Cinta dan sakit

772 55 6
                                    

      Sudah dua bulan semenjak insiden itu . Mark sekarang semakin menjauh dari kami dia tak pernah berbicara atau yang lainnya dia hanya diam dan menatap kosong.

    Jujur aku dulu berharap dia hancur, karena dia dan ibunya membuat keluargaku rusak namun. Setelah melihat dirinya yang seperti ini membuatku merasa bersalah dan kasihan.

     Dia hanya diam tanpa mengatakan apa yang sudah dia alami . Dia memendamnya sendiri dan membuatku muak.

     Dia tidak mengatakan apapun pada ayah, ibu, atau ibunya dia bersikap seolah tak terjadi apapun . Namun aku sering melihat luka disudut bibirnya , lebam , dan tanda merah dilehernya yang berusaha ia tutupi.

     Aku sebenarnya mulai ragu untuk menaruh empati dan berpikir dia menjual tubuhnya.

    Karena saat ini aku melihat dirinya yang keluar rumah pada malam ini dan dia akan pulang dini hari .

-san pov end
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

  -mark pov

    Kulihat San yang tengah menatap ku dari atas balkon . aku ingin dekat dengannya namun, aku tidak tau cara untuk memulainya .

    Jadi lebih baik aku melupakan niat agar bisa dekat dengannya. Aku cukup tau diri untuk menjaga batasan pada anak kandung ayah.

    Tepat ketika akan melewati pertigaan aku melihat seseorang yang tengah bersembunyi dibalik pilar gedung .

'San ?'

Untuk apa dia?

     Lebih baik aku segera bergegas. Lebih baik aku bersembunyi .

"Sial dimana dia?..." Monolongnya ketika tak melihatku.

"Cepat sekali perginya..."Dia terlihat kesal.

" Untuk apa aku mengikutinya?...dia mungkin sedang menjajakan dirinya pada laki-laki hidung belang..."Oh dia mengira aku seorang pelacur





Grep







   Tepat ketika San pergi dan aku akan beranjak kurasakan pelukan dari arah belakang yang membuatku terlonjak kaget.

"Sayang..." Ucap seseorang tersebut dengan menjilat dan meniup tengkuk leherku.

"Je-jeno...Jangan..."Lirihku ketika tangannya perlahan memasuki pakaian dan membelai tubuhku.

" ayo kita pulang..."setelah mengucapkan itu ditariknya tubuhku dalam pelukannya dan dibopongnya menuju apartemen miliknya yang ia tinggali selama dua bulan ini.



'Buk'





    Dilemparnya tubuhku keranjang. Seperti inilah yang ia lakukan pada ku selama ini hanya sex yang dapat membuatnya berubah menjadi jenoku yang dulu.

"Je-jeno..."gumamku tetika merasakan ciuman yang tadi dileherku sekarang turun kearah bahuku.

" mark..."Ucapnya dengan nada suara rendah karena menahan nafsunya.

"Hiks...Je-jeno...ku...mohon... Jadilah Jenoku yang dulu..." lirihku dengan suara bergetar.

"Untuk apa?..."Tanyanya

"..."

"Untuk apa menjadi pengecut seperti dulu?... Bukankah dengan ini aku bisa memiliki dirimu?..."Ucapnya dengan seringai dibibirnya.

" Ku mohon jangan seperti ini kita bisa saling memiliki dalam persahabatan..."Perlahan kubelai pipi tirusnya.


'Plak'


"aku ingin dirimu!!! Sepenuhnya dirimu bukan dalam ikatan persahabatan camkan itu baik-baik...Akkk...Sialan...Aku ingin dirimu...jangan tinggalkan aku... Kau hanya milikku...jika kau pergi kubunuh kau dan ibumu..." Raungnya, jelas terlihat dia kacau. Dia takut kehilangan dan kepergian seseorang yang menurut hidupnya penting.

"Kau egois...." Lirihku ketika dia mengikat kakiku dengan rantai yang selalu membelengu kakiku setiap malam selama satu bulan ini.

"Aku tak peduli...tidur lah malam ini... Besok libur kau akan disini selama dua hari aku sudah bilang ayahmu...aku pergi dulu..." Ucapnya tanpa memandang wajahku dan mengecup pucak kepalaku ketika akan keluar .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

  -Jeno pov

         Ku langkahkan kakiku keluar menuju balkon untuk meredakan amarah dan emosiku yang tersuluat akan ucapan Mark tadi.

     Ku keluarkan satu batang nikotin dari kotaknya dan ku nyalakan dengan korek api , kuhisap rasa manis dan asam pahit dari batang rokok ini. Bagi beberapa orang ini menyesakkan namun bagiku asap rokok membuang kesedihan yang sulit untuk ku luapkan.

        Aku tau ini salah namun, aku benar-benar taku sendiri. Terlalu banyak rasa sakit kesendirian yang kutanggung dulu. Dimana masa kecilku dulu dihiasi dengan, ayah dan ibu saling menyalahkan dan berakhir dengan ayah yang meluapkan emosi dengan memukuli ibu atau diriku dengan membabi buta. Ayah yang sering membawa selingkuhannya atau ibu yang sering menyalahkanku. Dan penderitaan ibu berakhir sepuluh tahun lalu karena dia memilih untuk pergi dengan cara bunuh diri.
    Ketika aku pulang sekolah aku melihat tubuh ibu sudah bergantung dan mata yang terbelakak menatap kosong dan darah yang menetes diantara kakinya .
      Ibu pergi bersama calon adikku yang bahkan belum lahir kedunia.

   Sejak saat itu aku menjadi Pendiam dan depresi dan sangat suka melihat darah. Membuat aku sering melukai diriku sendiri atau orang lain untuk melihat darah agar merasakan seperti ibu. Namun saat  seorang anak berdiri didepan ku ketika melihat diriku dengan sengaja merobek pahaku dengan pisau kater dia malah berlali dan memeluk diriku dan menenangkanku untuk tidak menangis tapi dia sendiri yang menangis.
 

   Aku selalu melindungi anak itu bahkan selalu memberi ancaman dan menyiksa orang yang berani mengatainya anak haram dan membuatnya menangis.

Anak itu adalah

Mark.

       Sejak saat itu kondisi mentalku perlahan membaik, aku tak pernah terobsesi oleh darah lagi. Aku mengenal kasih sayang darinya walau dalam diam aku merasakan perhatian dan kasih sayang tulus yang ia berikan padaku.

     Aku tak peduli jika ini menyakitinya aku hanya tak ingin dia pergi, aku tak ingin kehilangan dan ditinggal lagi.

'Tes'

     Membayangnkan betapa menyeramkannya hidupku jika dia pergi . Aku tak sanggup membayangkan hal mengerikan itu. Tanpa sadar air mataku mengalir kian deras membayangnyan dia pergi dan tak akan kembali.

"Kau adalah obsesi dan tujuan hidupku...hiks... Tanpamu aku hancur...kau adalah alasanku untuk bernafas ....." Ku tatap wajah damainya ketika tertidur.

    Ku rangkul tubuhnya dalam pelukanku.

"Aku tak tau apa itu salah atau benar yang kutau ... Kau adalah alasnku untuk membuka mata dan menghadapi kejamnya dunia...aku mencintaimu..." Gumamku tanpa kusadari dengan suara bergetar karena menahan tangis.

'Cup'

  Kucium pucuk kepalanya dan kupeluk dengan lembut, takut membuatnya terluka dan hancur jika aku memeluknya erat.

  'Mencintai tanpa rasa sakit? Itu omong kosong... Kau karena mencintai harus menanggung rasa sakit...tak ada cinta tanpa air mata...'

     Perlahan dengan lembut ku eratkan pelukan pada tubuh rapuhnya.

T

B

C

OrigamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang