Asgar?

2.7K 307 79
                                    

Brasilia terperangah mendapati ke-enam cowok yang saling mengintip dari balik tembok tak jauh dari tempatnya duduk sekarang. Bra mengeram, merasa jika dirinya sekarang sedang di permainkan oleh ketujuh cowok yang sialnya ganteng semua.

"Maksud kamu apa?" tanya Bra pada Alzevin yang masih memasang muka datar. Tanpa perlu Alzevin membuka suaranya yang memang mahal, Rayhan di belakang sudah jauh lebih dulu menyahut.

"Ini rencana kita semua buat bongkar kedok lo di depan Aksa dan Raga."

Wajah Brasilia memerah, dengan perasaan dongkol tanpa membalas lagi perkataan Rayhan cewek berwajah menor itu pergi.

"Kita berhasil! Berhasil! hore!" seru Ardhito dengan nada seperti Dora The Explore. Rayhan memutar bola mata malas melihat tingkahnya.

Reagan yang sejak tadi berdiri kini beralih mendudukan tubuhnya di samping Alzevin yang masih saja lempeng tak berekspresi. "Kita harus berterima kasih kepada bapak Alzevin yang terhormat. Karena, sudah mau menyumbangkan kalimat mahalnya," ujar Reagan girang.

Alzevin berdecak. Rayhan ikut tertawa bersama Arditho. "Tapi anjir lah lo ngerayunya enggak elit banget." Geovano yang berkata.

"Lempeng aja kayak kanebo kering." Tambah Ardhito.

Ganesha yang berada di samping Ardhito mengerutkan kening heran, ia bertanya. "Emang rayuan ada kelas-kelasnya, ya?" Yasalam. Semua mata yang ada disana langsung menoleh pada Ganesha yang memasang wajah polos tak berdosa.

"Serah lo Nes," sahut Ardhito kesal.

"Ga," panggil Rayhan, ia menoleh pada Raga yang sejak tadi tak membuka suara.

"Sorry, ini emang rencana kita ber-enam. Kita cuma pingin ngebuktiin sama lo dan Aksa kalau Brasilia itu bukan cewek yang baik," tutur Rayhan.

Raga berdeham pelan berusaha membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Otaknya diliputi perasaan bersalah atas kilas balik saat dirinya bertengkar dengan Aksa, satu-satunya teman yang paling setia. Namun, justru dirinya sendiri lah yang harus menghacurkannya karena satu orang cewek yang kenyataannya gampangan.

"Iya, makasih kalian semua udah sadarin gue, tapi Aksa?" Raga heran tak menemukan sosok Aksa dalam jangkauannya.

Ardhito menunjuk keatas, tepatnya di rooftop sekolah. "Noh dia diatas sana." Di sana terlihat walaupun kecil ada sosok Aksa yang tengah berdiri menyaksikan ke tujuh orang itu dari kejauhan.

"Woy!! Aksa turun lo!" teriak Reagan seketika. Ardhito melambaikan tangannya juga Ganesha yang ikuta-ikutan. Lalu, ketika tubuh Aksa lenyap berjalan pergi barulah mereka berhenti diikuti dengan munculnya sosok Aksa dari balik tembok koridor penghubung dengan taman.

Aksa berdiri menghadap Raga. "Sorry, gue salah soal Brasilia," ucap Raga tulus, matanya menyiratkan rasa bersalah pada Aksa.

Aksa tertawa. "Iya, it's okay, gue udah maafin lo. Lagipula cewek kayak Brasilia itu enggak pantes deh buat orang kayak kita. Dia ... terlalu gatel." Aksa menepuk pundak Raga pelan.

"Jadi, temenan lagi kan?" tanya Raga.

"Iya lah," ujar Aksa spontan. Suara sorak sorai Reagan, Ardhito, Geovano juga Ganesha memenuhi gendang telinga.

Alzevin yang irit ngomong saja tersenyum melihat keduanya kembali membaik.

"Anjir, kenapa gue yang terharu sih," ucap Ardhito dengan tangan yang mengusap pelupuk matanya seolah sedang menangis melihat adegan di depannya.

"Alay," celetuk Geovano.

Reagan membalas. "Dia emang udah alay dari lahir."

"Temen kurang ajar emang."

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang