Rayuan Maut Alze

2.6K 283 91
                                    

"Udah gue cari, si Bra ada di kantin." Geovano baru saja datang memberi tahu keberadaan target yang kurang belaian—Brasilia.

"Kuy siap-siap di posisi masing-masing." Ardhito paling semangat. Dia cukup penasaran dengan aksi seorang kulkas yang akan merayu seorang cabe-cabean dari SMA Galasta. Apakah berhasil?

"Posisi pala lo, emangnya kita mau bertempur apa?" Kini Reagan yang bersuara. Padahal jauh di dalam hatinya, ia adalah orang yang paling tidak sabar ingin menyaksikan sahabat tripleknya merayu seorang gadis. Belum dimulai pun, rasanya Reagan ingin tertawa.

Rayhan mendekati Alzevin. "Lo harus bawa Brasilia ke taman belakang sekolah," jelas Rayhan kepada Alzevin. Yang sedang dikasih tahu hanya bereaksi lempeng dan kurang minat. "Denger gak, Al?"

"Hm."

"Lo cari Aksa, dan lo cari Raga. Terus nanti bawa mereka ke taman belakang sekolah." Rayhan menunjuk Reagan dan Geovano secara berturut-turut. Kedua pemuda itu langsung bergegas melaksanakan tugasnya.

"Kita mah menemani perjalanan Alze biar tidak tegang, Nesh." Arditho menepuk pundak Ganesha.

"Bacot," balas Alzevin seraya bangkit dari duduknya.

"Ya udah ayo, sebelum masuk."

Rayhan, Ardhito, dan Ganesha menyusul langkah Alzevin yang sudah hilang di balik pintu kelas. Entah pemuda itu terlalu bersemangat untuk mendapatkan helm atau ingin cepat-cepat kelar karena rencana gila ini sangat mengganggu. Tapi, jika dilihat dari karakter Alzevin, opsi kedua adalah pernyataan yang paling tepat.

Sesuai rencana. Alzevin masuk sendiri ke dalam kantin, sedangkan Rayhan, Arditho dan Ganesha memantau dari kejauhan, bersembunyi di balik tembok seperti kucing yang menunggu sisa makanan.

Dengan segala kedatarannya Alzevin menghampiri meja yang sedang ditempati oleh Brasilia dan teman-temannya. Perhatian mereka langsung tertuju pada Alzevin. Tanpa menunggu lebih lama lagi, pemuda itu membuka suara. "Ikut gue."

Sontak gadis-gadis itu langsung bertatap muka. Menanyakan perihal siapa yang diajak bicara oleh Alzevin. Sadar dengan kebingungan sekelompok cabe-cabean di hadapannya, Alzevin berdecak. "Ck. Brasilia. Ikut gue."

~~~~~

Reagan bingung harus mencari Aksa ke mana lagi. Jejaknya hilang bak di telan Ardhito yang doyan makan. Ia tak mungkin menelusuri seluruh Galasta karena tempatnya sangat luas. Tidak cukup waktu. Lagian, seperti tidak punya otak saja jika harus melakukannya. Ada hal yang lebih simpel.

"Kok gak kepikiran, ya?" Pemuda itu langsung merogoh ponselnya dan menghubungi nomer Aksa. Padahal jika dilakukan sedari tadi, akan lebih cepat. Pasti nih, ketularan virus Arditho yang somplaknya tiada batas.

"Lo di mana, Sa?"

"Kenapa?"

"Gue mau ngajak main."

"Main apa?"

"Mainin hati kan gak mungkin."

"Gak jelas lo."

"Lo di mana dulu."

"Perpus."

"Ngapain?"

"Menurut lo?"

"Kalo orang pinter sih pasti baca, tapi kalo lo kayanya molor, deh."

"Bacot."

"Jangan ditutup dong sampe gue nyampe di sana."

"Alay banget lo dasar jomblo."

Tut. Sambungan langsung terputus secara sepihak. Reagan tertawa geli lantas menuju tempat di mana Aksa berada. Untung saja jarak perpus tidak jauh dengan tempatnya berdiri saat ini. Hanya terhalang oleh beberapa bangunan, bukan terhalang restu, ya.

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang