Duel

19.1K 706 100
                                    

Seorang cowok menatap malas ke arah mimbar. Di sana, berdiri pria tua yang terus mengoceh. Bahkan, sudah melewati dua jam lamanya. Ia melirik ke sebelahnya. Sahabatnya, sudah tidur dengan wajah tak terkontrol sedari tadi.

Ia menghela napas. Sampai akhirnya, kalimat itu diucapkan. "Finally, all students pass! And for the best graduates, it goes to ... Alzevin Brigit Aharon. Alzevin, come here and give a little message."

'Oh God, dari tadi gue nunggu ini.'

Riuh tepuk tangan mengiringi langkah demi langkah yang cowok dengan iris hijau itu ambil. Wajahnya tak berubah sedikit pun, meskipun ia dinominasikan menjadi murid terbaik tahun ini. Ia segera menuju panggung.

Guru yang sedari tadi mengoceh, memasangkan selempang berwarna cokelat dengan tulisan keemasan. THE BEST GRADUATE. Lalu, Alzevin dipersilakan menaiki mimbar dan berbicara. "Thanks."

Dari beribu-ribu kata, hanya satu yang diucapkan oleh Alzevin. Dan itu sukses membuat seluruh perempuan di ruangan berteriak heboh. Sampai, sobatnya yang tadi tertidur pulas terjatuh dari kursi saking terkejutnya. "Eh, kadapat anjir."

Alzevin menghela napas dan langsung turun dari panggung. Demi apapun, ia ingin ini semua cepat selesai. Baru saja menoleh ingin menuruni tiga tangga panggung, ia langsung berhenti. Menatap kumpulan para cewek bule yang ingin bersua foto bersamanya.

Persetan dengan sekumpulan cewek rusuh itu. Ia turun dengan santai. Namun, saat ada satu orang yang menarik bajunya. Ia langsung menoleh dengan tatapan tajam. Alzevin bahkan belum angkat bicara, tetapi, semua cewek dalam gerombolan itu langsung terdiam.

"Don't even touch me, and let me go!" Suaranya pelan, tapi mampu membuat siapapun diam tak berkutik. Rasanya mendengar suara Alzevin itu ... seperti dilempar ke Kutub Utara! Dingin.

Saat menyambar pintu keluar, ia tak sengaja mendengar ucapan salah seorang temannya, yang sepertinya memang dimaksud agar ia mendengarnya. Pasalnya, mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan suara yang cukup keras.

Kepala Alzevin mendidih mendengarnya. Ia berhenti sembari memegang ke pintu untuk mendengar omongan mereka. Jerom dan Aldi, dua orang Indonesia juga.

"Percuma lulusan terbaik, kalau orang tuanya nggak datang."

"Siapa yang bakal datang? Bapaknya, kan udah meninggal, terus Ibunya? Kan jual diri, buat nafkahin anak brandal kayak dia. Hahaha."

Alzevin benar-benar tidak tahan. Ia menghampiri dua cowok yang sedari tadi menyinyir. "Shut up!" Pukulan demi pukulan ia layangkan. Tak peduli jeritan atau ancaman yang ia dengar dari sekelilingnya. Inginnya hanya menghabisi orang dengan mulut penuh omong kosong seperti mereka.

Hingga akhirnya, satu tangan menariknya dari dua orang itu. "Ssssst. Alze cukup! Sadar woy! Nggak lucu kalo mau masuk SMA, lo malah dipenjara."

Itu sahabatnya. Reagan. Alzevin langsung menarik napas. Lalu, menghembuskan napasnya. "Jangan pernah ngomong hal yang nggak lo tau kebenarannya. Orang dilihat kecerdasannya dari cara dia bicara."

Satu di antara keduanya tersenyum meremehkan. "Biasanya sih, kalo tuduhan dari orang lain salah, cuma diam. Tapi kok ini ngamuk? Bener ya? Bener, kan Ibu lo per*k?" Jerom mengatakannya dengan lantang.

"Tutup mulut sampah lo itu, brengsek!"

Reagan kalah. Ia sudah mencoba menahan Alzevin yang diliputi rasa marah. Oke, Reagan angkat tangan. "Lo yang mancing kemarahan singa. Gue udah nahan, tapi emang lo nya pada kayak bangsat. Nikmati kebangsatan kalian, Bro."

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang