paman tidak mau pergi saja..." Ucapnya dengan menunduk dan kulihat bahunya berguncang menandakan dia tengah menangis.

'Hap'

    Karena takut dia semakin menangis dan lukanya nanti semakin menjadi kugendong dan kumasukkan dirinya dalam mobil.

"Paman...kucingnya jangan lupa dimasukkan..." Ucapnya dengan menatapku dengan mata berbinar.

"Iya..." Entah apa yang ia gunakan hingga membuatku dengan tanpa paksaan lebih melakukan apa yang ia ingin.

.
.
.
.
.
.
.

      Karena aku sudah sangat terlambat kuajak dia menuju kantorku dan ku obati dikantor.

"Ini kantor paman?..." Tanyanya dalam gendonganku dengan menatap kagum .

"Paman berkerja disini..." Jawabku , kulihat kucing putih itu masih mengikuti langkahku.

"Ayo paman obati...." Tanpa kusadari aku mulai terbiasa dengan panggilan paman dari anak itu.

"Tidak..." Lirihnya dengan menatapku dengan tatapan memohon dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa?..." Tanyaku dengan menaikkan salah satu alisku.

"Sakit..."Lirihnya dengan gelengan dan mata yang berkaca-kaca.

OrigamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang